Kamis, 22 Juli 2010

SEJARAH KERAJAAN ORANG BUGIS DI BANUA ORANG BANJAR

BAB I


A. PENDAHULUAN
Pertengahan abad 18 Pagatan masih merupakan hutan belantara, setelah kedatangan orang-orang Bugis Wajo membuka pemukiman diatas hutan rotan belantara, kemudian menjadikan Pagatan sebagai cikal bakal lahir dan berkembangnnya peradaban bugis Pagatan di Banua orang Banjar. Dalam sejarah Pagatan tercatat sebagai salah satu kerajaan kecil yang berdaulat pada kerajaan Banjar dan sebagai basis perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI.serta memiliki kedudukan yang strategis dalam jalur pelayaran. Jadi tidak mengherankan kalau kolonial Belanda dan pendudukan Jepang selalu ingin mengusai Pagatan dulu dikenal sebagai Ibukota Kalimantan Tenggara.

Orang Bugis Wajo yang telah berjasa membangun Pagatan, telah mengembangkan peradaban serta mengabdikan seluruh jiwa raganya membangun daerah ini sehingga dengan bangga mereka disebut sebagai orang Bugis Pagatan. Sebab sejak direstui penguasa Kerajaan Banjar untuk dijinkan membuka kampoeng dan bermukim, sejak itu pula Bugis Pagatan merasa sebagai sebagai orang Banua, sehingga peradaban yang telah dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah Kalimantan Selatan ditetapkan sebagai salah satu sektor wisata budaya andalan didaerah ini dengan dijadikannya Pagatan sebagai kota wisata budaya.

B. BUGIS PAGATAN
Bugis Pagatan adalah salah satu suku bangsa yang ada di Kalimantan Selatan yang sejak pertengahan abad 18 telah bermukim serta mengembagkan peradaban dan persekutuan di Pagatan (Kalimantan Selatan) yang terletak bagian Tenggara kepulauan Kalimantan. Suku Bugis yang pertama kali membangun Pagatan kemudian mengembangkan peradapan dan persekutuannya dulunya berasal dari Wajo (Sulawesi Selatan), Matulada (1985) menjelaskan suku bangsa Bugis dan Makasar sejak dulu terkenal sebagai salah satu bangsa yang suka mengembara mengarungi samudera sehinga dikenal sebagai pelaut tangguh dan ulung. Dengan perahu layar pinisi dan lambo mereka dapat mengarungi samudera Nusantara, ke Barat sampai ke Madagaskar, ke Timur samapi Irian dan Australia. Oleh karena itulah dihampir pantai dan pelabuhan laut dikepulauan Nusantara terdapat perkampungan Bugis. Mereka pada umumnya menetap dan menjadi penduduk daerah itu sambil mengembangkan adat istiadat persekutuan mereka. Terdapat sekarang ini suku Bugis Pagatan di Kalimantan Selatan, suku Bugis Johor di Malaysia, suku Bugis Pasir dan Kutai di Kalimantan Timur, dan lain sebagainya.

Lebih lanjut Matulada (1985) menjelaskan disamping menjadi pelaut dan nelayan suku Bugis juga mengenal pertanian (Tani) dan Perkebunan (Dare) semenjak dahulu. Tanah-tanah persawahan yang subur yang dikenal sebagai lumbung pada di Sulawesi Selatan adalah terdapat dinegeri-negeri Bugis itu. Seperti Sidenreng, Penrang, dan Wajo. Bahkan orang Bugis Wajo orang wajo juga terkenal sebagai pedagang yang ulet, sampai dengan jaman sekarang orang di Sulawesi percaya bahwa pedagang-pedangan Bugis yang banyak berhasil dalam perniagaannya, niscaya mempunyai titisan darah Bugis Wajo.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas tersebut tiga orang Bangsawan Bugis dari Wajo dan pengikutnya melakukan pelayaran dari Selat Makasar menuju kepulauan Kalimantan. Tiga orang saudagara yang masing masing membawa perahu layar beserta rombongannya adalah. Pua Janggo, La Pagala, dan Puanna Dekke sesampainya di Kalimantan Pua Janggo dan La Pagala masing-masing mampir di Tanggarong dan Pasir, sementara Puanna Dekke terus melakukan pelayaran menelusuri selat Pulau Laut menuju Laut Jawa. Akan tetapi sebelum keluar Laut Jawa Perahu Puanna Dekke dihadang badai yang dahsyat, sehingga ia berlindung di Muara Sungai Kukusan (Muara Pagatan). Badai yang dahsyat belum juga reda Puanne Dekke akhirnya membatalkan niat menuju laut jawa, kemudian malah tertarik untuk menyelusuri perairan sungai Kukusan.

Selama dalam pelayaran menyelusuri sungai Kukusan dia tidak melihat orang melakukan aktivitas dibantaran sungai atau melihat perkampungan pada hal waktu pelayaran sudah cukup lama. Tiba pada suatu tempat dia melihat sekelompok orang dibantaran sungai sedang mengambil rotan, kemudian dia menghampiri dan bertanya tempat apa nama daerah ini, orang tadi menjawab wilayah ini hutan rotan biasa kami ditempat ini melakukan pekerjaan pemagatan artinya mengambil dan mengumpulkan rotan.

Puanna Dekke tertarik atas tempat pemagatan tersebut dan berniat akan membangun perkampungan diwilayah ini. Tempat pemagatan walaupun hanya ditumbuhi hutan belantara bukan berarti tidak bertuan, akhirnya Puanna Dekke berusaha mencari tahu bahwa wilayah yang diinginkan tersebut ternyata masuk dalam kekuasaan Raja Banjar. Dalam catatan lontara Kapitan Latone (ditulis, 21 Agustus 1868) Setelah Punna Dekke( J.C. Nagtegaal menyebutnya Poewono Deka, 12 : 1939) Daerah yang menarik hatinya itu dibuka itu adalah termasuk wilayah kerajaan Banjar, maka dia pergi menemui sultan Banjarmasin.

Sebagai seorang pemimpin Matoa Dagang ( Zainal Abidin, 57 : 1983) tidak sulit buat Punna Dekke berlayar hingga bersandar ke Bandarmasih. Kemudian Puanna Dekke meghadap Panembahan Batu untuk mengutarakan keinginannya. Panembahan Batu kemudian memberikan restu dan ijin utuk membangun pemukiman sebagaimana yang dimaksud. (Lontara Latone) tertulis bahwa pada saat mohon ijin kepada panembahan, ditegaskan kepada Puanna Dekke untuk kesanggupnya menanamkan investasi untuk biaya pembangunan pemukiman baru di atas lahan hutan belantara tersebut, kemudian Puanna Dekke juga dapat menjamin keamanan perairan di Muara Pagatan yang selama ini sering digunakan para bajak laut untuk merompak di Selat Pulaut. Apabila kedua hal tersebut dapat diujudkan maka daerah yang diinginkankan silahkan untuk ditempat sebagai perkampungan warga orang Bugis yang dikemudian hari dapat dijaga dan diwariskan kepada anak cucu Puanna Dekke.

Kehormatan yang diberikan Panembahan ini yang kemudian menjadi semangat bagi pembagunan pemukiman baru, sampai akhirnya menjadi sebuah Kampung oleh Puanna Dekke memberinama Kampoung Pegatan ( asal kata dari tempat pemagatan). Kampoeng Pagatan dalam tatanan Puanna Dekke berkembangan sebagai salah satu Bandar yang strategis yang diapit oleh Laut Jawa dan di Belah oleh Sungai Kukusan (Sekarang Sungai Kusan), sehingga cepat mengalami kemajuan sebagai salah satu bandar yang penting di wilayah Kerajaan Banjar.

Kemudian Puanna Dekke mengundang saudaranya Pua Janggo dan La Pagala untuk membicarakan pemimpin mengatur pemerintahan internal di kampoeng Pagatan. Dalam perundingan tiga bersaudara ini akhirnya menyiapkan Hasan Panggawa sebagai calon raja Pagatan, Hasan Panggewa sendiri ketika itu masih berumur belia termasuk keturunan salah seorang raja Kampiri di Wajo.

C. KERAJAAN PAGATAN TAHUN 1961- 1912 M.
Nagtegaal (1983) menjelaskan bahwa pertengahan abad ke 18 datanglah pedagang Bugis dari Wajo (Sulawesi Selatan) bernama Poewono Deka, dan atas izin Sultan Banjarmasin kemudian mendirikan kerajaan Pagatan. J.C. Noorlander (190: 1983) menjelaskan dari gelar-gelar yang digunakan raja-raja Banjar ternyata yang bergelar Penambahan Batu (Sultan Banjarmasin) adalah Nata Alam atau Panembahan Kaharuddin Halilullah yang memerintah tahun 1761-1801. Maka berdasarkan data tersebutlah dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kerajaan Pagatan didirikan setelah tahun 1761.

Dengan terjalin hubungan baik Puanna Dekke dengan Panembahan Batu, dimana kepercayaan yang telah diberikan Panembahan kepada Puanna Dekke selalu ia jaga dengan baik, sehingga dalam mengatur Kerajaan Pagatan secara politis masuk dalam kedaulatan Kerajaan Banjar. Oleh karena itu kedudukan Kerajaan Pagatan hanya memiliki hak otonomi pengaturan pemerintahan kedalam, sebagaimana juga kerajaan-kerajaan kecil ketika itu yang tetap berada di bawah kedaulatan kerajaan yang lebih besar. Sebagai mana juga Kerajaan Banjar merupakan kerajaan besar yang ada di Nusantara pada saat itu berfungsi sebagai pelindung terhadap Kerajaan Pagatan.

Kerajaan Pagatan yang muncul pada pada pertengahan abad ke 18. yang diperkirakan berlangsung dari tahun 1861 sampai dengan 1912. Selama satu setengah abad terbagi 4 empat priode system pemerintah, yaitu :
1. Priode ke I Pra Kerajaan di Pimpin Puanna Dekke sebagai pendiri kerajaan Pagatan, dengan mengerahkan seluruh daya upaya beserta pengikutnya membabat hutan belantar, kemudian jadilah pemukiman baru yang kemudian diberi nama Kampoeng Pegatang, selanjutnya Puanna Dekke mempersiapkan cucunya untuk jadi Pemimpin kerajaan Pagatan. Sementara Puanna Dekke yang dikenal pendiri Kerajaan Pagatan tidak mau jadi Raja.

2. Priode ke II Puanna Dekke Memproklamirkan kerajaan Pagatan, dengan menobatkan cucunya bernama La Panggewa sebagai raja pertama di Kerajaan Pagatan.diperkirakan berlangsung dari tahun 1761-1861.

3. Priode ke II Kerajaan Pagatan mengalami perluasan wilayah kekuasaan dengan bergabung kerajaan Kusan, sehingga menjadi Kerajaan Pagatan Kusan. Berlangsung dari tahun 1861 – 1908.

4. Priode ke IV. Kerajaan Pagatan Kusan pada tahun 1908-1912 M telah mengalami perubahan pemerintahaan, kalau sebelumnya beerdaulat terhadap kerajaan Banjar, maka sejak tanggal, 1 Juli 1908 diserahkan kepada pemerintahan Hinda Belanda.

Andi Syaiful (1993) berpendapat bahwa kerajaan Pagatan diperkirakan berlangsung dari tahun 1761- 1912. dan Raja Pagatan yang pertama adalah bernama Hasan Pangewa/La Panggewa Kapitan Laut Pulo (Nategaal, 12-14) menjelaskan beberapa orang raja telah memerintahan Pagatan. Setelah pemerintahan Hasan Pangewa. dalam lontara


D. RAJA PAGATAN DAN KUSAN
1. Hasan Penggewa Raja Pagatan I (1761-1838)
Hasan Pengewa/ La Penggewa adalah Raja Pagatan yang pertama beliau cucu dari Punna Dekke pendiri Kerajaan Pagata. La Panggewa masih keturunan dari Raja Kampiri (Wajo), sejak kecil diboyong Puanne Dekke dari kampiri ke Pagatan, bahkan konon di Pagatanlah La Panggewa di khitan kemudian dinobatkan menjadi Raja Pagatan yang pertama. Mengingat umurnya masih belia maka untuk mengatur pemerintahan untuk sementara dipercayakan kepada pamannya Raja Bolo, sambil mendidik dan membimbing La Pangewa untuk bisa menjadi pemimpin dan mengatur pemerintahan setelah dewasa, atas gembelengan Puanna Dekke dan Raja Bolo La Pengewa menjadi orang perkasa,

Pada suatu peristiwa La Penggewa diutus oleh Raja Bolo untuk menghadap Raja Banjar dalam rangka menyampaikan bahwa selama ini dialur muara sungai Barito para perahu layar saudagar mengalami kesulitan untuk masuk berlayar ke Bandarmasih karena sering digangu oleh para bajak laut yang mengacaukan muara sungai tersebut. Kemudian oleh Panambahan menyambut baik kedatangan La Panggewa Cucu Puanna Dekke, serta diberikanlah kepercayaan La Panggewa memimpin laskar untuk mengusir para bajak laut di Muara Sungai Barito tersebut, atas kehormatan yang dipercayakan Panembahan tidak disia-siakan La Penggewa dan berhasil mengusir perompak tersebut dan lari berpindah ke Biajao. Atas keberhasilan La penggewa inilah kemudian Panembahan menganugerahkan gelar kehormatan kepada La Penggewa sebagai Kapitan Laut Pulo. Atas kesetiaan Puanne Dekke mengutus cucunya oleh Penambahan mengegaskan kembali kepada Kapitan Laut Pulo bahwa sabwa Pagatan yang telah dibangun Puanne Dekke dipersilahkan untuk dikuasai dan dikemudian hari dipersilahkan untuk diwariskan kepada keturunan Puanna Dekke. Sekembalinya dari kerajaan Banjar La Penggwa oleh Puanna Dekke dan Raja Bolo menyerahkan segala hak La Penggewa untuk memimpin dan mengatur pemerintahan kerajaan Pagatan tahun 1800, kemudian La Penggewa Kapitan Laut Pulo wafat tahun 1838 digantikan oleh putranya bernama Abdul Rahim.

2. Arung Pallewange Raja Pagatan II ( Tahun 1838 – 1855)
Abdul Rahim bin Hasan Pengewa dinobatkan menjadi raja Pagatan II pada tanggal 19 Juli 1838 kemudian bergelar Arung Pallewange, selama 26 tahun berkuasa kemudian wafat pada tanggal, 28 April 1855. selanjutnya digantikan oleh putranya Abdul Karim. Dalam catatan lontara bahwa keturunan Abdul Rahim ini kemudian yang banyak memimpin kerajaan Pagatan,

3. Arung La Mattunru Raja Pagatan III (Tahun 1855-1871)
Abdul Karim Bin Abdul Rahim dinobatkan menjadi raja Pagatan III tahun 1855 dan bergelar Arung La Mattunru, pada masa pemerintahannya terjadi perluasan wilayah kerajaan Pagatan dengan bergabung kerajaan Kusan tahun 1861, sehingga menjadi kerajaan Pagatan – Kusan. Kemudian Arung La Mattunru wafat tahun 1871 digantikan oleh putranya Abdul Djabbar.

4. Arung La Makkaraw Raja Pagatan IV (Tahun 1871-1875)
Abdul Djabbar Bin Abdul Karim dinobatkan jadi raja Pagatan tahun 1871 dan bergelar Arung La Makkaraw tidak lama berkuasa kemudian wafat tahun 1875, karena Arung La Makkaraw tidak mempunyai keturunan maka digantikan oleh Daeng Mankkaw putri dari Arung Pallewange.

5. Ratu Daeng Mankkaw Raja Pagatan V (Tahun 1875-1883)
Daeng Mankkaw Binti Abdul Rahim adalah raja Pagatan V yang dinobatkan menjadi raja tahun 1875 kemudian bergelar Ratu Daeng Mankkaw. Pada masa pemerintahan Ratu daeng Mankkaw didampingi oleh suaminya Pengeran Muda Aribillah. salah seorang raja Kerajaan Tanah Bumbu sebuah kerajaan kecil yang berada disebelah Utara Kerajaan Pagatan. Pengeran Muda Aribillah merupakan cucu dari Sultan Banjar Tamjidillah I yang telah mengadakan ikatan perkawinan dengan Ratu Daeng Makkao dari ikatan perkawinan inilah kemudian lahir Andi Tangkung dan Andi Sallo (Abdul Rahim).

Ratu Daeng Mankkaw wafat tahun 1883. Sementara anaknya bernama Abdul Rahim belum dewasa maka untuk pemerintahan kerajaan Pagatan dipercayakan kepada Kolonial Belanda, sementara pemangku kerajaan dipercayakan kepada kakaknya Andi Tangkung

6. Andi Tangkung Raja Pagatan VI ( Tahun 1883-1893)
Andi Tangkung memangku jabatan kerajaan Pagatan bergelar Petta Ratu yang berlansung sejak tahun 1883 dan berahir tahun 1893. Kemudian digantikan oleh Abdul Rahim
7. Arung Abdul Rahim Raja Pagatan VII (Tahun 1893-1908)
Andi Sallo bergelar Arung Abdul Rahim naik tahta tahun 1893 dan berahir pada tanggal, 16 Juli 1908. Pada masa akhir kekuasaan Arung Abdul Rahim telah terjadi kemelut dalam kerajaan Pagatan Kusan. Peristiwa tersebut berawal perseteruan antara dua saudara antara Andi Sallo dan Andi Tangkung. Andi Tangkung mempersiapkan putranya bernama Andi Iwang sebagai penganti Arung Abdul Rahim pemangku kerajaan Pagatan Kusan, sementara juga Andi Sallo juga mempersiapkan putranya bernama Andi Kacong untuk mengantikan dirinya sebagai pemangku kerajaan Pagatan Kusan. Mencermati komplik internal ini akhirnya setahun sebelum wafatnya Arung Abdul Rahim, yakni pada tanggal, 20 April 1907. Arung Abdul Rahim mengeluarkan suatu pernyataan bahwa kerajaan Pagatan dan Kusan diserahkan kepada pemerintahan kolonial Belanda. Maka setelah empat tahun (1908-1912) pelaksanaan pemerintahan kerajaan Pagatan dan Kusan di bawah suatu kerapatan (zelfbestuusraad), terhitung tanggal, 1 Juli 1912 kerajaan Pagatan dan Kusan dilebur dalam pemerintahan langsung Hindia Belanda (Nategaal: 1983).








BAB II


A. BUDAYA KEKERABATAN
Hubungan kekerabatan dikalangan Bugis Pagatan tergolong sangat rakat menjaga kerukunan kekeluargaan antara sesamanya, serta mempunyai perasaan solidaritas cukup tinggi menjaga sesama kesukuannya. Oleh karena itu perkawinan seringkali terjadi menjalin hubungan dengan keluarga dekat sebagai prioritas utama dalam mencari pasangan hidup. Disamping itu system kekerabatan juga sangat dipengaruhi oleh kebiasaan adat yang diteruskan secara turun temurun dan oleh agama Islam, oleh karena itu kedua unsure adat dan agama ini terjalin erat.
Setiap kali penyelenggaraan suatu acara, maka dalam pelaksanaan selalu terdapat unsure – unsure budaya dan agama. Berikut ini akan digambarkan beberapa tatacara penyelenggaraan suatu acara yang mempererat hubungan kekerabatan.

1. Perkawinan (Mappabotting)
Perkawinan adalah persoalan yang serius untuk dapat mewujudkan suatu rumah tangga yang meliputi suasana kasih sayang. Bagi Bugia Pagatan perkawinan merupakan suatu pengalaman yang luhur dan agung, Oleh kerana itu setiap penyekengaraan perkawinan hendaklah dapat menciptakan suasana hikmat dan saklar sehingga dapat memupuk makna yang dalam untuk selalu dikenang seumur hidup bagi mempelai. Proses penyelenggaran perkawinan adalah sebagai berikut :
a. Mammanu – manu
Mammanu – manu adalah suatu tahap awal orang tua yang berusaha mencari calon menantu anak laki – lakinya dengan jalan menyebarkan para keluarga dekat yang dapat dipercaya mencari informasi seoarang gadis yang dapat dijadikan calon mempelai. Dikatakan mammanu – manu yang berarti burung, jadi keluarga yang disebar tadi bagaikan burung yang mengintai dan tanpa diketahui oleh yang diperhatikan. Keluarga tadi hinggap dari suatu tempat ke tempat yang lain, sampai berhasil menemukan calon mempelai yang bisa dijadikan pasangan hidup yang baik.
Sementara anak laki – laki yang ingin ducarikan pasangan jodoh oleh orangtuanya biasanya menerima saja segala pilihan dan keputusan keluarga, oleh kerana itu dalam musyawarah keluarga harus dapat menemukan calon yang sesuai selera anak laki – laki tadi.
Biasanya kalu anak laki – laki yang telah dipilihkan caoln isteri, apabila dia setuju dengan pilihan orangtua akan dapat diketahui melalui mana kala anak laki – laki tadi semakin bersemangat dalam membantu pekerjaan orangtuanya, rajin mengerjakan segala pekerjaan, dan sebaliknya. Seorang anak yang baik tidak akan melakukan bantahan atas keinginan orangtua, tinggal bagaiman kemampuan orangtua berlaku secara bujaksana.
Kalau sudah yakin, bahwa anak laki – lakinya menuruti saja keinginan orangtua, barulah dicoba melakukan tahap perkenalan kepada keluarga calon mantu, dengan cara berkirim salam atau mengutus salah satu keluarga untuk melakukan kunjungan silaturrahmi, agar dapat melihat secara dekat calon mantu. Yang penting diperhatikan adalah; bagaimana sopan santunnya, caranya menjemur pakaian, caranya menyelesaikan persoalan dapur, dan caranya berpakaian, dan bagaimana kehidupan keluarganya.

b. Mattangke.
Kalau keluarga yang diutus telah melihat dari dekat calon mantu, kemudian dirundingkan segala informasi yang telah diperoleh itu. Kalau semuanya sesuai dengan keinginan, dan juga adanya tanda – tanda bahwa keluarga calon mantu juga kelihatannya besar kemungkinan akan menerima, maka langkah berikutnya dilakukan adalah Mattangke.
Mattangke adalah menjalin hubungan antara kedua calon mempelai, sebagai langkah awal untuk tahap pengenalan antara kedua belah pihak satu sama lain sebelum mewujudkan mahligai rumah tangga.
Tata cara pelaksanaannya adalah orangtua calon mempelai pria mengutus beberapa orang keluarganya untuk melakukan kunjungan kepada keluarga si gadis. Sesampainya di sana untuk bertamu, lalu menyampaikan maksud kedatangannya baik secara kiasan maupun sacara terang – terangan. Setelah gayung bersambut, barulah dibicarakan lagi usaha untuk saling mengenalkan kedua calon mempelai yang senantiasa diarahkan dan dibimbing oleh masing – masing keluarga. Setalah adanya Sitangke ini, keluarga calon mempelai perempuan tidak akan lagi menerima lamaran orang lain, sebab sudah ada keluarga yang ingin meminangnya.

c. Madduta
Selama dalam proses berjalannya tahap pengenalan kedua calon mempelai, dapat berjalan dengan baik sebagaimana diharapkan. Kemudian keluarga calon mempelai pria berkirim lagi salam kepada keluarga calon mantu, tentang adanya rencana dalam waktu dekat berkunjung untuk melanjutkan pembicaraan, pembicaraan seperti ini nantinya disebut sebagai acara Madduta.
Sebelum acara Madduta berlangsung yang biasanya diadakan pada waktu malam hari dirumah keluarga calon wanita. Maka masing – masing keluarga melakukan berbagai persiapan terutama mengumpulkan para keluarga yang dapat dilibatkan dalam pembicaraan dan masing – masing mempersiapkan materi pembicaraan yang diinginkan.
Biasanya para keluarga yang terlibat nantinya dalam pembicaraan dalah mereka yang ditokohkan dalam setiap keluarga, serta mempunyai wibawa dan mahir dalam menyampaikan tutur bahasa yang baik.
Pada saat berlangsungnya acara Madduta, materi pembicaraan yang terpenting adalah masing – masing keluarga sepakat untuk menyelenggarakan perkawinan, setelah itu barulah dibicarakan waktu penyelenggaraan akad nikah, seterusnya dana dan prasarana yang harus dipersiapkan keluarga calon mempelai pria.
Madduta adalah proses berlangsungnya pinangan keluarga calon mempelai pria kepada keluarga mempelai wanita yang akan membicarakan berlangsungnya penyelenggaraan perkawinan.

d. Mappenredui.
Setelah Madduta keluarga mempelai pria mulai mempersiapkan segala yang diminta keluarga mempelai wanita, biasanya berupa ; beras, uang, gula, sapi, perlengkapan pakaian wanita, dan perlengkapan prabot kamar pengantin. Sebelum ini diantar dalam suatu acara khusus yang berlangsung dirumah mempelai wanita. Keluarga mempelai pria juga menyerahkan beberapa perlengkapan lain yang punya makna tersirat, seperti ; Beras kuning yang diberiakn aroma wewangian daun pandan yang diracik, nantinya dimasukan kedalam kempu bersama uang yang diperluakan, juga disertakan rekko ota, kunyit, dan kayu manis setelah itu dibungkus kain kuning.
Kemudian terdapat juga bungkusan lain yang berwarna putih berisikan, yaitu ; sebuah cobek bermakna agar mempelai wanita dapat mengerti permasalahan dapur, Bunga Penno – peno berpasangan bermakna agar keduanya nanti mendapatkan rezekinya yang berkecukupan, Bunga Parerenreng bermakna agar keduanya senatiasa mesra menjalin kasih sayang dan saling merindukan, Bawang putih bermakna agar hatinya ikhlas suci dan murni, Pittamarola agar selalu menumbuhkan kesan untuk saling membutuhkan satu sama lain, Senang agar keduanya senantiasa lapang dada, Gula Merah agar keluarga senantiasa manis dan harmonis, dan Kelapa agar kelihatan nikmat kehidupan rumah tangga.
Kemudian setelah sudah disiapkan semuanya pada waktu yang telah disepakati bersama, barulah mengundang para keluarga handaitaulan untuk mengantarkan perlengkapan yang dimaksudkan diatas keruamah keluaraga mempelai wanita. Sementara keluarga mempelai wanita juga mengundang para keluarga dan handaitaulan untuk menyambut kedatangan rombongan keluarga mempelai dan selanjutnya dilaksanakan dengan pembacaan doa selamat.
Acara Mappenredui ini ditata dan dilaksanakan oleh perempuan atau acara perempuan, tamu pria hanya mengikuti saja jalannya acara tidak mempunyai peranan khusus. Sebelum acara bubar biasanya ada sedikit musyawarah antara kedua keluarga untuk mempermantap kesiapan menyelenggarakan acara berikutnya, yaitu Menrekawing.



e. Menrekawing
Menrekawing adalah mengantar calon mempelai pria untuk melangsungkan akad nikah di tempat calon mempelai wanita. Penyelengaraan acara ini biasanya berlangsung pada waktu malam hari dalam acara akad nikah ini juga diselingi beberapa acara adat, serta dilengkapai dengan kesenian Massukkiri atau Al Barzanji.
Menjelang berlangsungnya penyelanggaraan akad nikah, maka keluarga mempelai wanita mengutus beberapa orang untuk Madduppa ( menjemput ) dan menberitahukan kepada keluarga mempelai pria bahwa acara sebentar lagi akan dimulai. Kemudian mempelai pria segera diantar bersama pada’nya ( rambongan pengantin ) ketempat berlangsungnya upacara akad nikah, beberapa orang dari rombongan itu ada yang membawa bungkusan kuning yang berisikan beras kuning, racikan daun pandan yang beraroma, dan uang mahar pengantin yang dimasukan ke dalam kempu lalu dibungkus kain kuning, atau dapat juaga berupa perlengkapan sholat sebagai mahar perkawinan.
Setelah mempelai pria tiba di depan tangga, maka segera disambut dengan pembacaan syalawat kemudian dipersilakan memasuki ruangan utama dan duduk diatas Leppi Lipa ( sarung yang dilipat sedemikian rupa ). Selanjutnya menyusul undangan yang lainnya juga naik untuk turut menyaksikan acara akad nikah. Adapun rangkaian acara dalam penyelenggaraan Mappenrekawing ini adalah ;

1. Mappanredewata.
Sebelum akad nikah berlangsung, ke dua mempelai dianjurkan mengikuti upacara Mappanredewata secara bergantian yang dipimpin oleh seorang Sandro.
Mappanredewata adalah suatu upacara adat yang bertujuan memperkenalkan bayangan semu ke dua mempelai sebelum saling mengenal secara nyata. Upacara ini berlangsung di dalam kamar di atas ranjang pengantin, dengan menghadapi sajian upacara berupa ketan berwarna merah, hitam, kuning, dan putih juga terdapat panggang ayam, pisang raja, telur dan lain – lain.

2. Mappakawing.
Berlangsung acara akad nikah yang dipimpin seorang Pua Imang ( Imam atau guru agama ), serta terdapat dua orang saksi dari masing – masing pihak. Acara akad nikah ini sebagaimana ketentuan agama Islam.
Setelah selesai akad nikah, maka mahar yang dibungkus kain kuning tadi salah seorang mempersilahan mempelai pria menemui isterinya, sekaligus membawa maharnya untuk diserahkan secara langsung kepada mempelai wanita.

a. Makkarawa.
Setelah mahar sudah diterima mampelai wanita, kemudian mempelai pria dipersilakan memegang salah satu bagia anggota badan isterinya, sekaligus memasangkan salah satu benda yang berharga untuk isterinya, biasanya berupa cincin, gelang, dan rantai.
Sementara bagian tubuh yang biasanya dipegang mempelai pria adalah bagian - bagian yang berisi, seperti susu, lengan atau pantat. Acara inilah yang dimaksud dengan Makkarawa.
b. Makkabettang.
Usai acara Makkarawa dilanjutkan lagi dengan acara Makkabettang. Makkabettang adalah suatu acara memperlombakan kedua mempelai, caranya ke dua mempelai duduk berdampingan dengan kaki ancang – ancang berdiri. Setelah pemimpin acara mengalungkan sebuah sarung kepada kedua mempelai setelah ada aba – aba kedua mempelai serentak berlomba berdiri. Menurut perkiraan siapa yang duluan berdiri , maka ialah yang sangat mempengaruhi corak rumah tangganya.
Setelah selesai acara Makkarawa dan Makkabettang, maka mempelai pria dipersilakan kembali duduk ditempat semula untuk mengikuti pembacaan Al Barzanji atau mendengarkan kesenian Massukkiri yang juga menyanyikan syair Al Barzanji sambil menikmati suguhan yang disajikan keluarga mempelai untuk semua undangan yang hadir. Usai acara ini selesailah seluruh rangkaian acara Menrekawing.

3. Situdangeng Botting.
Situdangeng Baotting adalah merayakan hari bersandingnya kedua mempelai yang berlangsung di tempat mempelai wanita, waktu bersanding biasanya mulai jam 10.00 – 14.00 atau sampai habis waktu undangan yang datang. Adapun busana yang digunakan pada saat bersanding ini adalah untuk mempelai wanita menggunakan pakaian pengantin yang dinamakan Simpolong Tettong, sedangkan untuk mempelai pria menggunakan pakaian pengantin yang dinamakan Sigera’.
Sementara para muda – mudi yang bertugas melayani para undangan, yaitu pemudanya menggunakan busana baju belanga sedangkan pemudinya menggunakan busana baju bodo.
Tata cara Mappenre Botting untuk bersanding di tempat mempelai wanita adalah, sebelum rombongan mempelai pria berangkat dia harus menunggu dulu Padduppa ( utusan ) dari keluarga mempelai wanita, setelah sudah tiba utusan barulah mempelai pria diarak menuju tempat dilangsungkan perayaan hari perkawinan.
Setelah undangan sudah mulai berkurang untuk menghadiri perayaan perkawinan, maka dilanjutkan lagi acara sebagai berikut :

a. Mammatua
Mammatua adalah kedua mempelai diberangkatkan menuju rumah keluarga mempelai pria, untuk memperkenalkan mempelai perempuan dengan mertuanya, serta melakukan sujud terhadap mertua. Setibanya dirumah mempelai pria mempelai wanita disambut ibu mertuanya, sekaligus akan diberikan hadiah atau cendramata dapat berupa cincin, kalung, atau gelang yang terbuat dari emas atau batu yang berharga. Ditempat ini juga dihadiri para undangan dan ada acara suguhan sekaligus ke dua mempelai kembali dipersandingkan hingga menjelang malam. Setelah selesai acara mammatua ke dua mempelai kembali diantar keruamah wanita untuk mengikuti acara selanjutnya.

b. Botting Silellung
Botting Selellung adalah suatu rangkaian acara hiburan yang diselenggarakan dirumah mempelai wanita. Permainan kejar – mengejar mempelai dimaksudkan dalam acara ini agar ke dua mempelai dapat segera lebih akrab, sekaligus menciptakan suasana penuh canda dan tawa di masing – masing keluarga yang hadir pada malam itu.
Permainan Botting Silellung dibagi dua bentuk pormasi kejar – kejaran pengantin, yaitu : pormasi permainan Makkiti – kiti dan pormasi permainan Mebelle – belle. Cara permainannya adalah ;

1) Makkiti – kiti :
Permainan ini dimulai dengan sekelompok perempuan yang mengenakan sarung yang sama dan menutup sekujur tubuhnya dengan sarung, kemudian bergerak dengan berdongkok bagaikan kumpulan itik. Lalu mempelai pria berusaha dengan cermat menebak sekaligus menangkap isterinya yang ada diantara rombongan Makkiti – kiti, apabila salah tangkap akan didenda dengan memberikan suatu barang kepada orang yang ditangkapnya. Permainan Makkiti – kiti baru akan berakhir setelah mempelai pria dapat menemukan pasangannya yaitu mempelai wanita.

2) Mabelle - belle
Permainan ini dilakukan sekelompok muda – mudi yang saling bergandeng tangan membuat suatu pormasi lingkaran, kemudian ke dua mempelai dipisahkan. Mempelai wanita dimasukan dalam lingkaran dan mempelai pria diluar lingkaran, kemudian mempelai pria berusaha menangkap isterinya dengan melewati lingkaran tadi, manakala mempelai pria masuk dalam lingkaran maka mempelai wanita cepat – cepat menghindar keluar demikian seterusnya sampai suaminya dapat mendekapnya dan berakhir pula permainan ini.

3) Masukkiri Maddutung.
Setalah permainan Botting Silellung, maka ke dua mempelai duduk lagi bersanding ditengah – tengah undangan yang hadir untuk mengikuti acara pembacaan Al Barzanji, biasanya pembacaan syair – syair Al Batzanji dilakukan oleh sekelompok kesenian masukkiri.
Dengan berkumandangnnya bahana permaina Masukkiri Maddatung maka hiasan – hiasan ditempat penyelenggaraan mulai dibuka, menandakan bahwa penyelengaraan acara Mappabotting telah selesai. Setelah menerima suguha makanan kue tradisional, seperti kanrejawa pute, burasa, ppu pesse, cicuru tellu, baulu, nennu – nennu, agara, dan lain – lain. Maka para undangan memberikan salam kepada mempelai dan pamit pulang masing – masing.

4) Mappatidro Botting.
Setelah para undangan masing – masing pulang, waktu juga sudah larut malam, maka mempelai wanita diperintahkan untuk beristirahat diranjang pengantin didampingi salah seorang orangtua yang dekat dengannya untuk tidur. Setelah mempelai wanita tidur nyenyak, maka orangtua yang menemani tadi segera keluar dari kamar sraya memerintahkan suaminya pelan – pelan masuk dalam pengantin untuk tidur berdua bersama isterinya. Disinilah dituntut kemampuan seorang laki – laki untuk dapat menjinakkan isterinya, sebab kalau tidak mempunyai strategi yang baik bisa – bisa isterinya akan berteriak atau mengusirnya.

c. Marola Tellumpenni
Setalah menginap satu malam di rumah keluarga mempelai wanita, kemudian ke dua mempelai diantar oleh keluarganya untuk menginap tiga malam ditempat keluarga mempelai pria. Kehadiran menantu perempuan dirumah ini juga akan diberikan benda – benda berharga. Setelah tiga malam menginap untuk langkah selanjutnya sepenuhnya kedua mempelailah yang mengatur diri atau keluarganya, kalau belum mempunyai rumah sendiri terserah kesepakatan dia dimana mau tinggal untuk sementara, apakah dirumah mempelai pria atau dirumah mempelai wanita.
Demikian tatacara penyelenggaraan Mappabitting ( Perkawinan ) budaya Bugis Pagatan yang melalui perjalanan yang panjang dan persiapan yang matang, baik kedua keluarga mempelai selaku pelaksana, maupun ke dua mempelai yang akan bersiap – siap membentuk suatu mahligai rumah tangga yang bahagia dan sejahtera. Pleh karena itu, menurut pendapat orang bijak bahwa seorang yang ingin memasuki rumah tangga hendaknya dapat mengelilingi dapur tujuh kali. Maksud kiasan ini seorang perempuan garus dapat mengerti tanggung jawab sebagi seorang isteri, dan seorang suami mampu menjadi pemimpin dalam rumah tangganya.
Selain penyelenggara Mappabotting, berikut ini akan dilanjutkan menggambarkan secara global saja, tentang beberapa rangkaian penyelenggaraan adat yang dilaksanakan didalam lingkungan keluarga.

2. Pelaksanaan Massola
Masola adalah suatu rangkaian acara yang dilakukan dalm keluarga, setiap kali ada seorang isteri yang untuk peertama kalinya mengalami kehamilan. Pada saat hamil tujuh bulan, akan diadakan acara Masola ( mencucu perut ) atau mandi – mandi kembang sepasang suami isteri.
Tata cara pelaksanaannya adalah sepasang suami isteri dipersilakan duduk bersanding masing – masing diatas sebiji kelapa muda dan menghadapi tempat air yang berisikan aneka kembang yang punya aroma yang harum, kemudian diatas kepalanya terdapat sehelai kain putih sebagai penyaring air saat dimandikan. Sebelum dimandikan dengan air kembang terlebih dahulu Sandro ( pemimpin upacara ) mencucu perur isteri yang hamil tadi dank e duanya dipercikan air Passili. Setelah itu barulah dimandikan air kembang melalui saringan sehelai kain putih yang empat ujungnya dipegang masing – masing keluarga yang turut menyaksikan acara Masola.
Setelah mandi – mandi baju yang dikenakan sepasang suami isteri tadi dilepas diganti dengan pakaian yang kering, dan pakaian yang basah tadi deberikan kepada Sandro. Setalah ke duianya telah mengenakan busana atau berdandan, maka dipersilan lagi untuk mengikuti acara berikutnya, yaitu Manggolo manghadapi aneka suguhan yang lezat, seperti ketan ( sokko ) yang berwarna merah, hitam, kuning, dan putih serta terdapat juga panggang ayam, telur masak, pisang raja dan aneka kue tradisional Bugis Pagatan.
Acara Masola ini juga mengundang keluarga dan handaitaulan yang turut menyaksikan, dan ikut mencicipi suguhan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setelah pembacaan doa syukuran dan selamat para undangan akan dipersilakan menikmati suguhan penyelenggara.

3. Pelaksanaan Mappenretojang
Mappenretojang adalah suatu penyelenggaraan acara bagi suami isteri yang baru saja mendapat keturunan atau acara syukuran menyambut kelahiran bayi. Aacara Mappenretojang biasanya dilaksanakan pada saat anak berumur tujuh hari, empat belas hari atau empat puluh hari.
Tatacara melaksanakan Mappenretojsng setelah dilaksanakan pembacaan doa syukuran, kemudian bayi tadi diberikan nama yang sesuai untuk dipergunakan dimasa akan datang. Lalu diarak keliling untuk diperlihatkan dan dipegang kepada undangan yang berhadir, setalah itu barulah anak tadidimasukkan kedalam ayunan untuk pertama kalinya, sebab sebelum Mappebretojang anak tadi tidak diperkenankan untuk diayun terlebih dahulu, baru bisa di ayun setelah diselengarakan mappenretojong.
Selama bayi tadi belum tumbuh giginya tidak boleh bersentuhan dengan bayi lain yang juga belum tumbuh giginya, konon dikhawatirkan salah seoarang kemungkinan nanti ada yang bisu. Setelah bayi sudah dapat berjalan dengan baik, barulah diadakan lagi acara makkalejja tanah. Makkalejja tanah adalah suatu acara menurunkan anak ketanah untuk menjajak tanah, sebelum dilakukan acara ini orangtua si balita harus betul – betul manjga agar jangan sampai turun ketanah.

4. Pelaksanaan Masunna dan Makkatte
Massunna dan Makkatte adalah melaksanakan sunatan bagi anak yang sudah cukup umur, sesuai dengan anjuran agama islam bagi anak laki – laki dinamakan Massunna dan bagi anak perempuan dinamakan Makkatte.
Acara ini juga melibatkan undangan untuk mengikuti acara selamatan, dam menyaksikan acara sunatan bagi keluarga yang menyelenggarakan. Bagi anak laki – laki dulu, disunat dilakukan seorang Sandro dengan menggunakan alat pemotong dari sembilu. Selesai penyunatan maka dibacakan syalawat. Kemudian para keluarga yang hadir disitu secara serantak masing – masing mengambil air dan sepotong bamboo yang digunakan saling menyemprotkan air dengan bamboo, sehingga pada saat itu terjadi gegap gempita masing – masing berusaha untuk saling menyemburkan air sampai semuanya basah kuyup. Demikian juga dengan acara Makkatte abgi anak perempuan, terlebih dahulu Sandro Maccera ( memotong sedikit alir ayam ) dan darahnya itu digunakan untuk dioleskan terhadap Vulpa sesuatu yang dipotong atau diiris pada anak perempuan.

5. Pelaksaan Mappanrelebbe
Penyelenggaraan Mapenrelebbe adalah suatuacara yangdilaksakan sebagai syukuran terdap beberapa oaring anak yang telah menyelesaikan atau khatam membaca 30 juz Al Qur’an. Bberapa anaka yang khatam akan didandani dengan busana pakaian haji, stelah itu pihak pelaksana menyiapkan juga Lasoji sebagai perlengkapan upacara tamatan Manrelenne. Lasoji adalah seperangkat bendera yang terbuat dari belahan bamboo dan kertas kemudian terdapat telur masak yang dicucuk pada bamboo, stelah itu baru ditancapkan dalam Lasoji yang terbuat dari batang pisang. Stiap satu orang anak garus menyiapkan dua atau tiga Lasiji.
Cara melaksakan Maparelebbe setiap anak yang khatam berpakain haji duduk berdampingan mengahadapi guru mengajinya, kemudian dengan dipandu gurunya dia membacakan beberapa ayat disaksikan para undangan yang berhadir. Setalah itu masing – masing anak bersujud pada grunya juga pada orangtua dan keluarganya. Kemudian dilanjutkan pembacaan doa selamat dan seterusnya menikmati sajian tuan rumah. Pada saat undangan hendak pulang akan dibagi – bagikan bemdera Lasoji, dan sisa bendera diberikan pada guru mengajinya yang nantinya bendera Lasoji itu diarak bersama anak yang Manrelebbe kerumah gurunya. Semantara kayu manis yang dipergunakan si anak menunjuk ayat- ayat Al- Qur’an pada saat Manrelebbe dibagi – bagikan pada anak – anak yang ada dirumah itu dengan cara dipotong – potong, dengan harapan anak – anak yang menerima potongan kayu manis tadi juga dapat segera khatam Al – Qur’an, potongan kayu manis yang diberikan pada si anak untuk dikunyah sampai habis rasa manis dan pedasnya baru dibuang.



6. Pelaksaan Maddojarateng
Madorajateng dalah suatu acara yang dilaksanakan oleh keluarga yang ingin memulai mendirikan tiang –tiang utama rumah. Acara ini dilaksanakan semalam suntuk dengan melakukan berbagai kegiatan sebelum tiang rumah didirikan menjelang waktu pagi.
Acara atau kegiatan yang dilaksanakan oleh oemilik rumah adalah ; pembacaan Al Barzanji, Masukkiri, dan pembacaan doa selamat agar rumah yang hendak didirikan tidak mendapat rintangan. Disamping itu membungkus kain kuning di salah satu tiang utama yang dinamakan dengan Posibola. Posibola inilah yang dilengkapi berbagai barang material yang bermakna tersirat, seperti dipercikan kembang yang dinamakan Passili dilakukan oleh Sandro diletakkan dibawahnya tempat tertancapnya Posibola emas atau intan agar rumah itu dapat nyaman dan indah ditempati pemiliknya, kemudian juga terdapat gula merah, nangka, dan kelapa yang digantung didekat tiang itu. Sebelum didirikan tiang rumah Posibola selalu dijaga oleh pemilik rumah, pada saat akan didiriakan maka Posibola dulu yang merupakan tiang utama yang didirikan baru diikuti tiang – tiang yang lain. Selesainya pendirian tiang – tiang rumah diharapkan sebelum fajar menyingsing atau matahari tampak.
Dalam mengirikan tiang – tiang rumah dilakukan secara bergotong royong oleh para keluarga atau undangan yang telah diundang.

7. Pelaksanaan Menrebola Baru
Menrebola Baru adalah suatu acara selamatan dilakukan suatu keluarga untuk memulai menempati rumah yang telah selesai pembangunan atau sudah bisa ditempati oleh penghuninya. Dalam acara ini juga diadakan pembacaan Al Barzanji dan doa selamatan, agar penghuni pemilik rumah dapat tinggal dengan tenang dan nyaman sebagai rumah peristirahatan keluarga.
Tatacara pelaksanaannya sebelum berlangsungny acara pemilik rumah meletakan tebu yang masih punya daun pada masing – masing tiang utama, semantara Posibola Dilengkapi lagi dengan pisang, gula merah, nangka, kelapa dan beberapa batang tebu. Sementara pada pelafon rumah dihiasidengan berbagai kue atau gula gula ( Perman ) yang digantung secara rapi memadati pelafon rumah. Setelah berlangsung acara pada saat pembacaan syalawat sampai pada asrakal semua yang hadir ditempat itu berdiri, dan berebut merampas tebu dan gula – gula tadi kecuali yang ada pada Posibola tidak boleh diambil. Selasai itu dilanjutkan kembali pembacaan Al Barzanji dan doa selamatan sebelum menerima suguhan dari pemilik rumah.
Setiap malam jum’at pemilik rumah masih mengadakan pembacaan Al Barzanji dengan mengundang keluarga dan tetangga dekat, hal ini dilakukan tiga jum’at.
Demikianlah beberapa penyelenggaraan acara yang dilakukan dilingkungan keluarga Bugia Pagatan. Barangkali dengan seringanya mengumpulkan orang banyak untuk melakukan berbagai acara maka rumah - rumah Bugis Pagatan ruangan utamanya cukup luas dan sedikit kamarnya. Dengan ruangan utama yang luas memudahkan untuk mengadakan berbagai penyelenggaraan acara sehubungan mengumpulkan orang banyak.
Bentuk keluarga terpentingb bagi Bugis pagatan adalah keluarga Batih. Keluarga Batih terdiri dari suami isteri dan anak yang didapatkan melalui perkawinan. Adat sesudah nikah pada prinsipnya neolokal. Hubungan social diantara keluarga Batih sangat erat, keluarga Batih merupakan tempat paling aman bagi anggopta – anggotanya ditengah – tengah hubungan kerabat yang lebih besar dan masyarakat.

B. BUDAYA KEMASYARAKATAN
Lapisan masyarakat di Pagatan dari jaman sebelum pemerintahan colonial Belanda, dulu ada tiga lapisan pokok. Yaitu ; ( 1 ) Anak arung adalah lapisan kaum kerabat raja – raja, ( 2 ) To’maradeka adalah lapisan orang merdeka, dan ( 3 0 Ata adalah lapisan orang budak ialah orang yang tidak dapat membayar hutang atau orang yang melanggar pantangan adat.
Pada mulanya lapisan masyarakat hanya dua, dan bahwa la[isan ata itu merupakan suatu perkembangan kemudian yang terjadi dalam jaman perkembangan dari organisasi – organisasi orang bugis pagatan. Lapisan Ata mulai hilang karena larangan dari kolonial dan desakan dari agama. Kemudian itu pula setelah penghapusan system kerajaan di Pagatan arti dari perbedaan antara anakarung dan to maradeka dalam kehidupan masyarakat secara bertahap mulai berkurang. Adapun gelar bangsawan seperti arung, andi, puatta, dan daeng. Walupun masih dipakai, toh tidak lagi mempunyai arti seperti dulu, dan sekarang malahan sering dengan sengaja diperkecilkan artinya dalam proses perkambangan sosialisasi dan dalam demokratisasi dari masyarakat Indonesia.
Berikut ini akan digambarkan pola tingkah laku Bugis Pagatan yang tercermin dalam realita kehidupan yang erat hubungannya dengan unsure budaya dalam menjalin interaksi social. Serta digambarkan pula bagaimana sikap dan solaidaritas meraka dalam menjaga hubungan social yang tercermin dalam beberapa penyelenggaraan upacara kemasyarakatan.


1. Filsapah Siri’
Kosepsi sri mengintekrasikan secara organis semua unsure pokok dari penganderreng. Konon dalam masyarakat Bugis peristiwa bunuh membunuh dengan Jallo ( Hamuk ) itu dengan latar belakang siri’. Secara lahir sering tampak seolah – olah orang Bugis itu merasa siri’, sehingga rela membunuh atau terbunuh kerana alasan yang sepele, atau karena pelanggaran adat perkawinan. Pada hakekatnya alasan yang sepele yang menimbulkan rasa siri, hanya merupakan salah satu alasan lahir saja dari suatu kompleks sebab – sebab lain yang menjadikan ia kehilangan martabat dan rasa harga diri dan demikian juga identitas sosialnya.
Ada tiga pengertian konsep siri’ itu ialah : malu, daya pendorong untuk membinasakan siapa saja yang telah menyinggung harga diri secara tak berprikemanusiaan terhadap diri seseorang, atau dengan daya pendorong utuk bekerja atau berusaha sebanyak mungkin. Selain itu dapat dikemukakan bahwa siri’ adalah perasaan malu yang memberi kewajiban moral untuk membunuh pihak yang melanggar adat, terutama dalam soal – soal hubungan perkawinan.
Dalam kesusastraan Paseng yang memuat amanat – amanat dari nenek moyang terdagulu, ada contoh – contoh dari ungkapan yang diberikan kepada konsep siri’, seperti termaktub berukut ini :
- Siri’mi rionroang ri – lino artinya ; hanya utuk siri; itu sajalah kita tanggal di dunia. Dalam ungkapan ini termaktup arti siri’ sebagai hal yang memberi identitas social dan martabat kepada seorang Bugis. Hanya kalau ada martabat itulah maka hidup itu ada artinya.
- Mate ri siri’na artinya; mati dalam siri’, atau mati untuk menegakan martabat diri yang dianggap suatu hal yang terpuji dan terhormat.
- Mate siri’ artinya ; mati siri’, atau orang yang sudah hilang martabat diri, adalah seperti bangkai hidup. Demikian orang Bugis yang mate siri’ akan melakukan Jallo atau Amuk sampai ia mati sendiri. Jallo’ yang demikian itu disebut nappaentengi siri’na, artinya ; ditegakkannya kembali martabat dirinya. Kalau ia mati dalam Jallo’nya itu, maka ia sebut worowane to – engka siri’na, artinya ; jantan yang ada martabat dirnya.
Siri’ merupakan pola tingakah laku orang Bugis yang tercermin dalam realita kehidupan dan juga merupakan suatu perujudan tingkah laku yang berkaitan erat dengan unsur budaya di dalam menjalin interaksi social.

2. Acara Mappanretasi.
a. Pengertian Mappanretasi
Mappanretasi adalah suatu acara ritual ungkapan rasa syukur nelayan Bugis Pagatan kepada Tuhan atas kesejahteraan yang didapatkan melalui hasil tangkapan ikan dilaut oleh nelayan. Acara ini dilaksanakan setiap tahun sekali pada bulan April mana kala Musim Ikan atau Musim Barat sudah mulai berahir. Pelaksanaan acara ritual styukuran Mappanretasi berlangsung ditengah laut dipimpin oleh sandro, digiring dan diikuti oleh kapal-kapal para nelayan. Setelah acara ritual syukuran dilaut selesai kemudian rumbongan sandro kembali kedarat untuk menjalin silaturrahim dengan para undangan yang hadir, sekalgus menerima ucapan selamat atas terlaksananya upacara Mappanretasi dari para undangan.
Selanjutnya penyelenggaraan Mappanretasi tidak saja menyajikan acara ritual syukuran Mappanrertasi, juga diadakan berbagai pegelaran atraksi budaya daerah baik atraksi budaya bugis Pagatan maupun budaya etnis suku bangsa lain yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu.

b. Kapan pertama kali Mappanrettasi
Tidak ada catatan yang dapat dijadikan bukti sejarah tentang kapan pertama kali acara Mappanretasi dilaksanakan. Namun yang pasti bahwa acara ini dilakukan setiap tahun sekali oleh masyarakat nelayan Bugis Pagatan, adapun waktu pelaksanaannya setiap bulan april dimana masa tertsebut kegiatan nelayan dilaut sudah mulai berkurang atau dengan kata lain musim ikan (Musim Barat Oktober-April) sudah berahir dan menunggu musim ikan tahun depan.
Pada masa pemerintahan Lasuke (1920-1955) Kepala Kampung Pejala penyelenggaraan Mappanretasi setiap tahun selalu memotong kerbau untuk disuguhkan kepada siapapun orang yang berkunjung menghadiri Mappanretasi. Rumah Lasuke dan rumah-rumah para ponggawa terbuka untuk siapapun, demikian juga perahu-perahu nelayan dipenuhi makanan yang akan disuguhkan bagi pengunjung yang berkenanan naik menumpang diatas perahu mengikuti acara ritual Mappanretasi.
Pada tahun 1960-1985 masa kejayaan masyarakat nelayan di Pagatan, setiap penyelenggaraan Mappaneretasi juga digelar berbagai pertunjukan baik itu perlombaan perahu nelayan maupun hiburan pada malam-malam menjelang pelaksaan Mappanretasi. Selanjutnya acara sukses digelar sehingga menarik perhatian pemerintah khususnya petugas pegawai perikanan yaitu Bapak Sukmaraga kemudian Bapak Masguel untuk meningkatkan penyelenggaraan Mappanretasi lebih terorganisasi. Oleh karena itu Mappanretasi kemudian ditetapkan waktunya yaitu 6 April bertepatan dengan hari Nelayan Nasional, kemudian penyelengaraan Mappanretasi digelar berbagai acara sebelumnya hingga hari puncak, maka dari itu kemudian penyelenggaraan Mappanretasi dikenal dengan nama Pesta Laut Mappanretasi.
Acara Mappanretasi setiap tahun mendapat kunjungan banyak wisatawan, sehingga pada tahun 1991 Mappanretasi ditetapkan sebagai Event Wisata Visit Indonesia Year 1991 dan Visit Asean Year 1992. Atas dukungan Kakanwil Deparpostel Kalsel Bapak A. Khalik, sebab beliau menilai Mappanretasi mempunyai daya tarik pengujung yang selalu membeludak setiap kali penyelenggaraan sampai sekarang ini, masih tetap dilestariakan bahkan selalu dikembangan dengan membumbuhi berbagai atraksi baik budaya maupun kesenian tradisional dan modern.

c. Prosesi Mappanretasi.
a. Penetapan waktu Mappanretasi.
Sesepuh Nelayan atau pemangku adat mengadakan pertemuan dengan melibatkan para Ponggawa, Pua Sandro dan Pua Imang untuk bermusyawarah untuk bermufakat mempersiapkan penyelenggaraan dan menetapkan waktu mappanretasi, acara ini berlangsung dikediaman Pambakala Kampoeng sekarang rumah Kepala Desa Wirittasi atau disekretarat Lembaga Adat Mappanretasi.

b. Pelaku Mappanretasi.
Dalam penyelenggaraan Mappanretasi ada dua unsur kepanitian ada yang sifatnya umum dan khusus. Panitia umum adalah menyiapkan penyelenggaraan pegelaran atraksi budaya Mappanretasi, sedangkan panitia khusus seksi Penata Adat mempersiapkan pelaksanaaan acara ritual syukuran Mappanretasi. Adapun mereka yang mempunyai peranan pada acara syukuran Mappanretasi, yaitu :
1. Pua Sandro, yang terdiri dari tiga orang berpakaian kuning tugasnya adalah memimpin berlangsung acara ritual Mappanretasi di laut.
2. Sesepuh Adat adalah para Kepala Desa di empat desa pesisir Pantai Pagatan yaitu Gusungnge, Wirittasi, Juku Eja, dan Pejala selaku pihak pelaksana Mappanretasi.
3. Penggowa, Juru Mudi dan Jurubatu yang mempersiapan pasilitas baik biaya penyelenggaraan maupun memandu sandro untuk sampai pada titik acara Mappenretasi dilaut.
4. Ibu-ibu nelayan juga turut ambil bagian untuk mendampingi Pua Sandro. Tugas mempersiapkan segala macam keperluan acara ritual mappanretasi kemudian mengaturnya sedemikian rupa.
5. Sepasang pengantin adat Bugis.
6. Sejumlah penari mappakaraja.
7. Penata Adat sebagai pemandu acara.

c. Rangkaian acara Mappanretasi.
1. Acara pemberangkatan Rombongan Sandro dari rumah Kepala Kampoeng menuju panggung adat tempat berkumpulnya para undangan, diarak dengan menggunakan perahu Pejala dipandu oleh Juru Mudi dan Juru Batu.
2. Pua Sandro tiba didermaga panggung adat disambut oleh Sesepuh nelayan para ponggwa kemudian segera naik kepanggung adat untuk mengambil perlengakapan acara ritual Mappanretasi. Disini dilaksanakan acara penyerahan olo sandro dari sesepuh adat kepada sandro.
3. Selanjutnya Sandro segera turun kelaut membawa olo sandro diiringi Sesepuh Adat, Ponggawa, Juru Mudi, Juru Batu, dan Para Undangan dengan menggunakan perahu pejala melaju ketengah laut untuk melaksanakakan acara ritual Mappanretasi.
4. Upacara inti Mappanretasi berlangsung dilaut ditandai dengan pemotongan ayam hitam (Manu Tolasi) kemudian darahnya ditaburkan didalam air laut sekitar perahu sandro berlabuh. Setelah diadakan acara doa bersama menadai selesainya prosesi acara ritual Mappanretasi.

d. Mereka Yang Mengembangkan Mappanretasi
1. Pembakala Suke Bin Laupe.
Lasuke adalah Kepala Kampoeng Wirittasie Tahun 1920-1955. Sebagai Kepala kampoeng bagi para nelayan di Pesisir Pantai Pagatan, konon dirumah Lasuke dilaksanakan penyelenggaraan Mappanretasi setiap tahunnya memotong kerbau untuk disuguhkan kepada para tamu yang hadir dalam acara Mappanretasi. Bentuk penyelenggaraan Mappanretasi setelah melaksanakan acara ritual dilaut kemudian naik dan berkumpul dirumah Kepala Kampong Lasuke.

2. Pambakala Saing.
Setelah Lasuke wafat digantikan oleh Lasaing 1955-1970, pada jaman Lasaing teknologi perikanan alat tangkap ikan mulai berkembang seiring meningkatnya kesejahteraan nelayan pada masa ini ada petugas perikanan yang mendampingi nelayan yaitu Menteri Sukmaraga. Dengan adanya petugas perikanan ini Mappanretasi dilaksanakan secara kepanitiaan dengan mengelar. Sehingga Mappanretasi pada saat diberikan nama Pesta Laut sebab panitia disamping melaksanakan acara ritual Mappanretasi juga mengadakan berbagai acara seperti hiburan dan olah raga. Sekaligus juga memperingati hari nelayan yang jatuh pada setiap tanggal, 6 April oleh karena itu acara puncak Mappanretasi dilaksanakan setiap tanggal 6 april disesuaikan hari nelayan nasional.

3. Kemudian mereka yang juga telah berjasa adalah :
Bapak Sukmaraga petugas perikanan, yang pernah memberikan gagasan pelaksanaan Mappanretasi disesuai dengan hari perikanan nasional pada setiap 6 April. Kemudian hari perikanan ini dirayakan berbagai kegiatan kesenian sehingga kemudian dikenal dengan nama perayaan Pesta Laut mappanretasi. Bapak Masguel petugas perikanan yang mengantikan Bapak Sukmaraga yang telah memasuki masa pensiun. Penyelenggaraan Mappanretasi kemudian lebih terorganisasi melelaui pembentukan kepenitiaan.
a. Takoh-tokon pada permulaan penyelengaraan Mappanretasi dalam bentuk kepenitiaan tahun 1965- 1980 adalah : Pembakal Saing, Zainuddin S, H. Nakip, Nurdin BT, Abdul Syukur, Masgoel, H. Mahdin, Pua Kidang, M. Santari, dll. Kemudian tempat penyelenggaraan kegiatan pekan (Pasar Malam) berlangsung di Komplek Juku Eja.
b. Sandro Rahim dan Sandro Ladeka beberapa dekade terahir ini adalah orang yang dipercayakan oleh masyarakat nelayan memimpin pelaksanaan acara ritual syukuran Mappanretasi.
c. Masry Abdulganie, Mohammad Jabir, Fadly Zour, Ismail, BT, M. Ikrunsyah, Musaid AN, Andi Amrullah, Hamsury, Abdul Azis Hasboel, Burhansyah, Machmud Mashur, Faisal Batennie dan lain-lain yang berjasa memberikan warna atraksi budaya setiap penyelenggaraan Mappanretasi. Salah satu gagasan adalah adanya pekan Mappanretasi, diadakan berbagai pegelaran budaya kesenian berbagai daerah untuk tampil mengisi pekan Mappanretasi. Kemudian telah dibakukannya naskah Prosesi Mappanretasi sejak tahun 1991. (Nama tersebut diatas sebagian masih dapat memberikan keterangan informasi Mappanretasi).
d. Abdul Gani Habbe, ulama yang telah berperanan mengubah unsur-unsur mistik Mappanretasi, seperti pembacaan mantera-mantera dalam bahasa bugis diganti dengan doa-doa yang diajarkan dalam agama Islam.

e. Deparpostel Kalsel 1990-1995.
Sejak ditetapkan Mappanretasi sebagai Even Wisata Nasional tahun 1991 dengan dimasukan agenda Visit Asean Year, Mappanretasi dilaksanakan setiap bulan april akan tetapi tanggalnya disesuaikan dengan pasang surut air laut dibibir Pantai Pagatan, seperti sekarang mana kala air laut surut pada pagi hari menjelang siang maka waktu ini sesuai untuk dilaksanakan acara ritual Mappanrtetasi maksudnya agar orang dapat berkumpul dibibir pantai.
Salah seorang yang serius mempromosikan Mappanretasi sampai ke Mancanegara adalah A. Khalik (1991) mantan Kakanwil Deparpostel Kalimantan Selatan. Sejak tahun 1991 Mappanretasi diselenggarakan dengan baik dengan melibatkan unsur pemerintah baik Propinsi, Kabupaten, maupun pihak sponsor dan masyarakat itu sendiri sebagai pelaku Mappanretasi. Acara Mappanretasi dikemas dengan melakukan berbagai pegelaran atraksi budaya sebelum acara inti Mappanretasi dilaksanakan.

3. Lembaga Adat Mappanretasi.
4. Pagatan Sebagai Kota Pariwisata.
5. Daftar Pustka.
a. Lontara Kerajaan Pagatan.
b. Prof. Dr. Mattulada, Disertasi LATOA, Yagyakarta 1985.
c. Faisal, Penggunaan Bahasa Bugis Dalam Dakwah Islam di Pagatan, Sepkripsi tahun 1991.
d. Faisal Batennie, Budaya Bugis di Bumi Banjar, B.post tahun 1991.
e. Faisal B dan Musaid AN. Naskah Prosesi Mappanretasi, Penata Adat, Pagatan 1991.


Juku Eja, 14 April 2005
*Penata Adat Pemerhati Budaya Bugis Pagatan
f. Acara Mappanregalung.
g. Acara Mappanredare
h. Acara Maulid Nabi Muhammad SAW.
i. Menyambut Bulan Puasa Ramdhan

6. SENI BUDAYA
a. Madede Anabiccu
b. Macurita
c. Mappatepuang.
d. Sitampu-tampu
e. Makkacapi
f. Masukkiri
g. Mappoca-poca

7. OLAHRAGA KETANGKASAN
a. Mappakkalaring Lopi
b. Ketangkasan Malogo
c. Magoli Lobangtellu
d. Mabenteh
e. Mappancang
f. Sirekko
g. Sapeda Pamangkih
h. Mappeda
i. Mappeleng
j. Membal Kitasie
k. Mamenca

8. SISTIM MATA PENCAHARIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar