Jumat, 23 Juli 2010

SEJARAH PAGATAN DAN KERAJAAN PAGATAN












MASUK DAN BERKEMBANGNYA
BUDAYA BUGIS DI BANUA

Oleh: Drs. H. Faisal Batennie, M.Pd.





















Pagatan Kabupaten Tanah Bumbu
Provinsi Kalimantan Selatan



A. PENDAHULUAN

Masuknya perdaban Bugis di Kalimantan diperkirakan sekitar abad ke XVII, ukuran waktu tersebut berdasarkan masa penulusuran sejarah kehadiran para saudagar-saudagar Bugis di Pisesisr Kalimantan Selatan seperti di Pasir Kalimantan Timur dan di Pagatan Kalimantan Selatan. Sebagaimana diketahui bahwa Orang Bugis sejak dulu kala dikenal sebagai pelaut ulung yang telah mampu mengarungi dan menjelajah perairan samudera diseluruh wilayah nusantara dari Timur Perairan Uastralia sampai ke Barat Perairan Madagaskar. Oleh karena itu kemudian hampir diseluruh wilayah pesisir kepulauan nusantara ini terdapat perkampungan komonitas suku Bugis, seperi suku Bugis Johor di Malaysia dan suku Bugis Pagatan di Kalimantan.
Daerah-daerah pesisir yang akan disinggahi para saudagar bugis, apabila memiliki nilai ekonomi strategis maka kemudian akan dijadikan perkampungan yang merupakan cikal balakal berkembangan peradabaan suku bugis diluar Sulawesi Selatan. Hal tersebut dapat ditelusuri sebagai salah satu kajian sejarah suku Bugis Pagatan yang ada di Wilayah Banua Orang Banjar Kalimantan Selatan. Keberadaan suku Bugis Pagatan di Kalimantan Selatan selanjutnya dapat menambah keunikan peradaban didaerah ini yang menjadi khasana Budaya yang hermonis dengan peradapan Budaya Orang Banua.
Keberadaan Kerajaan Pagatan di Banua orang Banjar dalam sejarah tidak pernah dipersoalkan oleh Kesultanan Kerajaan Banjar, bahkan mendapat restu untuk mengatur pemerintahan sendiri terhadap daerah yang telah dibangun oleh suklu Bugis. Oleh karena itu berdirinya kerajaan pagatan hanya merupakan kerajaan kecil yang berdaulat pada Kerajaan Banjar yang merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di wilayah Nusantara. Keberadaan kerajaan Pagatan justeru membantu Kerajaan banjar dalam mempercepat pembangunan diwilayah pesisir dan penyebaranan Agama Islam di Kalimantan Selatan.
Berkembangannya peradaban suku Bugis Pagatan diwilayah pesisir Kalimantan Selatan dikarenakan adanya restu oleh Penguasa Kerajaan Banjar, didasrkankan pada adanya persamaan keyakinan dengan menempatkan agama Islam sebagai agama yang dijadikan untuk membina kerukunan dan mengatur pemerintahan. Oleh karena itu kemudian terjadilah hubungan yang baik antara kedua suku bangsa ini, terutama pada penguasa kerajaan dan tokoh agama yang turut serta menyebarkan agama Islam di Wilayah pesisir Kalimantan. Bahkan selanjutnya kedua etnis ini bahu-membahu menentang kolonial yang ingin berkuasa didaerah Kalimantan, dilanjutnya dengan perjuangan pergerakan mempertahan kemerdekaan RI dibawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


B. LAGENDA DARI PAGATAN

Sebelum peradaan Bugis Pagatan berkembang di Pesisir Kalimantan Bagian Tenggara ini, dulunya hanya merupakan hutan rotan belantara, akan tetapi wilyah ini memiliki potensi alam yang cukup besar yang ditunjang dengan letak wilayah yang strategis, yaitu diapit oleh laut dan sungai serta terdapat selat yang dijadikan para pelaut sebagai tempat perlindungan apabila terjadi badai di laut jawa. Disekitar Muara Pagatan terdapat sungai yang membelah wilayah Pagatan menjadi dua wilayah yaitu wilayah pesisir menghadap Laut Jawa dan wilayah Daratan. Kemudian alur sungai ini megngalir dari kaki gunung meratus samapi mengalir ke Selat Pulau Laut sungai ini dulunya dkenal dengan nama sungai Kukusan sekarang sungai Kusan yang terdapat di Pagatan.
Lagenda Muara Sungai kukusan sekarang Muara Pagatan telah menjadi perhatiansejak dulu kala, tersebut salah seorang Datu yang sakti mandra guna telah melakukan pertapaan di Muara Pagatan, yaitu Bernama Datu Mabrur.

1. Datu Mabrur.
Dalam catatan sejarah Istilah Datu dikenal dalam tingkatan sosial dalam masyarakat Melayu seperti di Sumatera, Malaysia, dan Kalimantan (Banjar). Konon masyarakat Banjar memberikan gelar Datu kepada orang yang Alim dan Saleh, Kepala Adat, Orang yang dituakan, serta Pahlawan yang memiliki kesaktian yang mandraguna. (Idwar Saleh: 1978)

Diwilayah Tanah Bumbu dan Pulau Laut juga ada bebera ceritera rakyat tentang keberadaan Datu yang memilik kesaktian mandra guna, diantaranya adalah Datu Mabrur. Datu Mabrur mempunyai tiga saudara dan ketiga saudaranya telah berkeluarga. Diantara saudaranya ada yang kawin dengan Putri Jawa, Puteri Bali, dan adapula dengan orang Sumatera. Sementara Datau Mabrur belum berkeluarga maka memutruskan untuk melakukan pengembaraan, hingga membawanya samapi di Muara Pagatan di Wilayah Tanah Bumbu. Di Muara Pagatan tepatnya Muara Sungai Kukukusan Datu Mabrur memtuskan untuk melakukan pertapaan.

Setelah dalam pertapaan Datu Mabrur berhasil memunculkan Pulau lengkap dengan gunung yang elok dan cantik kemudian dikenal dengan Sabak Halimun ada juga menyebutnya Pulau Halimun sebab dikatakan demikian sebab Pulau Halimun sebab bisa hilang dan bisa muncul. Kemudian Datu Mabrur berniat untuk berkeluarga dan berhasil mempersunting seorang putri dari Pulau Dewata (Bali), dari hasil perkawinan tersebut melahirkan keturunan 7 orang anak terdiri dari 6 anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Yang masing-masing keturunannya tersebut bernama,
1. Datu Belang Ilat.
2. Datu Karang Kabunan.
3. Datu Karang Baingsang.
4. Datu Karang Kintang.
5. Datu Karang Jangkar.
6. Datu Ning Kurung, (perempuan) dan
7. Data.

Seperti hal itu juga seorang pertapa yang sakti mandra guna bernama Datu Mabrur setalah berhasil membangun pemukiman dan berkeluarga. Kemudian Datu Mabrur membangun peradaban yang berlandaskan Idiologi Agama Hindu sesuai agama yang diyakini. Diawali dengan pengaturan pemerintahan di Pulau Halimun dengan memberdayakan anak-anaknya terlibat dalam pemerintahan Pulau Halimun. Konon pemerintahan di Pulau Halimun Datu-datu yang memegang kekuasaan berada dalam alam gaib tak nampak oleh manusia biasa.
1. Datu Belang Ilat diangkat menjadi Tumenggung.
2. Datu Karang Kabunan diberi tugas untuk mengurus perkebunan dan segala macam tanam-tanaman supaya menjadi subur.
3. Datu Karang Baingsan dipercayakan untuk mengurusi segala hasil laut seperti ikan dan sejenisnya.
4. Datu Karang Jangkar ditugaskan mengurusi pelayaran.

Pernah suatu saat penguasaa Kerajaan Banjar berkunjung Pulau Halimun, karena adanya laporan perjalanan pelayaran pelaut dari Negeri India yang sedang melewati suatu tempat kemudian kapalnya kandas ditengah laut. Tapi yang mengheran nakhoda ditempat kandas seperti ada pulau yang ramai dan kedengaran orang melakukan kegiatan ritual dan aktivitas lainnya, sementara secara kasat tidak ada pulau dan manusia yang kelihatan, setalah kapal terlepas dari kandas kemudian melanjutkan perjalanan ke Bandarmasih dan hal ini disampaikan kepada penguasaan kerajaan.

Raja Banjar diantara Nakhodal India berhasil sampai ke Pulau Halimun tempat dimana kapal India tersebut kandas, tetapi semapai ditempat tersebut Pulau yang dimaksud juga tidak tampak. Kemudian Raja Banjar melaksanakan sholat meminta pertolongan Allah SWT, doanya dikabulkan dan Pulau Halimun muncul dengan eloknya namun, kemudian Raja dan pengikutNya berjalan-jalan mengelilingi Pulau halimun sudah sekian lama berjalan ternyata tidak melihat seorang manusiapun dipulau tersebut. Kemudia Raja sholat dan berdoa lagi alhasil kelihatanlah penduduk dipulau itu yang sedang melakukan berbagai aktivitas. Kemudia Raja bertanya pada salah seorang penduduk tentang siapa penguasa di Pulau ini, orang tersebut kemudian menjawab bahwa kami disini tidak mempunyai Raja hanya memeliki Tumenggung yang berkuasa didaerah ini. Raja Banjar minta diantarkan untuk bertemu dengan Tumenggung. Selanjutnya kedua pimpinan saling berkenalan satu dengan yang lain bahkan memperkenalkan agama yang masing-masing dianutnya.

Raja Banjar bahkan sempat menawarkan kepada tumenggeng dan masyarakat Pulau Halimun agar masuk dalam agama Islam. Tumenggungpun menerima dengan baik usulan Raja Banjar, namun sebelum itu Tumenggung meminta para Pendeta dan petinggi agama di Pulau Halimun untuk membahas usulan Raja Banjar. Sehingga menghasilkan kesepakan bahwa sebahagian masyarakat Halimun memelik Islam dan sebahagian lagi bertahan pada agama yang telah diyakini terutama para pendeta. Kemedian Tumenggung bertanya kepada pendeta yang bertahan pada keyakinan agamanya sebelumnya. Salah seorang Pendeta mengatakan bahwa kalau kami semuanya masuk dalam agama yang ditawarkan oleh Raja Banjar, maka Pulau Halimun tidak dapat dipertahankan lagi sebagai pulau yang gaib, keputusan ini dipahami dan dihormati Temunggung dengan baik. Tapi Tumenggung dan keluarganya menyatakan diri memeluk agama Islam, kemudian diadakanlah perjanjian dengan Raja Banjar. Temuenggung meminta kepada Raja Banjar agar dapat mengatur sistem pemerintahan di Pulau Halimun sebab selema ini Tumenggung mengaturnya hanya sistem kekeluargaan, hal ini disetujui oleh Raja Banjar.

Inilah latar belakang kemudian menjadikan lahirnya Negara Dibalik Sumpah di mana terbagai wilayah kekuasaan di Pulau Halimun menjadi dua wilayah kekekuasaan wilayah gaib dinyatakan sebagai Pulau Halimun dan wilayah yang tampak kemudian dinamakan Pulau Laut.

Fahrurraji: (2002) Dilain riwayat juga diceritakan ketika Sultan Suriansyah memerintahkan Datu Pujung untuk mencari Kayu Ulin empat batang untuk tiang guru Mesjid yang akan didirikan di Kuin Kerajaan Banjar. Setelah Datu Pujung menerima titah Penembahan kemudian segara berangkat ke Timur , sampailah Datu di Muara Sungai Kukusan Pagatan akan tetapi setelah menulusuri hutan belantara tidak menemukan kayu yang dimaksud, hingga akhirnya Datu Pujung bertemu dengan seorang pertaba di Muara Sungai Kukusan yang bernama Datu Mabrur. Datu Pujung tinggal beberapa saat dengan Datu Mabrur di Muara Sungai Kukusan. Kemudian terjalinlah persahabatan yang baik antara kedua datu, hingga suatu hari Datu mabrur minta bantuan kepada Datu Pujung sahabatnya yang sakti mandra guna untuk mencarikan sebuah gunung yang indah di Pulau Jawa yang kelak akan diletakan di sekitar Sungai Kukusan. Tanpa banyak pikir Datu Pujungpun berangkat ke Pulau Jawa, karena menggunakan ilmu lari cepat sebantar saja sampai ketempat yang dituju, kemudian diambilnya sebuah gunung lalu diikatkannya diatas punggungnya dengan tali kemudian dengan cepat pula gunung itu dibawah ke Datu Mabrur, sesampai sekitar Muara Sungai Kukusan tali pengikat gunung putus dan gunung tersebut terjatuh di laut sekarang gunung tersebut dikenal dengan gunung Jambangan yang ada di Pulau Laut.

2. Sungai Kukusan dan Pulau Halimun
Sungai Kukusan adalah sebuah sungai yang alurnya dipadalam berasal dari kaki gunung meratus kemudian mengalir kehilir samapai dengan Selat Pulau Laut dan Laut Jawa. Sungai Kukusan telah membagi dua wilayah Pagatan wilayah dataran dengan potensi pertanian dan perkebunan dan wilayah pantai dengan potensi perekinan laut. Kemudian diapit alur laut jawa dan selat Pulau yang sangat strategis untuk jalur pelayaran yang sampai sekarang ramai dikunjungi baik belayaran samudera, lokal, dan pelayaran rakyat.

Sebagai mana telah diuraikan sebelumnya bahwa keberadaan Pulau Halimun buah hasil pertapaan Datu Mabrur kemudian dapat memculkan Pulau yang elok dan cantik. Kemudian asal mula keberadaan Datu Mabrur tidak diketahui dari mana asalnya, yang jelas bahawa beliau seorang pengembara membawanya samapai di Muara Sungai Kukusan (Sekarang Sungai Kusan terletak di Pagatan Tanah Bumbu).

Keberadaan Pulau Halimun tidak terlepas dengan buah hasil pertapaan seorang Datu Saklti Mandra Guna bernama Datu Mabrur, sebagaiaman persi cerita berikut ini :

Menurut catatan portopolio Sulaiman Najam: Keberadaan Pulau Halimun ini atas jasa Datu Mabrur dan 3 saudaranya, semula Datu Mabrur bermukim di Muara Sungai Kukusan salah satu wilayah di Pagatan. Hingga pada suatu hari Datu Mabrur duduk bertapa diatas batu besar muara sungai Kukusan yang kemudian batu besar tersebut mengantarkan datu Mabrur ketengah laut, bertahun-tahun Datu Mabrur terombang ambing diatas batu namun tidak mengurangi kekhusuan pertapaanya sehingga atas upaya pertapaan tersebut batu tempat pertapaanya tadi menjadi sebuah Pulau yang kemudian diberi nama dengan Pulau Halimun. Ketika kemunculan Pulau Halimun Datu Mabrur kemudian menjadikan sebagai tempat pemukiman bagi keluarganya. Pada suatu hari Datu Mabrur mendapat kunjungan dari sahabatnya yaitu Datu Pujung, dalam pertemuan istimewa ini Datu Mabrur kemudian meminta tolong kepada Datu Pujung agar mencarikan gunung di Pulau Jawa, agar nantinya Pulau Haliman menjadi Pulau yang indah dan elok. Datu Pujung dengan senang hati pula memenuhi keinginan sahabatnya kemudian didatangkannya sebuah gunung yang kemudian dikenal dengan gunung Jambangan.

Bambang (1981) Oleh karena merasa bosan tinggal sendirian di Kampun, Datu Mabrur meninggalkan kampun halaman dengan seorang diri dan akhirnya pada suatu tempat kemudian diketahui bernama Muhara Pagatan. Datu Mabrur duduk termenung kemudian melihat sebuah batu besar yang menarik perhatiannya. Kemudian batu besar tersebut diangkatnya diatas pundaknya yang kekar dan kuat menunuju ketengah laut, sesa,painya dilaut dalam kemudian melatekan batu tersebut. Selanjutnya Daru Mabrur naik diatas duduk bersemedi melakukan pertapaan. Setelah bertahun-tahun lamanya keadaan batu tersebut telah mengalami perubahan. Batu tersebut menjadi besar bentuknya karena telah ditumbuhi pasir dan segala benda-benda yang menyangkut dibatu tersebut yang menjadikan kemudian batu itu menjadi sebuah Pulau. Pada mulanya pulau itu bernama Sabak Halimun (penuh diliputi oleh awan) oleh sebab itu pulau tersebut tidak kelihatan.

Pulau Laut dipandang dari Muara Sungai Kukusan

Pada suatu hari di Sabak Halimun Datu Mabrur di Kunjungi oleh seorang Datu yang sakti mandraguna berasal dari Kerajaan Banjar bernama Datu Pujung. Kemudian kedua datu yang sakti ini menjalin persahabatan, sehingga pada suatu saat Datu Mabrur minta pertolongan Datu Pujung yang memiliki kesaktian dapat memikul beban seberat apapun dapat dipikul dengan cara berlari cepat. Untuk dapat mengambil mengambilkan sebuah gunung yang tinggi di pulau jawa yang akan diletakan sesuai dengan keinginan Datu Mabrur. Kemudian Datu Pujung Tampa berpikir secepat kilat membawakan gunung Datu Mabrur, belum sampai ketujuan yang dimaksudkan Datu Mabrur tiba-tiba gungung tersebut terjatuh dari pikulan Datu Pujung. Namun walaupun tempat jatuhnya tidak sesuai dengan kehendak Datru Mabrur ternyata kemudian Datu Mabrur meyakini bahwa tempat jatuhnya gunung tersebut posisinya lebih baik daripada dimaksudkan rencana sebelumnya. Gunung inil;ah kemudian dinamakan dengan Gunug Jambangan yang menjadi simbol Kotabaru yang terletak diselat Pulau Laut berhadapan dengan Muhara Pagatan.


3. Kerajaan Pagatan di Serang Pasukan Bone
Hal ini pernah diceritakan ketika pasukan kerajaan Bone ingin menyerang Kerajaan Pagatan menjelang sebuh sebelum tiba di Pantai Pagatan ditengah perjalanan tiba-tiba pasukuan kerajaan bone dikejutkan dengan adanya suara ayam yang berbunyi pada hal ia tidak melihat adanya pulau tempat ayam berkokok. Sehingga atas kejadian tersebut pasukan Bone membantalkan untuk menyerang di Kerajaan Pagatan. Setiba di Kerajaan Pagatan yang ia tanyakan kenapa ada ayam berbunyi ditengah laut pada Arung (Raja) Pagatan. Kemudian Arung Pagatan secara diplomasi pula memberikan penjelasan, bahwa untuk memunculkan sebuah Pulau ditengah laut adalah hal yang muda bagi kami, yang terpenting adalah pasukan kerajaan Bone dipersilahkan dulu naik Kesoraja (Istana Raja) menikmati hidangan yang telah kami persiapkan untuk menjami Puang-Puang (Tuan-tuan). Setelah Arung Pagatan merasa sudah siang dan matahri bersinar tinggi kemudian pasukan kerajaan Bone di Persilahkan Pantai Pagatan untuk melihat Pulau yang telah dimunculkan Arung Pagatan. Atas diplomasi Arung Pagatan inilah kemudian pasukan Kerajaan Bone membantalkan niatnya menyerang Kerajaan Pagatan. Selanjutnya mengakui Kerajaan Pagatan sebagai kerjaan yang berdaulat sendiri yang tidak mempunyai hubungan pemerintahan dan hanya mempunyai hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Bone.

Sebenarnya Pulau Halimun kalau malam hari menjelang subuh selalu diselimuti dengan awan mega yang putih bersih yang menyelimuti dan membungkus Pulau Halimun, sehingga yang tampat hanya awan mega yang terapun diatas laut. Menjelang siang dan mata hari bersinar secara berlahan-lahan selimut awan mega menguap memunculkan Pulau Halimun yang indah, cantik dan elok.






Pulau HalimunTerapung Ditengah Laut

4. Puanna Dekke.
Pagatan dulunya merupan hutan rotan belantara, kemudian dibuka dan dibangun oleh seorang saudagar bangsawan dari Wajo bernama Puanna Dekke. Sebelum sampai dimuara sungai Kukusan rombongan Puanna Dekke yang berlayar penyisir Pulau Kalimantan sebanarnya terdiri tiga perahu masing dipimpin oleh tiga bersaudara yaitu Puanna Dekke, Pua Janggo, dan La Paggala. Perahu Pua Janggo, La Paggala serta pengikutnya masing mampir di Muara Sungai Samaranda dan Mara Sungai Pasir. Selanjutnya Puanna Dekke melanjutkan pelayarannya sampai di Selaut Pulau Laut.
Ketika mau menuju laut Jawa Puanna Dekke terhalangan dengan badai kemudian perahunya mampir di Muara Sungai Kukusan. Tertarik dengan Sungai Kukusan perahu Puanna Dekke masuk menyelusuri sungai tersebut dimana dalam perjalannya ia tidak menemukan perkampungan yang terlihat hanya hutan belantyara. Tiba pada suatu tempat melihat sekelompok orang yang sedang melakukan aktivitas ditebing sungai, kemudian iapun mampir menemui sekelompok orang tersebut dan mananyakan nama daerah yang disinggahinya. Dari jawaban sekolompok orang memberitahukan bahwa disini jauh perkampungan dan tempat kita sekarang ini adalah biasanya dinamai sebagai tempat pemagatan, yaitu tempat orang disekitar sini memgambil rotan. Merasa tidak ada penghuninya kemudian Punna Dekke membangun dan membuka pemukiman ditempat itu sebagai tempat pemukiman komunitas Puanna Dekke, selanjutnya setelah menjadi pemukiman yang layak untuk dihuni Puanna dekke memberikan nama pemukiman barunya itu dengan nama Kampung Pagatang.

5. La Penggewa Kapitan Laut Polu.
La Penggewa adalah Raja Pagatan yang pertama yang dikenal sebagai seorang yang gagah berani, Ketika suatu saat La Pengewa diutus oleh Kakeknya Paunna Dekke. Untuk membantu Kerajaan banjar mengusir para perompak yang menggangu stabilitas keamanan perairan di Muara Sungai berita. Niat baik Puanna Dekke disambut dengan baik Panembahan sehingga La Penggewa diberikan kepercayaan memimpin pasukan untuk mengusir perompak. Atas kepercayaan penembahan La penggewa berhasil mengusir para perompak sehingga perompak tersebut lari masuk kepedalaman sungai sampai didaerah Biajuo. Atas keberhasilan ini kemudian Penambahan menganugerahkan kepada La penggewa suatu gelar kehormatan yaitu Kapitan Laut Pulau, oleh karena itu raja Pagatan ini dinamakan dengan La Penggewa Kapitan Laut Pulau.

La Penggewa Kapitan Laut Pulo juga pernah membantu Pengeran Amir yang disingkirkan oleh iparnya Pengeran Nata Mangkubumi dari Kerajaan Banjar. Oleh karena itu kemudian ketika Sultan Sulaeman berkuasa di Kerajaan Banjar, keberadaan La Penggewa Kapitan Laut Pulu yang memimpin Kerajaan Pagatan mendapatkan pengakuan sebagai Raja Pagatan yang berdaulat kepada kerajaan Banjar.



C. BUGIS PAGATAN
Bugis Pagatan adalah salah satu suku bangsa yang ada di Kalimantan Selatan yang sejak pertengahan abad 18 telah bermukim serta mengembagkan peradaban dan persekutuan di Pagatan (Kalimantan Selatan) yang terletak bagian Tenggara kepulauan Kalimantan. Suku Bugis yang pertama kali membangun Pagatan kemudian mengembangkan peradapan dan persekutuannya dulunya berasal dari Wajo (Sulawesi Selatan), Matulada (1985) menjelaskan suku bangsa Bugis dan Makasar sejak dulu terkenal sebagai salah satu bangsa yang suka mengembara mengarungi samudera sehinga dikenal sebagai pelaut tangguh dan ulung. Dengan perahu layar pinisi dan lambo mereka dapat mengarungi samudera Nusantara, ke Barat sampai ke Madagaskar, ke Timur samapi Irian dan Australia. Oleh karena itulah dihampir pantai dan pelabuhan laut dikepulauan Nusantara terdapat perkampungan Bugis. Mereka pada umumnya menetap dan menjadi penduduk daerah itu sambil mengembangkan adat istiadat persekutuan mereka. Terdapat sekarang ini suku Bugis Pagatan di Kalimantan Selatan, suku Bugis Johor di Malaysia, suku Bugis Pasir dan Kutai di Kalimantan Timur, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut Matulada (1985) menjelaskan disamping menjadi pelaut dan nelayan suku Bugis juga mengenal pertanian (Tani) dan Perkebunan (Dare) semenjak dahulu. Tanah-tanah persawahan yang subur yang dikenal sebagai lumbung pada di Sulawesi Selatan adalah terdapat dinegeri-negeri Bugis itu. Seperti Sidenreng, Penrang, dan Wajo. Bahkan orang Bugis Wajo orang wajo juga terkenal sebagai pedagang yang ulet, sampai dengan jaman sekarang orang di Sulawesi percaya bahwa pedagang-pedangan Bugis yang banyak berhasil dalam perniagaannya, niscaya mempunyai titisan darah Bugis Wajo.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas tersebut tiga orang Bangsawan Bugis dari Wajo dan pengikutnya melakukan pelayaran dari Selat Makasar menuju kepulauan Kalimantan. Tiga orang saudagara yang masing masing membawa perahu layar beserta rombongannya adalah. Pua Janggo, La Pagala, dan Puanna Dekke sesampainya di Kalimantan Pua Janggo dan La Pagala masing-masing mampir di Tanggarong dan Pasir, sementara Puanna Dekke terus melakukan pelayaran menelusuri selat Pulau Laut menuju Laut Jawa. Akan tetapi sebelum keluar Laut Jawa Perahu Puanna Dekke dihadang badai yang dahsyat, sehingga ia berlindung di Muara Sungai Kukusan (Muara Pagatan). Badai yang dahsyat belum juga reda Puanne Dekke akhirnya membatalkan niat menuju laut jawa, kemudian malah tertarik untuk menyelusuri perairan sungai Kukusan.
Selama dalam pelayaran menyelusuri sungai Kukusan dia tidak melihat orang melakukan aktivitas dibantaran sungai atau melihat perkampungan pada hal waktu pelayaran sudah cukup lama. Tiba pada suatu tempat dia melihat sekelompok orang dibantaran sungai sedang mengambil rotan, kemudian dia menghampiri dan bertanya tempat apa nama daerah ini, orang tadi menjawab wilayah ini hutan rotan biasa kami ditempat ini melakukan pekerjaan pemagatan artinya mengambil dan mengumpulkan rotan.
Puanna Dekke tertarik atas tempat pemagatan tersebut dan berniat akan membangun perkampungan diwilayah ini. Tempat pemagatan walaupun hanya ditumbuhi hutan belantara bukan berarti tidak bertuan, akhirnya Puanna Dekke berusaha mencari tahu bahwa wilayah yang diinginkan tersebut ternyata masuk dalam kekuasaan Raja Banjar. Dalam catatan lontara Kapitan Latone (ditulis, 21 Agustus 1868) Setelah Punna Dekke( J.C. Nagtegaal menyebutnya Poewono Deka, 12 : 1939) Daerah yang menarik hatinya itu dibuka itu adalah termasuk wilayah kerajaan Banjar, maka dia pergi menemui sultan Banjarmasin.
Sebagai seorang pemimpin Matoa Dagang ( Zainal Abidin, 57 : 1983) tidak sulit buat Punna Dekke berlayar hingga bersandar ke Bandarmasih. Kemudian Puanna Dekke meghadap Panembahan Batu untuk mengutarakan keinginannya. Panembahan Batu kemudian memberikan restu dan ijin utuk membangun pemukiman sebagaimana yang dimaksud. (Lontara Latone) tertulis bahwa pada saat mohon ijin kepada panembahan, ditegaskan kepada Puanna Dekke untuk kesanggupnya menanamkan investasi untuk biaya pembangunan pemukiman baru di atas lahan hutan belantara tersebut, kemudian Puanna Dekke juga dapat menjamin keamanan perairan di Muara Pagatan yang selama ini sering digunakan para bajak laut untuk merompak di Selat Pulaut. Apabila kedua hal tersebut dapat diujudkan maka daerah yang diinginkankan silahkan untuk ditempat sebagai perkampungan warga orang Bugis yang dikemudian hari dapat dijaga dan diwariskan kepada anak cucu Puanna Dekke.
Kehormatan yang diberikan Panembahan ini yang kemudian menjadi semangat bagi pembagunan pemukiman baru, sampai akhirnya menjadi sebuah Kampung oleh Puanna Dekke memberinama Kampoung Pegatan ( asal kata dari tempat pemagatan). Kampoeng Pagatan dalam tatanan Puanna Dekke berkembangan sebagai salah satu Bandar yang strategis yang diapit oleh Laut Jawa dan di Belah oleh Sungai Kukusan (Sekarang Sungai Kusan), sehingga cepat mengalami kemajuan sebagai salah satu bandar yang penting di wilayah Kerajaan Banjar.
Kemudian Puanna Dekke mengundang saudaranya Pua Janggo dan La Pagala untuk membicarakan pemimpin mengatur pemerintahan internal di kampoeng Pagatan. Dalam perundingan tiga bersaudara ini akhirnya menyiapkan Hasan Panggawa sebagai calon raja Pagatan, Hasan Panggewa sendiri ketika itu masih berumur belia termasuk keturunan salah seorang raja Kampiri di Wajo.

D. KERAJAAN PAGATAN 1961- 1912 M.
Nagtegaal (1983) menjelaskan bahwa pertengahan abad ke 18 datanglah pedagang Bugis dari Wajo (Sulawesi Selatan) bernama Poewono Deka, dan atas izin Sultan Banjarmasin kemudian mendirikan kerajaan Pagatan. J.C. Noorlander (190: 1983) menjelaskan dari gelar-gelar yang digunakan raja-raja Banjar ternyata yang bergelar Penambahan Batu (Sultan Banjarmasin) adalah Nata Alam atau Panembahan Kaharuddin Halilullah yang memerintah tahun 1761-1801. Maka berdasarkan data tersebutlah dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kerajaan Pagatan didirikan setelah tahun 1761.


Dengan terjalin hubungan baik Puanna Dekke dengan Panembahan Batu, dimana kepercayaan yang telah diberikan Panembahan kepada Puanna Dekke selalu ia jaga dengan baik, sehingga dalam mengatur Kerajaan Pagatan secara politis masuk dalam kedaulatan Kerajaan Banjar. Oleh karena itu kedudukan Kerajaan Pagatan hanya memiliki hak otonomi pengaturan pemerintahan kedalam, sebagaimana juga kerajaan-kerajaan kecil ketika itu yang tetap berada di bawah kedaulatan kerajaan yang lebih besar. Sebagai mana juga Kerajaan Banjar merupakan kerajaan besar yang ada di Nusantara pada saat itu berfungsi sebagai pelindung terhadap Kerajaan Pagatan.
Kerajaan Pagatan yang muncul pada pada pertengahan abad ke 18. yang diperkirakan berlangsung dari tahun 1861 sampai dengan 1912. Selama satu setengah abad terbagi 4 empat priode system pemerintah, yaitu :

1. Priode ke I Pra Kerajaan di Pimpin Puanna Dekke sebagai pendiri kerajaan Pagatan, dengan mengerahkan seluruh daya upaya beserta pengikutnya membabat hutan belantar, kemudian jadilah pemukiman baru yang kemudian diberi nama Kampoeng Pegatang, selanjutnya Puanna Dekke mempersiapkan cucunya untuk jadi Pemimpin kerajaan Pagatan. Sementara Puanna Dekke yang dikenal pendiri Kerajaan Pagatan tidak mau jadi Raja.

2. Priode ke II Puanna Dekke Memproklamirkan kerajaan Pagatan, dengan menobatkan cucunya bernama La Panggewa sebagai raja pertama di Kerajaan Pagatan.diperkirakan berlangsung dari tahun 1761-1861.

3. Priode ke II Kerajaan Pagatan mengalami perluasan wilayah kekuasaan dengan bergabung kerajaan Kusan, sehingga menjadi Kerajaan Pagatan Kusan. Berlangsung dari tahun 1861 – 1908.

4. Priode ke IV. Kerajaan Pagatan Kusan pada tahun 1908-1912 M telah mengalami perubahan pemerintahaan, kalau sebelumnya beerdaulat terhadap kerajaan Banjar, maka sejak tanggal, 1 Juli 1908 diserahkan kepada pemerintahan Hinda Belanda.

Andi Syaiful (1993) berpendapat bahwa kerajaan Pagatan diperkirakan berlangsung dari tahun 1761- 1912. dan Raja Pagatan yang pertama adalah bernama Hasan Pangewa/La Panggewa Kapitan Laut Pulo (Nategaal, 12-14) menjelaskan beberapa orang raja telah memerintahan Pagatan. Setelah pemerintahan Hasan Pangewa. dalam lontara

E. RAJA-RAJA PAGATAN
1. Hasan Penggewa Raja Pagatan I (1761-1838)
Hasan Pengewa/ La Penggewa adalah Raja Pagatan yang pertama beliau cucu dari Punna Dekke pendiri Kerajaan Pagata. La Panggewa masih keturunan dari Raja Kampiri (Wajo), sejak kecil diboyong Puanne Dekke dari kampiri ke Pagatan, bahkan konon di Pagatanlah La Panggewa di khitan kemudian dinobatkan menjadi Raja Pagatan yang pertama. Mengingat umurnya masih belia maka untuk mengatur pemerintahan untuk sementara dipercayakan kepada pamannya Raja Bolo, sambil mendidik dan membimbing La Pangewa untuk bisa menjadi pemimpin dan mengatur pemerintahan setelah dewasa, atas gembelengan Puanna Dekke dan Raja Bolo La Pengewa menjadi orang perkasa.
Pada suatu peristiwa La Penggewa diutus oleh Raja Bolo untuk menghadap Raja Banjar dalam rangka menyampaikan bahwa selama ini dialur muara sungai Barito para perahu layar saudagar mengalami kesulitan untuk masuk berlayar ke Bandarmasih karena sering digangu oleh para bajak laut yang mengacaukan muara sungai tersebut. Kemudian oleh Panambahan menyambut baik kedatangan La Panggewa Cucu Puanna Dekke, serta diberikanlah kepercayaan La Panggewa memimpin laskar untuk mengusir para bajak laut di Muara Sungai Barito tersebut, atas kehormatan yang dipercayakan Panembahan tidak disia-siakan La Penggewa dan berhasil mengusir perompak tersebut dan lari berpindah ke Biajao. Atas keberhasilan La penggewa inilah kemudian Panembahan menganugerahkan gelar kehormatan kepada La Penggewa sebagai Kapitan Laut Pulo. Atas kesetiaan Puanne Dekke mengutus cucunya oleh Penambahan mengegaskan kembali kepada Kapitan Laut Pulo bahwa sabwa Pagatan yang telah dibangun Puanne Dekke dipersilahkan untuk dikuasai dan dikemudian hari dipersilahkan untuk diwariskan kepada keturunan Puanna Dekke. Sekembalinya dari kerajaan Banjar La Penggwa oleh Puanna Dekke dan Raja Bolo menyerahkan segala hak La Penggewa untuk memimpin dan mengatur pemerintahan kerajaan Pagatan tahun 1800, kemudian La Penggewa Kapitan Laut Pulo wafat tahun 1838 digantikan oleh putranya bernama Abdul Rahim.

2. Arung Pallewange Raja Pagatan II ( Tahun 1838 – 1855)
Abdul Rahim bin Hasan Pengewa dinobatkan menjadi raja Pagatan II pada tanggal 19 Juli 1838 kemudian bergelar Arung Pallewange, selama 26 tahun berkuasa kemudian wafat pada tanggal, 28 April 1855. selanjutnya digantikan oleh putranya Abdul Karim. Dalam catatan lontara bahwa keturunan Abdul Rahim ini kemudian yang banyak memimpin kerajaan Pagatan,

3. Arung La Mattunru Raja Pagatan III (Tahun 1855-1871)
Abdul Karim Bin Abdul Rahim dinobatkan menjadi raja Pagatan III tahun 1855 dan bergelar Arung La Mattunru, pada masa pemerintahannya terjadi perluasan wilayah kerajaan Pagatan dengan bergabung kerajaan Kusan tahun 1861, sehingga menjadi kerajaan Pagatan – Kusan. Kemudian Arung La Mattunru wafat tahun 1871 digantikan oleh putranya Abdul Djabbar.

4. Arung La Makkaraw Raja Pagatan IV (Tahun 1871-1875)
Abdul Djabbar Bin Abdul Karim dinobatkan jadi raja Pagatan tahun 1871 dan bergelar Arung La Makkaraw tidak lama berkuasa kemudian wafat tahun 1875, karena Arung La Makkaraw tidak mempunyai keturunan maka digantikan oleh Daeng Mankkaw putri dari Arung Pallewange.

5. Ratu Daeng Mankkaw Raja Pagatan V (Tahun 1875-1883)
Daeng Mankkaw Binti Abdul Rahim adalah raja Pagatan V yang dinobatkan menjadi raja tahun 1875 kemudian bergelar Ratu Daeng Mankkaw. Pada masa pemerintahan Ratu daeng Mankkaw didampingi oleh suaminya Pengeran Muda Aribillah. salah seorang raja Kerajaan Tanah Bumbu sebuah kerajaan kecil yang berada disebelah Utara Kerajaan Pagatan. Pengeran Muda Aribillah merupakan cucu dari Sultan Banjar Tamjidillah I yang telah mengadakan ikatan perkawinan dengan Ratu Daeng Makkao dari ikatan perkawinan inilah kemudian lahir Andi Tangkung dan Andi Sallo (Abdul Rahim).

Ratu Daeng Mankkaw wafat tahun 1883. Sementara anaknya bernama Abdul Rahim belum dewasa maka untuk pemerintahan kerajaan Pagatan dipercayakan kepada Kolonial Belanda, sementara pemangku kerajaan dipercayakan kepada kakaknya Andi Tangkung

6. Andi Tangkung Raja Pagatan VI ( Tahun 1883-1893)
Andi Tangkung memangku jabatan kerajaan Pagatan bergelar Petta Ratu yang berlansung sejak tahun 1883 dan berahir tahun 1893. Kemudian digantikan oleh Abdul Rahim.

7. Arung Abdul Rahim Raja Pagatan VII (Tahun 1893-1908)
Andi Sallo bergelar Arung Abdul Rahim naik tahta tahun 1893 dan berahir pada tanggal, 16 Juli 1908. Pada masa akhir kekuasaan Arung Abdul Rahim telah terjadi kemelut dalam kerajaan Pagatan Kusan. Peristiwa tersebut berawal perseteruan antara dua saudara antara Andi Sallo dan Andi Tangkung. Andi Tangkung mempersiapkan putranya bernama Andi Iwang sebagai penganti Arung Abdul Rahim pemangku kerajaan Pagatan Kusan, sementara juga Andi Sallo juga mempersiapkan putranya bernama Andi Kacong untuk mengantikan dirinya sebagai pemangku kerajaan Pagatan Kusan. Mencermati komplik internal ini akhirnya setahun sebelum wafatnya Arung Abdul Rahim, yakni pada tanggal, 20 April 1907. Arung Abdul Rahim mengeluarkan suatu pernyataan bahwa kerajaan Pagatan dan Kusan diserahkan kepada pemerintahan kolonial Belanda. Maka setelah empat tahun (1908-1912) pelaksanaan pemerintahan kerajaan Pagatan dan Kusan di bawah suatu kerapatan (zelfbestuusraad), terhitung tanggal, 1 Juli 1912 kerajaan Pagatan dan Kusan dilebur dalam pemerintahan langsung Hindia Belanda (Nategaal: 1983).

F. KERAJAAN KUSAN
Keberadaan Kerajaan Kusan diletarbalakang berbagai peristiwa bersejerah, berawal dari peristiwa terjadinya perahara perebutan kekekusaan dalam dilingkungan keluarga Kerajaan Kayu Tangi sekitar tahun 1785. Yaitu ketika Sultan Tahmidubillah (Pengeran Muhammad) berkuasa di Kerajaan Kayu Tangi beliu mempunyai lima (5) orang anak satu perempuan dan empat laki-laki- yaitu:
1. Putri Lawiah,
2. Pangeran Abdullah,
3. Pangeran Rahmat,
4. Pangeran Amir,
5. Gusti Kusin.

Sekitar Tahun 1785 Sultan Tahmidubillah wafat, sebelum meninggal sultan telah berwasiat bahwa yang akan mengantikan nantinya memimpin Kerajaan Kayu Tangi adalah Putera ke Duanya yaitu Pengeran Abdullah. Mengingat ketika sultan wafat pengeran Abdullah belum cukup umur untuk dapat memimpin kerajaan Kayau Tangi, maka untuk mengisi kekosongan pemerintahan dipercayakan kepada Pangeran Nata Mangkubumi, Pangeran Mangkumi sendiri adalah suami dari Putri Talwiah kakak Pangeran Abdullah. Ketika Pengeran Nata Mangkubumi berkuasaa di Kerajaan Kayu Tangi kemudian mengeluarkan suatu pernyataan, bahwa dialah selamanya akan berkuasa di Kerajaan Kayu Tangi dan tidak akan menyerahkan kekuasaan pada pangeran Abdullah sebagai pewaris kerajaan. Sering dengan pernyataan tersebut terjadilah prahara dilingkungan kerajaan Kayu Tangi diiringan dengan peristiwa mengemparkan dengan meninggal secara tidak wajar Pangeran Abdullah dan Pangeran Rahmat. Untuk mempertahaan kekuasaannya Nata Mangkubumi melakukan persekutuan dengan Belanda.
Dengan peristiwa tersebut di atas maka Pangeran Amir sebagai pewaris Kerajaan Kayu Tangi merasa terancam keselamatanya kemudian secara diam-diam meninggalkan Karajaan Kayu Tangi, menyeberang menyelusuri hutan menuju Kusan (Tanah Bumbu). Kemudian diwilayah kusaan akhirnya Pengeran
Amir menyusun kekuatan dengan mendirikan Kerajaan Kusan tahun 1786, biliau sendiri dinobatkan sebagai raja Kusan dan bergelar Raja Kusan I.
Setelah merasa cukup mempunyai kekuatan serta dibantu dengan kekuatan Kerajaan Pagatan yang berdekatan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan Kusan. Pada tahun 1787 Pangeran Amir salah seorang putera mahkota yang disingkirkan datang menyerang Kerajaan Kayu Tangi dengan kekuatan 3000 lakskar. Pangeran Nata Negara (Nata Mangkubumi), raja yang menduduki tahta kerajaan Banjar (Kayu Tangi) pada waktu itu, amat takut lalu meminta bantuan Kompeni, Residen Walbeck mengirimkan bantuan balatentara dibawah pimpinan Kapten Christaffel Hofman. Sehingga atas persekutuan kerajaan Banjar dan Kompeni tersebut dapat mematahkan perlawanan balas dendam Pangeran Amir. Kemudian dengan kekalahan tersebut Pangeraman Amir ditawan selanjutnya dibuang di Ceylon pada tahun 1789.
Dengan kekalahan Pangeran Amir maka kekuasaan pemerintahan Kerajaan Kusan akhirnya diserahakan kepada Pangeran Musa adik Sultan Adam. Pangeran Musa menjadi Raja Kusan II, didampingi isterinya Ratu Salamah anak dari Sultan Sulaeman Raja Kayu Tangi II. Dari perkawinan Pangeran Musa dan Ratu Salamah dianugerahi keturunan sebanyak 7 orang yaitu. Pangeran Bendahara, Pangeran Panji, Pangeran Abdul Kadir, Pangeran Kasuma Indera, Pangeran Muhammad Nafis Pangeran Jaya Sumitra, dan Pangeran Saputra.
Kemudian Raja Kusan II wafat digantikan oleh puteranya Pangeran Muhammad Nafis bergelar Raja Kusan III, Pengeran Muhammad Nafis merupakan salah satu Raja Kusan yang sangat kherismatik dan berpengaruh karena disamping sebagai Raja biliau juga adalah seorang Ulama. Pada tahun 1840 Raja Kusan III wafat maka yang mengantikan adalah adiknya Pangeran Jaya Sumitra sebagai Raja Kusan IV sementara untuk jabatan mangkubumi Raja Kusan IV mempercayakan kepada saudaranya Pangeran Abdul Kadir.
Saat meletusnya Perang Banjar pada tahun 1859 dibawah kepemimpinan Pangeran Antasari yang telah berhasil menggalang kekuatan dengan pemuka-pemuka masyarakat diwilayah kedaulatan Kerajaan Banjar yang akan menentang Belanda yang telah merusak dan menginjak-injak aturan tatacara dan kehormatan Sultan Banjar. Seruan Pangeran Antasari ini didengar dan dipatuhi masyarakat banjar termasuk Pangeran Jaya Sumitra dan Adiknya yang mendukung seruan Pengeran Antasari. Dukungan Pengeran Jaya Sumitra terhadap Pangeran Antasari tercium Belanda, untuk menghindari penangkapan Belanda terhadap dirinya maka Pengeran Jaya Sumitra dan Keluarga pindah ke Salino, sementara pemerintahan kerajaan Kusan diserahkan kepada Arung Abdul Rahim Raja Pagatan. Pada saat ini Kerajaan Pagatan menjadi Kerajaan Pagatan dan Kusan.

---o0o—

























BAB II
ADAT ISTIADAT BUGIS PAGATAN

A. BUDAYA KEKERABATAN
Hubungan kekerabatan dikalangan Bugis Pagatan tergolong sangat rakat menjaga kerukunan kekeluargaan antara sesamanya, serta mempunyai perasaan solidaritas cukup tinggi menjaga sesama kesukuannya. Oleh karena itu perkawinan seringkali terjadi menjalin hubungan dengan keluarga dekat sebagai prioritas utama dalam mencari pasangan hidup. Disamping itu system kekerabatan juga sangat dipengaruhi oleh kebiasaan adat yang diteruskan secara turun temurun dan oleh agama Islam, oleh karena itu kedua unsure adat dan agama ini terjalin erat.
Setiap kali penyelenggaraan suatu acara, maka dalam pelaksanaan selalu terdapat unsure – unsure budaya dan agama. Berikut ini akan digambarkan beberapa tatacara penyelenggaraan suatu acara yang mempererat hubungan kekerabatan.

1. Perkawinan (Mappabotting)
Perkawinan adalah persoalan yang serius untuk dapat mewujudkan suatu rumah tangga yang meliputi suasana kasih sayang. Bagi Bugia Pagatan perkawinan merupakan suatu pengalaman yang luhur dan agung, Oleh kerana itu setiap penyekengaraan perkawinan hendaklah dapat menciptakan suasana hikmat dan saklar sehingga dapat memupuk makna yang dalam untuk selalu dikenang seumur hidup bagi mempelai. Proses penyelenggaran perkawinan adalah sebagai berikut :
a. Mammanu – manu
Mammanu – manu adalah suatu tahap awal orang tua yang berusaha mencari calon menantu anak laki – lakinya dengan jalan menyebarkan para keluarga dekat yang dapat dipercaya mencari informasi seoarang gadis yang dapat dijadikan calon mempelai. Dikatakan mammanu – manu yang berarti burung, jadi keluarga yang disebar tadi bagaikan burung yang mengintai dan tanpa diketahui oleh yang diperhatikan. Keluarga tadi hinggap dari suatu tempat ke tempat yang lain, sampai berhasil menemukan calon mempelai yang bisa dijadikan pasangan hidup yang baik.
Sementara anak laki – laki yang ingin ducarikan pasangan jodoh oleh orangtuanya biasanya menerima saja segala pilihan dan keputusan keluarga, oleh kerana itu dalam musyawarah keluarga harus dapat menemukan calon yang sesuai selera anak laki – laki tadi.
Biasanya kalu anak laki – laki yang telah dipilihkan caoln isteri, apabila dia setuju dengan pilihan orangtua akan dapat diketahui melalui mana kala anak laki – laki tadi semakin bersemangat dalam membantu pekerjaan orangtuanya, rajin mengerjakan segala pekerjaan, dan sebaliknya. Seorang anak yang baik tidak akan melakukan bantahan atas keinginan orangtua, tinggal bagaiman kemampuan orangtua berlaku secara bujaksana.
Kalau sudah yakin, bahwa anak laki – lakinya menuruti saja keinginan orangtua, barulah dicoba melakukan tahap perkenalan kepada keluarga calon mantu, dengan cara berkirim salam atau mengutus salah satu keluarga untuk melakukan kunjungan silaturrahmi, agar dapat melihat secara dekat calon mantu. Yang penting diperhatikan adalah; bagaimana sopan santunnya, caranya menjemur pakaian, caranya menyelesaikan persoalan dapur, dan caranya berpakaian, dan bagaimana kehidupan keluarganya.

b. Mattangke.
Kalau keluarga yang diutus telah melihat dari dekat calon mantu, kemudian dirundingkan segala informasi yang telah diperoleh itu. Kalau semuanya sesuai dengan keinginan, dan juga adanya tanda – tanda bahwa keluarga calon mantu juga kelihatannya besar kemungkinan akan menerima, maka langkah berikutnya dilakukan adalah Mattangke.
Mattangke adalah menjalin hubungan antara kedua calon mempelai, sebagai langkah awal untuk tahap pengenalan antara kedua belah pihak satu sama lain sebelum mewujudkan mahligai rumah tangga.
Tata cara pelaksanaannya adalah orangtua calon mempelai pria mengutus beberapa orang keluarganya untuk melakukan kunjungan kepada keluarga si gadis. Sesampainya di sana untuk bertamu, lalu menyampaikan maksud kedatangannya baik secara kiasan maupun sacara terang – terangan. Setelah gayung bersambut, barulah dibicarakan lagi usaha untuk saling mengenalkan kedua calon mempelai yang senantiasa diarahkan dan dibimbing oleh masing – masing keluarga. Setalah adanya Sitangke ini, keluarga calon mempelai perempuan tidak akan lagi menerima lamaran orang lain, sebab sudah ada keluarga yang ingin meminangnya.

c. Madduta
Selama dalam proses berjalannya tahap pengenalan kedua calon mempelai, dapat berjalan dengan baik sebagaimana diharapkan. Kemudian keluarga calon mempelai pria berkirim lagi salam kepada keluarga calon mantu, tentang adanya rencana dalam waktu dekat berkunjung untuk melanjutkan pembicaraan, pembicaraan seperti ini nantinya disebut sebagai acara Madduta.
Sebelum acara Madduta berlangsung yang biasanya diadakan pada waktu malam hari dirumah keluarga calon wanita. Maka masing – masing keluarga melakukan berbagai persiapan terutama mengumpulkan para keluarga yang dapat dilibatkan dalam pembicaraan dan masing – masing mempersiapkan materi pembicaraan yang diinginkan.
Biasanya para keluarga yang terlibat nantinya dalam pembicaraan dalah mereka yang ditokohkan dalam setiap keluarga, serta mempunyai wibawa dan mahir dalam menyampaikan tutur bahasa yang baik.
Pada saat berlangsungnya acara Madduta, materi pembicaraan yang terpenting adalah masing – masing keluarga sepakat untuk menyelenggarakan perkawinan, setelah itu barulah dibicarakan waktu penyelenggaraan akad nikah, seterusnya dana dan prasarana yang harus dipersiapkan keluarga calon mempelai pria.
Madduta adalah proses berlangsungnya pinangan keluarga calon mempelai pria kepada keluarga mempelai wanita yang akan membicarakan berlangsungnya penyelenggaraan perkawinan.


d. Mappenredui.
Setelah Madduta keluarga mempelai pria mulai mempersiapkan segala yang diminta keluarga mempelai wanita, biasanya berupa ; beras, uang, gula, sapi, perlengkapan pakaian wanita, dan perlengkapan prabot kamar pengantin. Sebelum ini diantar dalam suatu acara khusus yang berlangsung dirumah mempelai wanita. Keluarga mempelai pria juga menyerahkan beberapa perlengkapan lain yang punya makna tersirat, seperti ; Beras kuning yang diberiakn aroma wewangian daun pandan yang diracik, nantinya dimasukan kedalam kempu bersama uang yang diperluakan, juga disertakan rekko ota, kunyit, dan kayu manis setelah itu dibungkus kain kuning.
Kemudian terdapat juga bungkusan lain yang berwarna putih berisikan, yaitu ; sebuah cobek bermakna agar mempelai wanita dapat mengerti permasalahan dapur, Bunga Penno – peno berpasangan bermakna agar keduanya nanti mendapatkan rezekinya yang berkecukupan, Bunga Parerenreng bermakna agar keduanya senatiasa mesra menjalin kasih sayang dan saling merindukan, Bawang putih bermakna agar hatinya ikhlas suci dan murni, Pittamarola agar selalu menumbuhkan kesan untuk saling membutuhkan satu sama lain, Senang agar keduanya senantiasa lapang dada, Gula Merah agar keluarga senantiasa manis dan harmonis, dan Kelapa agar kelihatan nikmat kehidupan rumah tangga.
Kemudian setelah sudah disiapkan semuanya pada waktu yang telah disepakati bersama, barulah mengundang para keluarga handaitaulan untuk mengantarkan perlengkapan yang dimaksudkan diatas keruamah keluaraga mempelai wanita. Sementara keluarga mempelai wanita juga mengundang para keluarga dan handaitaulan untuk menyambut kedatangan rombongan keluarga mempelai dan selanjutnya dilaksanakan dengan pembacaan doa selamat.
Acara Mappenredui ini ditata dan dilaksanakan oleh perempuan atau acara perempuan, tamu pria hanya mengikuti saja jalannya acara tidak mempunyai peranan khusus. Sebelum acara bubar biasanya ada sedikit musyawarah antara kedua keluarga untuk mempermantap kesiapan menyelenggarakan acara berikutnya, yaitu Menrekawing.
e. Menrekawing
Menrekawing adalah mengantar calon mempelai pria untuk melangsungkan akad nikah di tempat calon mempelai wanita. Penyelengaraan acara ini biasanya berlangsung pada waktu malam hari dalam acara akad nikah ini juga diselingi beberapa acara adat, serta dilengkapai dengan kesenian Massukkiri atau Al Barzanji.
Menjelang berlangsungnya penyelanggaraan akad nikah, maka keluarga mempelai wanita mengutus beberapa orang untuk Madduppa ( menjemput ) dan menberitahukan kepada keluarga mempelai pria bahwa acara sebentar lagi akan dimulai. Kemudian mempelai pria segera diantar bersama pada’nya ( rambongan pengantin ) ketempat berlangsungnya upacara akad nikah, beberapa orang dari rombongan itu ada yang membawa bungkusan kuning yang berisikan beras kuning, racikan daun pandan yang beraroma, dan uang mahar pengantin yang dimasukan ke dalam kempu lalu dibungkus kain kuning, atau dapat juaga berupa perlengkapan sholat sebagai mahar perkawinan.
Setelah mempelai pria tiba di depan tangga, maka segera disambut dengan pembacaan syalawat kemudian dipersilakan memasuki ruangan utama dan duduk diatas Leppi Lipa ( sarung yang dilipat sedemikian rupa ). Selanjutnya menyusul undangan yang lainnya juga naik untuk turut menyaksikan acara akad nikah. Adapun rangkaian acara dalam penyelenggaraan Mappenrekawing ini adalah ;

f. Mappanredewata.
Sebelum akad nikah berlangsung, ke dua mempelai dianjurkan mengikuti upacara Mappanredewata secara bergantian yang dipimpin oleh seorang Sandro.
Mappanredewata adalah suatu upacara adat yang bertujuan memperkenalkan bayangan semu ke dua mempelai sebelum saling mengenal secara nyata. Upacara ini berlangsung di dalam kamar di atas ranjang pengantin, dengan menghadapi sajian upacara berupa ketan berwarna merah, hitam, kuning, dan putih juga terdapat panggang ayam, pisang raja, telur dan lain – lain.


g. Mappakawing.
Berlangsung acara akad nikah yang dipimpin seorang Pua Imang ( Imam atau guru agama ), serta terdapat dua orang saksi dari masing – masing pihak. Acara akad nikah ini sebagaimana ketentuan agama Islam.
Setelah selesai akad nikah, maka mahar yang dibungkus kain kuning tadi salah seorang mempersilahan mempelai pria menemui isterinya, sekaligus membawa maharnya untuk diserahkan secara langsung kepada mempelai wanita.

h. Makkarawa.
Setelah mahar sudah diterima mampelai wanita, kemudian mempelai pria dipersilakan memegang salah satu bagia anggota badan isterinya, sekaligus memasangkan salah satu benda yang berharga untuk isterinya, biasanya berupa cincin, gelang, dan rantai.
Sementara bagian tubuh yang biasanya dipegang mempelai pria adalah bagian - bagian yang berisi, seperti susu, lengan atau pantat. Acara inilah yang dimaksud dengan Makkarawa.

j. Makkabettang.
Usai acara Makkarawa dilanjutkan lagi dengan acara Makkabettang. Makkabettang adalah suatu acara memperlombakan kedua mempelai, caranya ke dua mempelai duduk berdampingan dengan kaki ancang – ancang berdiri. Setelah pemimpin acara mengalungkan sebuah sarung kepada kedua mempelai setelah ada aba – aba kedua mempelai serentak berlomba berdiri. Menurut perkiraan siapa yang duluan berdiri , maka ialah yang sangat mempengaruhi corak rumah tangganya.
Setelah selesai acara Makkarawa dan Makkabettang, maka mempelai pria dipersilakan kembali duduk ditempat semula untuk mengikuti pembacaan Al Barzanji atau mendengarkan kesenian Massukkiri yang juga menyanyikan syair Al Barzanji sambil menikmati suguhan yang disajikan keluarga mempelai untuk semua undangan yang hadir. Usai acara ini selesailah seluruh rangkaian acara Menrekawing.

k. Situdangeng Botting.
Situdangeng Baotting adalah merayakan hari bersandingnya kedua mempelai yang berlangsung di tempat mempelai wanita, waktu bersanding biasanya mulai jam 10.00 – 14.00 atau sampai habis waktu undangan yang datang. Adapun busana yang digunakan pada saat bersanding ini adalah untuk mempelai wanita menggunakan pakaian pengantin yang dinamakan Simpolong Tettong, sedangkan untuk mempelai pria menggunakan pakaian pengantin yang dinamakan Sigera’.
Sementara para muda – mudi yang bertugas melayani para undangan, yaitu pemudanya menggunakan busana baju belanga sedangkan pemudinya menggunakan busana baju bodo.
Tata cara Mappenre Botting untuk bersanding di tempat mempelai wanita adalah, sebelum rombongan mempelai pria berangkat dia harus menunggu dulu Padduppa ( utusan ) dari keluarga mempelai wanita, setelah sudah tiba utusan barulah mempelai pria diarak menuju tempat dilangsungkan perayaan hari perkawinan.
Setelah undangan sudah mulai berkurang untuk menghadiri perayaan perkawinan, maka dilanjutkan lagi acara sebagai berikut :

l. Mammatua
Mammatua adalah kedua mempelai diberangkatkan menuju rumah keluarga mempelai pria, untuk memperkenalkan mempelai perempuan dengan mertuanya, serta melakukan sujud terhadap mertua. Setibanya dirumah mempelai pria mempelai wanita disambut ibu mertuanya, sekaligus akan diberikan hadiah atau cendramata dapat berupa cincin, kalung, atau gelang yang terbuat dari emas atau batu yang berharga. Ditempat ini juga dihadiri para undangan dan ada acara suguhan sekaligus ke dua mempelai kembali dipersandingkan hingga menjelang malam. Setelah selesai acara mammatua ke dua mempelai kembali diantar keruamah wanita untuk mengikuti acara selanjutnya.

m. Botting Silellung
Botting Selellung adalah suatu rangkaian acara hiburan yang diselenggarakan dirumah mempelai wanita. Permainan kejar – mengejar mempelai dimaksudkan dalam acara ini agar ke dua mempelai dapat segera lebih akrab, sekaligus menciptakan suasana penuh canda dan tawa di masing – masing keluarga yang hadir pada malam itu.
Permainan Botting Silellung dibagi dua bentuk pormasi kejar – kejaran pengantin, yaitu : pormasi permainan Makkiti – kiti dan pormasi permainan Mebelle – belle. Cara permainannya adalah ;

1) Makkiti – kiti :
Permainan ini dimulai dengan sekelompok perempuan yang mengenakan sarung yang sama dan menutup sekujur tubuhnya dengan sarung, kemudian bergerak dengan berdongkok bagaikan kumpulan itik. Lalu mempelai pria berusaha dengan cermat menebak sekaligus menangkap isterinya yang ada diantara rombongan Makkiti – kiti, apabila salah tangkap akan didenda dengan memberikan suatu barang kepada orang yang ditangkapnya. Permainan Makkiti – kiti baru akan berakhir setelah mempelai pria dapat menemukan pasangannya yaitu mempelai wanita.

2) Mabelle - belle
Permainan ini dilakukan sekelompok muda – mudi yang saling bergandeng tangan membuat suatu pormasi lingkaran, kemudian ke dua mempelai dipisahkan. Mempelai wanita dimasukan dalam lingkaran dan mempelai pria diluar lingkaran, kemudian mempelai pria berusaha menangkap isterinya dengan melewati lingkaran tadi, manakala mempelai pria masuk dalam lingkaran maka mempelai wanita cepat – cepat menghindar keluar demikian seterusnya sampai suaminya dapat mendekapnya dan berakhir pula permainan ini.

3) Masukkiri Maddutung.
Setalah permainan Botting Silellung, maka ke dua mempelai duduk lagi bersanding ditengah – tengah undangan yang hadir untuk mengikuti acara pembacaan Al Barzanji, biasanya pembacaan syair – syair Al Batzanji dilakukan oleh sekelompok kesenian masukkiri.
Dengan berkumandangnnya bahana permaina Masukkiri Maddatung maka hiasan – hiasan ditempat penyelenggaraan mulai dibuka, menandakan bahwa penyelengaraan acara Mappabotting telah selesai. Setelah menerima suguha makanan kue tradisional, seperti kanrejawa pute, burasa, ppu pesse, cicuru tellu, baulu, nennu – nennu, agara, dan lain – lain. Maka para undangan memberikan salam kepada mempelai dan pamit pulang masing – masing.

4) Mappatidro Botting.
Setelah para undangan masing – masing pulang, waktu juga sudah larut malam, maka mempelai wanita diperintahkan untuk beristirahat diranjang pengantin didampingi salah seorang orangtua yang dekat dengannya untuk tidur. Setelah mempelai wanita tidur nyenyak, maka orangtua yang menemani tadi segera keluar dari kamar sraya memerintahkan suaminya pelan – pelan masuk dalam pengantin untuk tidur berdua bersama isterinya. Disinilah dituntut kemampuan seorang laki – laki untuk dapat menjinakkan isterinya, sebab kalau tidak mempunyai strategi yang baik bisa – bisa isterinya akan berteriak atau mengusirnya.

n. Marola Tellumpenni
Setalah menginap satu malam di rumah keluarga mempelai wanita, kemudian ke dua mempelai diantar oleh keluarganya untuk menginap tiga malam ditempat keluarga mempelai pria. Kehadiran menantu perempuan dirumah ini juga akan diberikan benda – benda berharga. Setelah tiga malam menginap untuk langkah selanjutnya sepenuhnya kedua mempelailah yang mengatur diri atau keluarganya, kalau belum mempunyai rumah sendiri terserah kesepakatan dia dimana mau tinggal untuk sementara, apakah dirumah mempelai pria atau dirumah mempelai wanita.
Demikian tatacara penyelenggaraan Mappabitting ( Perkawinan ) budaya Bugis Pagatan yang melalui perjalanan yang panjang dan persiapan yang matang, baik kedua keluarga mempelai selaku pelaksana, maupun ke dua mempelai yang akan bersiap – siap membentuk suatu mahligai rumah tangga yang bahagia dan sejahtera. Pleh karena itu, menurut pendapat orang bijak bahwa seorang yang ingin memasuki rumah tangga hendaknya dapat mengelilingi dapur tujuh kali. Maksud kiasan ini seorang perempuan garus dapat mengerti tanggung jawab sebagi seorang isteri, dan seorang suami mampu menjadi pemimpin dalam rumah tangganya.
Selain penyelenggara Mappabotting, berikut ini akan dilanjutkan menggambarkan secara global saja, tentang beberapa rangkaian penyelenggaraan adat yang dilaksanakan didalam lingkungan keluarga.

2. Pelaksanaan Massola
Masola adalah suatu rangkaian acara yang dilakukan daalm keluarga, setiap kali ada seorang isteri yang untuk peertama kalinya mengalami kehamilan. Pada saat hamil tujuh bulan, akan diadakan acara Masola ( mencucu perut ) atau mandi – mandi kembang sepasang suami isteri.
Tata cara pelaksanaannya adalah sepasang suami isteri dipersilakan duduk bersanding masing – masing diatas sebiji kelapa muda dan menghadapi tempat air yang berisikan aneka kembang yang punya aroma yang harum, kemudian diatas kepalanya terdapat sehelai kain putih sebagai penyaring air saat dimandikan. Sebelum dimandikan dengan air kembang terlebih dahulu Sandro ( pemimpin upacara ) mencucu perur isteri yang hamil tadi dank e duanya dipercikan air Passili. Setelah itu barulah dimandikan air kembang melalui saringan sehelai kain putih yang empat ujungnya dipegang masing – masing keluarga yang turut menyaksikan acara Masola.
Setelah mandi – mandi baju yang dikenakan sepasang suami isteri tadi dilepas diganti dengan pakaian yang kering, dan pakaian yang basah tadi deberikan kepada Sandro. Setalah ke duianya telah mengenakan busana atau berdandan, maka dipersilan lagi untuk mengikuti acara berikutnya, yaitu Manggolo manghadapi aneka suguhan yang lezat, seperti ketan ( sokko ) yang berwarna merah, hitam, kuning, dan putih serta terdapat juga panggang ayam, telur masak, pisang raja dan aneka kue tradisional Bugis Pagatan.
Acara Masola ini juga mengundang keluarga dan handaitaulan yang turut menyaksikan, dan ikut mencicipi suguhan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setelah pembacaan doa syukuran dan selamat para undangan akan dipersilakan menikmati suguhan penyelenggara.


3. Pelaksanaan Mappenretojang
Mappenretojang adalah suatu penyelenggaraan acara bagi suami isteri yang baru saja mendapat keturunan atau acara syukuran menyambut kelahiran bayi. Aacara Mappenretojang biasanya dilaksanakan pada saat anak berumur tujuh hari, empat belas hari atau empat puluh hari.
Tatacara melaksanakan Mappenretojsng setelah dilaksanakan pembacaan doa syukuran, kemudian bayi tadi diberikan nama yang sesuai untuk dipergunakan dimasa akan datang. Lalu diarak keliling untuk diperlihatkan dan dipegang kepada undangan yang berhadir, setalah itu barulah anak tadidimasukkan kedalam ayunan untuk pertama kalinya, sebab sebelum Mappebretojang anak tadi tidak diperkenankan untuk diayun terlebih dahulu, baru bisa di ayun setelah diselengarakan mappenretojong.
Selama bayi tadi belum tumbuh giginya tidak boleh bersentuhan dengan bayi lain yang juga belum tumbuh giginya, konon dikhawatirkan salah seoarang kemungkinan nanti ada yang bisu. Setelah bayi sudah dapat berjalan dengan baik, barulah diadakan lagi acara makkalejja tanah. Makkalejja tanah adalah suatu acara menurunkan anak ketanah untuk menjajak tanah, sebelum dilakukan acara ini orangtua si balita harus betul – betul manjga agar jangan sampai turun ketanah.

4. Pelaksanaan Masunna dan Makkatte
Massunna dan Makkatte adalah melaksanakan sunatan bagi anak yang sudah cukup umur, sesuai dengan anjuran agama islam bagi anak laki – laki dinamakan Massunna dan bagi anak perempuan dinamakan Makkatte.
Acara ini juga melibatkan undangan untuk mengikuti acara selamatan, dam menyaksikan acara sunatan bagi keluarga yang menyelenggarakan. Bagi anak laki – laki dulu, disunat dilakukan seorang Sandro dengan menggunakan alat pemotong dari sembilu. Selesai penyunatan maka dibacakan syalawat. Kemudian para keluarga yang hadir disitu secara serantak masing – masing mengambil air dan sepotong bamboo yang digunakan saling menyemprotkan air dengan bamboo, sehingga pada saat itu terjadi gegap gempita masing – masing berusaha untuk saling menyemburkan air sampai semuanya basah kuyup. Demikian juga dengan acara Makkatte abgi anak perempuan, terlebih dahulu Sandro Maccera ( memotong sedikit alir ayam ) dan darahnya itu digunakan untuk dioleskan terhadap Vulpa sesuatu yang dipotong atau diiris pada anak perempuan.

5. Pelaksaan Mappanrelebbe
Penyelenggaraan Mapenrelebbe adalah suatuacara yangdilaksakan sebagai syukuran terdap beberapa oaring anak yang telah menyelesaikan atau khatam membaca 30 juz Al Qur’an. Bberapa anaka yang khatam akan didandani dengan busana pakaian haji, stelah itu pihak pelaksana menyiapkan juga Lasoji sebagai perlengkapan upacara tamatan Manrelenne. Lasoji adalah seperangkat bendera yang terbuat dari belahan bamboo dan kertas kemudian terdapat telur masak yang dicucuk pada bamboo, stelah itu baru ditancapkan dalam Lasoji yang terbuat dari batang pisang. Stiap satu orang anak garus menyiapkan dua atau tiga Lasoji.
Cara melaksakan Maparelebbe setiap anak yang khatam berpakain haji duduk berdampingan mengahadapi guru mengajinya, kemudian dengan dipandu gurunya dia membacakan beberapa ayat disaksikan para undangan yang berhadir. Setalah itu masing – masing anak bersujud pada grunya juga pada orangtua dan keluarganya. Kemudian dilanjutkan pembacaan doa selamat dan seterusnya menikmati sajian tuan rumah. Pada saat undangan hendak pulang akan dibagi – bagikan bemdera Lasoji, dan sisa bendera diberikan pada guru mengajinya yang nantinya bendera Lasoji itu diarak bersama anak yang Manrelebbe kerumah gurunya. Semantara kayu manis yang dipergunakan si anak menunjuk ayat- ayat Al- Qur’an pada saat Manrelebbe dibagi – bagikan pada anak – anak yang ada dirumah itu dengan cara dipotong – potong, dengan harapan anak – anak yang menerima potongan kayu manis tadi juga dapat segera khatam Al – Qur’an, potongan kayu manis yang diberikan pada si anak untuk dikunyah sampai habis rasa manis dan pedasnya baru dibuang.

6. Pelaksaan Maddojarateng
Madorajateng dalah suatu acara yang dilaksanakan oleh keluarga yang ingin memulai mendirikan tiang –tiang utama rumah. Acara ini dilaksanakan semalam suntuk dengan melakukan berbagai kegiatan sebelum tiang rumah didirikan menjelang waktu pagi.
Acara atau kegiatan yang dilaksanakan oleh oemilik rumah adalah ; pembacaan Al Barzanji, Masukkiri, dan pembacaan doa selamat agar rumah yang hendak didirikan tidak mendapat rintangan. Disamping itu membungkus kain kuning di salah satu tiang utama yang dinamakan dengan Posibola. Posibola inilah yang dilengkapi berbagai barang material yang bermakna tersirat, seperti dipercikan kembang yang dinamakan Passili dilakukan oleh Sandro diletakkan dibawahnya tempat tertancapnya Posibola emas atau intan agar rumah itu dapat nyaman dan indah ditempati pemiliknya, kemudian juga terdapat gula merah, nangka, dan kelapa yang digantung didekat tiang itu. Sebelum didirikan tiang rumah Posibola selalu dijaga oleh pemilik rumah, pada saat akan didiriakan maka Posibola dulu yang merupakan tiang utama yang didirikan baru diikuti tiang – tiang yang lain. Selesainya pendirian tiang – tiang rumah diharapkan sebelum fajar menyingsing atau matahari tampak. Dalam mengirikan tiang – tiang rumah dilakukan secara bergotong royong oleh para keluarga atau undangan yang telah diundang.

7. Pelaksanaan Menrebola Baru
Menrebola Baru adalah suatu acara selamatan dilakukan suatu keluarga untuk memulai menempati rumah yang telah selesai pembangunan atau sudah bisa ditempati oleh penghuninya. Dalam acara ini juga diadakan pembacaan Al Barzanji dan doa selamatan, agar penghuni pemilik rumah dapat tinggal dengan tenang dan nyaman sebagai rumah peristirahatan keluarga.
Tatacara pelaksanaannya sebelum berlangsungny acara pemilik rumah meletakan tebu yang masih punya daun pada masing – masing tiang utama, semantara Posibola Dilengkapi lagi dengan pisang, gula merah, nangka, kelapa dan beberapa batang tebu. Sementara pada pelafon rumah dihiasidengan berbagai kue atau gula gula ( Perman ) yang digantung secara rapi memadati pelafon rumah. Setelah berlangsung acara pada saat pembacaan syalawat sampai pada asrakal semua yang hadir ditempat itu berdiri, dan berebut merampas tebu dan gula – gula tadi kecuali yang ada pada Posibola tidak boleh diambil. Selasai itu dilanjutkan kembali pembacaan Al Barzanji dan doa selamatan sebelum menerima suguhan dari pemilik rumah. Setiap malam jum’at pemilik rumah masih mengadakan pembacaan Al Barzanji dengan mengundang keluarga dan tetangga dekat, hal ini dilakukan tiga jum’at.
Demikianlah beberapa penyelenggaraan acara yang dilakukan dilingkungan keluarga Bugia Pagatan. Barangkali dengan seringanya mengumpulkan orang banyak untuk melakukan berbagai acara maka rumah - rumah Bugis Pagatan ruangan utamanya cukup luas dan sedikit kamarnya. Dengan ruangan utama yang luas memudahkan untuk mengadakan berbagai penyelenggaraan acara sehubungan mengumpulkan orang banyak.
Bentuk keluarga terpentingb bagi Bugis pagatan adalah keluarga Batih. Keluarga Batih terdiri dari suami isteri dan anak yang didapatkan melalui perkawinan. Adat sesudah nikah pada prinsipnya neolokal. Hubungan social diantara keluarga Batih sangat erat, keluarga Batih merupakan tempat paling aman bagi anggopta – anggotanya ditengah – tengah hubungan kerabat yang lebih besar dan masyarakat.

B. BUDAYA KEMASYARAKATAN
Lapisan masyarakat di Pagatan dari jaman sebelum pemerintahan colonial Belanda, dulu ada tiga lapisan pokok. Yaitu ; ( 1 ) Anak arung adalah lapisan kaum kerabat raja – raja, ( 2 ) To’maradeka adalah lapisan orang merdeka, dan ( 3 0 Ata adalah lapisan orang budak ialah orang yang tidak dapat membayar hutang atau orang yang melanggar pantangan adat.
Pada mulanya lapisan masyarakat hanya dua, dan bahwa la[isan ata itu merupakan suatu perkembangan kemudian yang terjadi dalam jaman perkembangan dari organisasi – organisasi orang bugis pagatan. Lapisan Ata mulai hilang karena larangan dari kolonial dan desakan dari agama. Kemudian itu pula setelah penghapusan system kerajaan di Pagatan arti dari perbedaan antara anakarung dan to maradeka dalam kehidupan masyarakat secara bertahap mulai berkurang. Adapun gelar bangsawan seperti arung, andi, puatta, dan daeng. Walupun masih dipakai, toh tidak lagi mempunyai arti seperti dulu, dan sekarang malahan sering dengan sengaja diperkecilkan artinya dalam proses perkambangan sosialisasi dan dalam demokratisasi dari masyarakat Indonesia.
Berikut ini akan digambarkan pola tingkah laku Bugis Pagatan yang tercermin dalam realita kehidupan yang erat hubungannya dengan unsure budaya dalam menjalin interaksi social. Serta digambarkan pula bagaimana sikap dan solaidaritas meraka dalam menjaga hubungan social yang tercermin dalam beberapa penyelenggaraan upacara kemasyarakatan.

1. Filsapah Siri’
Kosepsi sri mengintekrasikan secara organis semua unsure pokok dari penganderreng. Konon dalam masyarakat Bugis peristiwa bunuh membunuh dengan Jallo ( Hamuk ) itu dengan latar belakang siri’. Secara lahir sering tampak seolah – olah orang Bugis itu merasa siri’, sehingga rela membunuh atau terbunuh kerana alasan yang sepele, atau karena pelanggaran adat perkawinan. Pada hakekatnya alasan yang sepele yang menimbulkan rasa siri, hanya merupakan salah satu alasan lahir saja dari suatu kompleks sebab – sebab lain yang menjadikan ia kehilangan martabat dan rasa harga diri dan demikian juga identitas sosialnya.
Ada tiga pengertian konsep siri’ itu ialah : malu, daya pendorong untuk membinasakan siapa saja yang telah menyinggung harga diri secara tak berprikemanusiaan terhadap diri seseorang, atau dengan daya pendorong utuk bekerja atau berusaha sebanyak mungkin. Selain itu dapat dikemukakan bahwa siri’ adalah perasaan malu yang memberi kewajiban moral untuk membunuh pihak yang melanggar adat, terutama dalam soal – soal hubungan perkawinan.
Dalam kesusastraan Paseng yang memuat amanat – amanat dari nenek moyang terdagulu, ada contoh – contoh dari ungkapan yang diberikan kepada konsep siri’, seperti termaktub berukut ini :
a. Siri’mi rionroang ri – lino artinya ; hanya utuk siri; itu sajalah kita tanggal di dunia. Dalam ungkapan ini termaktup arti siri’ sebagai hal yang memberi identitas social dan martabat kepada seorang Bugis. Hanya kalau ada martabat itulah maka hidup itu ada artinya.
b. Mate ri siri’na artinya; mati dalam siri’, atau mati untuk menegakan martabat diri yang dianggap suatu hal yang terpuji dan terhormat.
c. Mate siri’ artinya ; mati siri’, atau orang yang sudah hilang martabat diri, adalah seperti bangkai hidup. Demikian orang Bugis yang mate siri’ akan melakukan Jallo atau Amuk sampai ia mati sendiri. Jallo’ yang demikian itu disebut nappaentengi siri’na, artinya ; ditegakkannya kembali martabat dirinya. Kalau ia mati dalam Jallo’nya itu, maka ia sebut worowane to – engka siri’na, artinya ; jantan yang ada martabat dirnya.
Siri’ merupakan pola tingakah laku orang Bugis yang tercermin dalam realita kehidupan dan juga merupakan suatu perujudan tingkah laku yang berkaitan erat dengan unsur budaya di dalam menjalin interaksi social.

2. Acara Mappanretasi.
a. Pengertian Mappanretasi
Mappanretasi adalah suatu acara ritual ungkapan rasa syukur nelayan Bugis Pagatan kepada Tuhan atas kesejahteraan yang didapatkan melalui hasil tangkapan ikan dilaut oleh nelayan. Acara ini dilaksanakan setiap tahun sekali pada bulan April mana kala Musim Ikan atau Musim Barat sudah mulai berahir. Pelaksanaan acara ritual styukuran Mappanretasi berlangsung ditengah laut dipimpin oleh sandro, digiring dan diikuti oleh kapal-kapal para nelayan. Setelah acara ritual syukuran dilaut selesai kemudian rumbongan sandro kembali kedarat untuk menjalin silaturrahim dengan para undangan yang hadir, sekalgus menerima ucapan selamat atas terlaksananya upacara Mappanretasi dari para undangan.
Selanjutnya penyelenggaraan Mappanretasi tidak saja menyajikan acara ritual syukuran Mappanrertasi, juga diadakan berbagai pegelaran atraksi budaya daerah baik atraksi budaya bugis Pagatan maupun budaya etnis suku bangsa lain yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu.

b. Kapan pertama kali Mappanrettasi
Tidak ada catatan yang dapat dijadikan bukti sejarah tentang kapan pertama kali acara Mappanretasi dilaksanakan. Namun yang pasti bahwa acara ini dilakukan setiap tahun sekali oleh masyarakat nelayan Bugis Pagatan, adapun waktu pelaksanaannya setiap bulan april dimana masa tertsebut kegiatan nelayan dilaut sudah mulai berkurang atau dengan kata lain musim ikan (Musim Barat Oktober-April) sudah berahir dan menunggu musim ikan tahun depan.
Pada masa pemerintahan Lasuke (1920-1955) Kepala Kampung Pejala penyelenggaraan Mappanretasi setiap tahun selalu memotong kerbau untuk disuguhkan kepada siapapun orang yang berkunjung menghadiri Mappanretasi. Rumah Lasuke dan rumah-rumah para ponggawa terbuka untuk siapapun, demikian juga perahu-perahu nelayan dipenuhi makanan yang akan disuguhkan bagi pengunjung yang berkenanan naik menumpang diatas perahu mengikuti acara ritual Mappanretasi.
Pada tahun 1960-1985 masa kejayaan masyarakat nelayan di Pagatan, setiap penyelenggaraan Mappaneretasi juga digelar berbagai pertunjukan baik itu perlombaan perahu nelayan maupun hiburan pada malam-malam menjelang pelaksaan Mappanretasi. Selanjutnya acara sukses digelar sehingga menarik perhatian pemerintah khususnya petugas pegawai perikanan yaitu Bapak Sukmaraga kemudian Bapak Masguel untuk meningkatkan penyelenggaraan Mappanretasi lebih terorganisasi. Oleh karena itu Mappanretasi kemudian ditetapkan waktunya yaitu 6 April bertepatan dengan hari Nelayan Nasional, kemudian penyelengaraan Mappanretasi digelar berbagai acara sebelumnya hingga hari puncak, maka dari itu kemudian penyelenggaraan Mappanretasi dikenal dengan nama Pesta Laut Mappanretasi.
Acara Mappanretasi setiap tahun mendapat kunjungan banyak wisatawan, sehingga pada tahun 1991 Mappanretasi ditetapkan sebagai Event Wisata Visit Indonesia Year 1991 dan Visit Asean Year 1992. Atas dukungan Kakanwil Deparpostel Kalsel Bapak A. Khalik, sebab beliau menilai Mappanretasi mempunyai daya tarik pengujung yang selalu membeludak setiap kali penyelenggaraan sampai sekarang ini, masih tetap dilestariakan bahkan selalu dikembangan dengan membumbuhi berbagai atraksi baik budaya maupun kesenian tradisional dan modern.

c. Prosesi Mappanretasi.
1. Penetapan waktu Mappanretasi.
Sesepuh Nelayan atau pemangku adat mengadakan pertemuan dengan melibatkan para Ponggawa, Pua Sandro dan Pua Imang untuk bermusyawarah untuk bermufakat mempersiapkan penyelenggaraan dan menetapkan waktu mappanretasi, acara ini berlangsung dikediaman Pambakala Kampoeng sekarang rumah Kepala Desa Wirittasi atau disekretarat Lembaga Adat Mappanretasi.

2. Pelaku Mappanretasi.
Dalam penyelenggaraan Mappanretasi ada dua unsur kepanitian ada yang sifatnya umum dan khusus. Panitia umum adalah menyiapkan penyelenggaraan pegelaran atraksi budaya Mappanretasi, sedangkan panitia khusus seksi Penata Adat mempersiapkan pelaksanaaan acara ritual syukuran Mappanretasi. Adapun mereka yang mempunyai peranan pada acara syukuran Mappanretasi, yaitu :
a. Pua Sandro, yang terdiri dari tiga orang berpakaian kuning tugasnya adalah memimpin berlangsung acara ritual Mappanretasi di laut.
b. Sesepuh Adat adalah para Kepala Desa di empat desa pesisir Pantai Pagatan yaitu Gusungnge, Wirittasi, Juku Eja, dan Pejala selaku pihak pelaksana Mappanretasi.
c. Penggowa, Juru Mudi dan Jurubatu yang mempersiapan pasilitas baik biaya penyelenggaraan maupun memandu sandro untuk sampai pada titik acara Mappenretasi dilaut.
d. Ibu-ibu nelayan juga turut ambil bagian untuk mendampingi Pua Sandro. Tugas mempersiapkan segala macam keperluan acara ritual mappanretasi kemudian mengaturnya sedemikian rupa.
e. Sepasang pengantin adat Bugis.
f. Sejumlah penari mappakaraja.
g. Penata Adat sebagai pemandu acara.

3. Rangkaian acara Mappanretasi.
a. Acara pemberangkatan Rombongan Sandro dari rumah Kepala Kampoeng menuju panggung adat tempat berkumpulnya para undangan, diarak dengan menggunakan perahu Pejala dipandu oleh Juru Mudi dan Juru Batu.
b. Pua Sandro tiba didermaga panggung adat disambut oleh Sesepuh nelayan para ponggwa kemudian segera naik kepanggung adat untuk mengambil perlengakapan acara ritual Mappanretasi. Disini dilaksanakan acara penyerahan olo sandro dari sesepuh adat kepada sandro.
c. Selanjutnya Sandro segera turun kelaut membawa olo sandro diiringi Sesepuh Adat, Ponggawa, Juru Mudi, Juru Batu, dan Para Undangan dengan menggunakan perahu pejala melaju ketengah laut untuk melaksanakakan acara ritual Mappanretasi.
d. Upacara inti Mappanretasi berlangsung dilaut ditandai dengan pemotongan ayam hitam (Manu Tolasi) kemudian darahnya ditaburkan didalam air laut sekitar perahu sandro berlabuh. Setelah diadakan acara doa bersama menadai selesainya prosesi acara ritual Mappanretasi.

4. Mereka Yang Mengembangkan Mappanretasi
a. Pembakala Suke Bin Laupe.
Lasuke adalah Kepala Kampoeng Wirittasie Tahun 1920-1955. Sebagai Kepala kampoeng bagi para nelayan di Pesisir Pantai Pagatan, konon dirumah Lasuke dilaksanakan penyelenggaraan Mappanretasi setiap tahunnya memotong kerbau untuk disuguhkan kepada para tamu yang hadir dalam acara Mappanretasi. Bentuk penyelenggaraan Mappanretasi setelah melaksanakan acara ritual dilaut kemudian naik dan berkumpul dirumah Kepala Kampong Lasuke.

b. Pambakala Saing.
Setelah Lasuke wafat digantikan oleh Lasaing 1955-1970, pada jaman Lasaing teknologi perikanan alat tangkap ikan mulai berkembang seiring meningkatnya kesejahteraan nelayan pada masa ini ada petugas perikanan yang mendampingi nelayan yaitu Menteri Sukmaraga. Dengan adanya petugas perikanan ini Mappanretasi dilaksanakan secara kepanitiaan dengan mengelar. Sehingga Mappanretasi pada saat diberikan nama Pesta Laut sebab panitia disamping melaksanakan acara ritual Mappanretasi juga mengadakan berbagai acara seperti hiburan dan olah raga. Sekaligus juga memperingati hari nelayan yang jatuh pada setiap tanggal, 6 April oleh karena itu acara puncak Mappanretasi dilaksanakan setiap tanggal 6 april disesuaikan hari nelayan nasional.

c. Kemudian mereka yang juga telah berjasa adalah :
Bapak Sukmaraga petugas perikanan, yang pernah memberikan gagasan pelaksanaan Mappanretasi disesuai dengan hari perikanan nasional pada setiap 6 April. Kemudian hari perikanan ini dirayakan berbagai kegiatan kesenian sehingga kemudian dikenal dengan nama perayaan Pesta Laut mappanretasi. Bapak Masguel petugas perikanan yang mengantikan Bapak Sukmaraga yang telah memasuki masa pensiun. Penyelenggaraan Mappanretasi kemudian lebih terorganisasi melelaui pembentukan kepenitiaan.
1. Takoh-tokon pada permulaan penyelengaraan Mappanretasi dalam bentuk kepenitiaan tahun 1965- 1980 adalah : Pembakal Saing, Zainuddin S, H. Nakip, Nurdin BT, Abdul Syukur, Masgoel, H. Mahdin, Pua Kidang, M. Santari, dll. Kemudian tempat penyelenggaraan kegiatan pekan (Pasar Malam) berlangsung di Komplek Juku Eja.
2. Sandro Rahim dan Sandro Ladeka beberapa dekade terahir ini adalah orang yang dipercayakan oleh masyarakat nelayan memimpin pelaksanaan acara ritual syukuran Mappanretasi.
3. Masry Abdulganie, Mohammad Jabir, Fadly Zour, Ismail, BT, M. Ikrunsyah, Musaid AN, Andi Amrullah, Hamsury, Abdul Azis Hasboel, Burhansyah, Machmud Mashur, Faisal Batennie dan lain-lain yang berjasa memberikan warna atraksi budaya setiap penyelenggaraan Mappanretasi. Salah satu gagasan adalah adanya pekan Mappanretasi, diadakan berbagai pegelaran budaya kesenian berbagai daerah untuk tampil mengisi pekan Mappanretasi. Kemudian telah dibakukannya naskah Prosesi Mappanretasi sejak tahun 1991. (Nama tersebut diatas sebagian masih dapat memberikan keterangan informasi Mappanretasi).
4. Abdul Gani Habbe, ulama yang telah berperanan mengubah unsur-unsur mistik Mappanretasi, seperti pembacaan mantera-mantera dalam bahasa bugis diganti dengan doa-doa yang diajarkan dalam agama Islam.

5. Deparpostel Kalsel 1990-1995.
Sejak ditetapkan Mappanretasi sebagai Even Wisata Nasional tahun 1991 dengan dimasukan agenda Visit Asean Year, Mappanretasi dilaksanakan setiap bulan april akan tetapi tanggalnya disesuaikan dengan pasang surut air laut dibibir Pantai Pagatan, seperti sekarang mana kala air laut surut pada pagi hari menjelang siang maka waktu ini sesuai untuk dilaksanakan acara ritual Mappanrtetasi maksudnya agar orang dapat berkumpul dibibir pantai.
Salah seorang yang serius mempromosikan Mappanretasi sampai ke Mancanegara adalah A. Khalik (1991) mantan Kakanwil Deparpostel Kalimantan Selatan. Sejak tahun 1991 Mappanretasi diselenggarakan dengan baik dengan melibatkan unsur pemerintah baik Propinsi, Kabupaten, maupun pihak sponsor dan masyarakat itu sendiri sebagai pelaku Mappanretasi. Acara Mappanretasi dikemas dengan melakukan berbagai pegelaran atraksi budaya sebelum acara inti Mappanretasi dilaksanakan.

C. SENI BUDAYA
1. Madede Anabiccu
2. Macurita
3. Mappatepuang.
4. Sitampu-tampu
5. Makkacapi
6. Masukkiri
7. Mappoca-poca

D. OLAHRAGA KETANGKASAN
1. Mappakkalaring Lopi
2. Ketangkasan Malogo
3. Magoli Lobangtellu
4. Mabenteh
5. Mappancang
6. Sirekko
7. Sapeda Pamangkih
8. Mappeda
9. Mappeleng
10. Membal Kitasie
11. Mamenca

Kamis, 22 Juli 2010

BUGIS PAGATAN DAN BUDAYA MAPPANRETASI DI BUMI BANUA BANJAR

Oleh : Faisal Batennie,


A. PENDAHULUAN
Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Bugis Pagatan, bahwa setelah berhasil mendapatkan kesuksesan biasanya akan dirayakan dalam bentuk syukuran. Sehingga acara syukuran ini dapat kita temui dalam kehidupan masyarakat Bugis baik petani (Paggalung) ada acara Mappanre Galung, warga petani kebun (Paddare) ada acara Mappanre Dare, maupun nelayan (Pattasi) ada acara Mappanretasi. Acara tersebut dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki yang didapatkan untuk memenuhi kesejahteraan, sekaligus juga acara syukuran ini dijadikan sarana menjalin hubungan silaturrahim antara sesama dalam lingkungan sosial.
Peradaban Bugis Pagatan telah mewarnai ragam budaya di Bumi Banjar bahkan telah menjadi khasana budaya di Kalimantan Selatan, sebagai khasana budaya Kalimantan Selatan yang mempunyai potensi wisata budaya kiranya perlu perhatian pemerintah. Sebab ada kengenderungan budaya bugis Pagatan mulai memudar dari kehidupan generasi penerusnya akibat derasnya pengaruh budaya asing di era globalisasi ini.
Dalam kesempatan ini akan kemukakan peradaban sejarah tidak lain adalah cerita mengenai peradapan Bugis Pagatan diharapkan nantinya akan dapat dijadikan sebagai sebagai bahan pertimbangan untuk merancang pembangunan Pagatan sebagai kota berwawasan kepariwisataan dan pendidikan khususnya bagi pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu

B. PAGATAN DAN BUGIS PAGATAN
1. Pagatan adalah salah satu wilayah dibagian tenggara Kalimantan Selatan dulunya merupakan hutan belantara yang banyak terdapat pohon rotan dan damar. Masyarakat sekitar hutan menyebut daerah ini sebagai tempat pemagatan tempat mengambil rotan kemudian setelah dibuka pemukiman kemudian diberikan nama Pagatan.
2. Bugis Pagatan adalah salah satu orang banua etnis suku bangsa yang ada di kalimantan Selatan yang hidup dan bermukim di Pagatan. Etnis Bugis Pagatan berasal dari keturunan Bugis Wajo dan Bugis Bone di Sulawesi Selatan. Menurut Prof. Dr. Mattulada, Disertasi LATOA (Yogyakarta:1985) Perkampungan suku bangsa Bugis terdapat hampir semua pantai dan pelabuhan di Kepulauan Nusantara ini. Mereka pada umumnya menetap dan menjadi penduduk daerah itu sambil mengembangkan adat istiadat persekutuan mereka. Terdapatlah misilanya; Bugis Pagatan di Kalimantan Selatan, Bugis Johor di Malaysia, dan sebagainya




C. SEKILAS KERAJAAN PAGATAN
1. Berdirinya Kerajaan Pagatan.
Pagatan pada abad pertengahan 18 diperkirakan masih hutan belantara yang banyak terdapat pohon rotan dan pohon damar, potensi hutan ini kemudian dijadikan warga sekitarnya sebagai tempat pemagatan (mengambil rotan) dan kemudian oleh warga pengambil rotan menyebut daerah ini tempat pemagatan. Meskipun tempat pemagatan ini hutan belantara namun demikian secara politik masuk dalam wilayah kerajaan Banjar. Diawal abad 18 pedagang pedagang bugis dari Sulawesi Selatan telah mengenal daerah ini sebagai tempat yang cukup strategis untuk alur perdagangan antar pulau, dengan demikian diwilayah tersebut diduga telah ada perkampungan atau setidaknya ada pemukiman penduduk yang memungkinkan berlangsungnya perekonomian.
Pada pertengahan abad 18 itu pula datanglah saudagar Bugis yang berasal dari Wajo (Sulawesi Selatan) bernama Puanna Dekke, dan atas izin Penguasa Kerjaan Banjar Puanna Dekke mendirikan kerajaan Pagatan. Dimana sebelumnya Puanna Dekke menghadap Panambahan Batu Raja Banjar, mengutarakan masuk ketertarikannya untuk membangun pemukiman diwilayah tersebut, kemudian penambahan menyetujui permohonan dan keinginan Puanna Dekke dan inilah cikal bakal terbentuk sistem pemerintahan di Pagatan.
Dalam catatan lontara disebutkan pula bahwa pada saat Puanna Dekke memohon izin kepada Panambahan Batu atau Nataalam atau Penambahan Khairuddin Halilullah yang memerintah tahun 1761-1801, ditegaskan bila mana Puanna Dekke telah menanamkan sejumlah investasi biaya untuk membuka daerah (yang merupakan hutan belantara) tersebut maka ia berhak penuh atas wilayah itu dan dapat diwariskan kepada anak cucu dikemudian hari. Penegasan dari Penambahan inilah yang dipegang Puanna Dekke untuk mendirikan kerajaan Pagatan dan kewenangannya membentuk sistem pemerintahan dengan mengangkat Raja Pagatan yang pertama Hasan Pangewa yang merupakan cucu puanna Dekke sendiri.
Konon Hasan Pangewa pernah mendaptkan anugerah kehormatan dari Raja banjar, yaitu gelar Kapitan Laut Pulo. Anugerah ini didapatkan Hasan Panggewa atas keperkasaannya membantu kerajaan Banjar mengusir para pemberontak yang telah mengganggu keamanan kerajaan Banjar. Kemudian dalam kesempatan ini pula Hasan Pangewa menerima amanah Penambahan, kembali menegaskan bahwa Pagatan yang telah dibangun dipersilahkan untuk dikuasai dan diwariskan kepada anak cucu Puanna Dekke.
Kerajaan Pagatan adalah disatu pihak memiliki hak otonom dalam hal mengatur sistem pemerintahan kedalam, dipihak lain sebagaimana kerajaan-kerajaan kecil pada umumnya tetap berada dibawah daulat kerajaan Banjar. Kerajaan Banjar yang merupakan kerajaan besar di Kalimantan pada masa itu berfungsi sebagai pelindung terhadap kerajaan Pagatan. Oleh karena itu kerajaan Pagatan tidak ada hubungan pemerintahan dengan kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan, secara politis kerajaan Pagatan dianggap termasuk wilayah kerajaan Banjar.

2. Raja Pagatan Yang Berkuasa.
Diperkirakan Kerajaan Pagatan berlangsung dari tahun 1761- 1912. Beberapa orang raja yang pernah memerintah Pagatan yaitu :
Raja Pagatan I : Hasan Pangewa bergelar Kapitan Laut Polu,
Putra Hasan Pangewa belum dewasa yaitu Abdul Rachim maka diangkat pelaksana tugas yaitu Raja Bulo.
Raja Pagatan II : Abdul Rachim bergelar Aroeng Palewan. Selanjutnya digantikan putranya.
Raja Pagatan III : Arung Abdul Karim , kemudian digantikan putranya.
Raja Pagatan IV : Arung Abdul Jabbar sampai 1875.
Raja Pagatan V : Ratoe Aroeng Daeng Makao, anak perempuan dari Aroeng Palewan. Kemudian digantikan oleh putranya Abdurachim akan tetapi belum dewasa maka dipercayakan kepada kakak perempuannya Andi Tangkung.
Raja Pagatan VI : Andi Tangkung bergelar Petta Ratu kakak perempuan Aroeng Abdurachim.
Raja Pagatan VII : Aroeng Abdurachim (Andi Sallo).
Pada masa-masa akhir pemerintahan Kerajaan Pagatan terjadi kesulitan suksesi. Aroeng Abdurachim menginginkan Andi Katjong, putra tertuanya sebagai pengantinya jadi raja Pagatan VIII. Sementara Andi Tangkung menghendaki pula putranya Andi Iwang untuk menjadi raja Pagatan VIII setelah Aroeng Abdurachim. Melihat kenyataan ini setahun sebelum meninggal yakni pada 20 April 1907, Aroeng Abdurachim mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa Kerajaan Pagatan dan Kusan diserahklan kepada pemerintah Belanda. Maka setelah empat tahun (1908-1912) pelaksana pemerintahan Kerajaan Pagatan dan Kusan dibawah suatu kerapatan (Zelfbestuursraad) terhitung tanggal 1 Juli 1912 kerajaan Pagatan dan Kusan dilebur ke dalam pemerintahan langsung Hindia Belanda.

D. NELAYAN BUGIS PAGATAN
1. Profesi nelayan dan Musim Ikan.
Warga masyarakat yang bermukim disekitar bibir Pantai Pagatan adalah bugis Pagatan yang berprofesi sebagai nelayan. Berdasarkan faktor-faktor sosial ekonomi, sifat pekerjaan dan pengetahuan masyarakat nelayan dapat dibedakan dalam tiga golongan yaitu Pongawa, Jurumudi, Sawi. Pungawa darat adalah nelayan pemilik armada nelayan adalah mereka yang menyediakan modal dan alat penangkapan. Jurumudi adalah mereka yang akan memimpin operasi penangkapan ikan, sedangkan Sawi adalah mereka yang membantu jurumudi untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut.
Berdasarkan pembagian tersebut diatas maka sesungguhnya yang dapat disebut nelayan dalam pengertian sebenarnya adalah Jurumudi dan sawi, sebab merekalah yang langsung turun kelaut melakukan operasi penangkapan ikan serta memiliki teknis pengetahuan tentang keterampilan menangkap ikan dilaut. Sementara Ponggawa lebih cocok disebut sebagai pengusaha ikan sebab kegiatan mereka lebih pada proses pengolahan ikan sebagai suatu kegiatan produksi yang akan diperdagangkan baik didalam wilayah sendiri maupun diluar daerah.
Musim Ikan bagi para nelayan Bugis Pagatan juga disebut musim Barat yaitu berlangsung pada bulan Oktober-April karena pada waktu ini angin bertiup dari arah Barat kemudian membawa gerombolan ikan kembung (Rumah-rumah) mendekati dan menyisir pesisir laut di perairan tenggara Kalimantan Selatan yaitu mulai dari Tanjung Selatan sampai ke Pulau Laut. Kemudian pada bulan Mei – September berlangsung musim tenggara ini bagi nelayan adalah masa paceklik, karena agin tenggara yang bertiup membawa ikan keluar dari pesisir pantai untuk kembali berkembang biak ditengah laut dalam laut jawa sekitar Pulau Masa Lembu (Jawa Timur). Terdapatnya musim ikan dan musim paceklik ini tidak terlepas dari sifat biologis jenis ikan kembung tersebut untuk selalu bermigrasi sebagai siklus hidup ikan kembung.

2. Era Perikanan Pagatan (1960-1980)
Sebagai suatu wilayah pesisir, Pagatan sesungguhnya tidak pernah sepi dari kegiatan perikanan, sebab bagi masyarakat pesisir bugis Pagatan telah menjadikan nelayan sebagai mata pencaharian pokok untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan hidup. Hingga tahun 1950-an perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi, setelah sektor perkebunan yang dimiliki oleh para bangsawan bugis Pagatan mengalami kemerosotan, memasuki tahun 1960-an Pagatan mengalami era Perikanan.
Disamping karena merosotnya sektor perkebunan, semakin penting sektor perikanan juga disebabkan oleh semakin banyak nelayan dari Sulawesi yang datangkan oleh Para Punggawa, sebab nelayan dari selawesi lebih maju sarana dan prasarana alat tangkapnya yang kemudian ditiru oleh masyarakat setempat. Kemudian tidak terkecuali peranan petugas Dinas perikanan setempat yang turut pula memperkenalkan alat-alat baru. Kesemuanya itu bermuara pada meningkatnya hasil perikanan laut sehingga memacu semangat penduduk untuk bekerja sebagai nelayan.
Perkampungan nelayan dipesisir Pantai Pagatan di era perikanan berkembang pesat terutama di Kampoeng Pejala yang berupakan basis nelayan Bugis Pagatan. Namun memasuki tahun 1980-an para warga nelayan Pagatan mengalami penurunan produksi hal ini disebabkan kalah bersaing dengan nelayan yang datang dari luar terutama dari Jawa Timur. Nelayan Jawa Timur mengalami kemajuan pesat dalam pengetahuan dan teknologi penangkapan. Sementara nelayan Pagatan pengetahuan nelayan yang didapatkannya hanya pada pengalaman tidak ditunjang dengan pengembangan pengetahuan bagi nelayan akibatnya kalah bersaing dalam kegiatan oprasi penangkapan ikan.
Kemudian ikan yang diharapkan datang dari laut jawa menuju pesisir sudah terpotong peredaran disamping karena kerusakan habitat ikan dilaut juga karena terlebih dahulu dilakukan operasi dari nelayan dari Jawa dan hal ini berlangsung hingga sekarang, menyebabkan pekerjaan nelayan mulai ditinggal sebahagian besar masyarakat nelayan Bugis Pagatan.
Kemudian memasuki era reformasi tahun 2000 kehidupan warga nelayan semakin tidak menentu seiring tidak setabilnya perekonomian negara dan semakin melonjaknya harga BBM, mengakibatkan nelayan tidak dapat melakukan operasional karena pengeluaran operasional lebih besar dari pendapat hasil tangkapan ikan yang didapatkan. Hingga tahun 2006 setelah beberapa kali kenaikan BBM maka hampir 80 % nelayan di Pagatan tidak melakukan kegiatan lagi dilaut mereka lebih cenderung menjual armada dan alat tangkapnya atau mengudangkannya.

E. BUDAYA MAPPANRETASI
1. Pengertian Mappanretasi.
Mappanretasi adalah suatu acara ritual ungkapan rasa syukur nelayan Bugis Pagatan kepada Tuhan atas kesejahteraan yang didapatkan melalui hasil tangkapan ikan dilaut oleh nelayan. Acara ini dilaksanakan setiap tahun sekali pada bulan April mana kala Musim Ikan atau Musim Barat sudah mulai berahir. Pelaksanaan acara ritual styukuran Mappanretasi berlangsung ditengah laut dipimpin oleh sandro, digiring dan diikuti oleh kapal-kapal para nelayan. Setelah acara ritual syukuran dilaut selesai kemudian rumbongan sandro kembali kedarat untuk menjalin silaturrahim dengan para undangan yang hadir, sekalgus menerima ucapan selamat atas terlaksananya upacara Mappanretasi dari para undangan.
Selanjutnya penyelenggaraan Mappanretasi tidak saja menyajikan acara ritual syukuran Mappanrertasi, juga diadakan berbagai pegelaran atraksi budaya daerah baik atraksi budaya bugis Pagatan maupun budaya etnis suku bangsa lain yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu.

2. Kapan pertama kali Mappanrettasi
Tidak ada catatan yang dapat dijadikan bukti sejarah tentang kapan pertama kali acara Mappanretasi dilaksanakan. Namun yang pasti bahwa acara ini dilakukan setiap tahun sekali oleh masyarakat nelayan Bugis Pagatan, adapun waktu pelaksanaannya setiap bulan april dimana masa tertsebut kegiatan nelayan dilaut sudah mulai berkurang atau dengan kata lain musim ikan (Musim Barat Oktober-April) sudah berahir dan menunggu musim ikan tahun depan.
Pada masa pemerintahan Lasuke (1920-1955) Kepala Kampoeng Pejala penyelenggaraan Mappanretasi setiap tahun selalu memotong kerbau untuk disuguhkan kepada siapapun orang yang berkunjung menghadiri Mappanretasi. Rumah Lasuke dan rumah-rumah para ponggawa terbuka untuk siapapun, demikian juga perahu-perahu nelayan dipenuhi makanan yang akan disuguhkan bagi pengunjung yang berkenanan naik menumpang diatas perahu mengikuti acara ritual Mappanretasi.
Pada tahun 1960-1980 masa kejayaan masyarakat nelayan di Pagatan, setiap penyelenggaraan Mappaneretasi juga digelar berbagai pertunjukan baik itu perlombaan perahu nelayan maupun hiburan pada malam-malam menjelang pelaksaan Mappanretasi. Selanjutnya acara sukses digelar sehingga menarik perhatian pemerintah khususnya petugas pegawai perikanan yaitu Bapak Sukmaraga kemudian Bapak Masguel untuk meningkatkan penyelenggaraan Mappanretasi lebih terorganisasi. Oleh karena itu Mappanretasi kemudian ditetapkan waktunya yaitu 6 April bertepatan dengan hari Nelayan Nasional, kemudian penyelengaraan Mappanretasi digelar berbagai acara sebelumnya hingga hari puncak, maka dari itu kemudian penyelenggaraan Mappanretasi dikenal dengan nama Pesta Laut Mappanretasi.
Acara Mappanretasi setiap tahun mendapat kunjungan banyak wisatawan, sehingga pada tahun 1991 Mappanretasi ditetapkan sebagai Event Wisata Visit Indonesia Year 1991 dan Visit Asean Year 1992. Atas dukungan Kakanwil Deparpostel Kalsel Bapak A. Khalik, sebab beliau menilai Mappanretasi mempunyai daya tarik pengujung yang selalu membeludak setiap kali penyelenggaraan sampai sekarang ini, masih tetap dilestariakan bahkan selalu dikembangan dengan membumbuhi berbagai atraksi baik budaya maupun kesenian tradisional dan modern.

3. Prosesi Mappanretasi.
a. Penetapan waktu Mappanretasi.
Sesepuh Nelayan atau pemangku adat mengadakan pertemuan dengan melibatkan para Ponggawa, Pua Sandro dan Pua Imang untuk bermusyawarah untuk bermufakat mempersiapkan penyelenggaraan dan menetapkan waktu mappanretasi, acara ini berlangsung dikediaman Pambakala Kampoeng sekarang rumah Kepala Desa Wirittasi atau disekretarat Lembaga Adat Mappanretasi.
b. Pelaku Mappanretasi.
Dalam penyelenggaraan Mappanretasi ada dua unsur kepanitian ada yang sifatnya umum dan khusus. Panitia umum adalah menyiapkan penyelenggaraan pegelaran atraksi budaya Mappanretasi, sedangkan panitia khusus seksi Penata Adat mempersiapkan pelaksanaaan acara ritual syukuran Mappanretasi. Adapun mereka yang mempunyai peranan pada acara syukuran Mappanretasi, yaitu :
1. Pua Sandro, yang terdiri dari tiga orang berpakaian kuning tugasnya adalah memimpin berlangsung acara ritual Mappanretasi di laut.
2. Sesepuh Adat adalah para Kepala Desa di empat desa pesisir Pantai Pagatan yaitu Gusungnge, Wirittasi, Juku Eja, dan Pejala selaku pihak pelaksana Mappanretasi.
3. Penggowa, Juru Mudi dan Jurubatu yang mempersiapan pasilitas baik biaya penyelenggaraan maupun memandu sandro untuk sampai pada titik acara Mappenretasi dilaut.
4. Ibu-ibu nelayan juga turut ambil bagian untuk mendampingi Pua Sandro. Tugas mempersiapkan segala macam keperluan acara ritual mappanretasi kemudian mengaturnya sedemikian rupa.
5. Sepasang pengantin adat Bugis.
6. Sejumlah penari mappakaraja.
7. Penata Adat sebagai pemandu acara.
- Rangkaian acara Mappanretasi.
1. Acara pemberangkatan Rombongan Sandro dari rumah Kepala Kampoeng menuju panggung adat tempat berkumpulnya para undangan, diarak dengan menggunakan perahu Pejala dipandu oleh Juru Mudi dan Juru Batu.
2. Pua Sandro tiba didermaga panggung adat disambut oleh Sesepuh nelayan para ponggwa kemudian segera naik kepanggung adat untuk mengambil perlengakapan acara ritual Mappanretasi. Disini dilaksanakan acara penyerahan olo sandro dari sesepuh adat kepada sandro.
3. Selanjutnya Sandro segera turun kelaut membawa olo sandro diiringi Sesepuh Adat, Ponggawa, Juru Mudi, Juru Batu, dan Para Undangan dengan menggunakan perahu pejala melaju ketengah laut untuk melaksanakakan acara ritual Mappanretasi.
4. Upacara inti Mappanretasi berlangsung dilaut ditandai dengan pemotongan ayam hitam (Manu Tolasi) kemudian darahnya ditaburkan didalam air laut sekitar perahu sandro berlabuh. Setelah diadakan acara doa bersama menadai selesainya prosesi acara ritual Mappanretasi.

4. Mereka Yang Mengembangkan Mappanretasi
a. Pembakala Suke Bin Laupe.
Lasuke adalah Kepala Kampoeng Wirittasie Tahun 1920-1955. Sebagai Kepala kampoeng bagi para nelayan di Pesisir Pantai Pagatan, konon dirumah Lasuke dilaksanakan penyelenggaraan Mappanretasi setiap tahunnya memotong kerbau untuk disuguhkan kepada para tamu yang hadir dalam acara Mappanretasi. Bentuk penyelenggaraan Mappanretasi setelah melaksanakan acara ritual dilaut kemudian naik dan berkumpul dirumah Kepala Kampong Lasuke.

b. Pambakala Saing.
Setelah Lasuke wafat digantikan oleh Lasaing 1955-1970, pada jaman Lasaing teknologi perikanan alat tangkap ikan mulai berkembang seiring meningkatnya kesejahteraan nelayan pada masa ini ada petugas perikanan yang mendampingi nelayan yaitu Menteri Sukmaraga. Dengan adanya petugas perikanan ini Mappanretasi dilaksanakan secara kepanitiaan dengan mengelar. Sehingga Mappanretasi pada saat diberikan nama Pesta Laut sebab panitia disamping melaksanakan acara ritual Mappanretasi juga mengadakan berbagai acara seperti hiburan dan olah raga. Sekaligus juga memperingati hari nelayan yang jatuh pada setiap tanggal, 6 April oleh karena itu acara puncak Mappanretasi dilaksanakan setiap tanggal 6 april disesuaikan hari nelayan nasional.

Kemudian mereka yang juga telah berjasa adalah :
1. Bapak Sukmaraga petugas perikanan, yang pernah memberikan gagasan pelaksanaan Mappanretasi disesuai dengan hari perikanan nasional pada setiap 6 April. Kemudian hari perikanan ini dirayakan berbagai kegiatan kesenian sehingga kemudian dikenal dengan nama perayaan Pesta Laut mappanretasi. Bapak Masguel petugas perikanan yang mengantikan Bapak Sukmaraga yang telah memasuki masa pensiun. Penyelenggaraan Mappanretasi kemudian lebih terorganisasi melelaui pembentukan kepenitiaan.
2. Takoh-tokon pada permulaan penyelengaraan Mappanretasi dalam bentuk kepenitiaan tahun 1965- 1980 adalah : Pembakal Saing, Zainuddin S, H. Nakip, Nurdin BT, Abdul Syukur, Masgoel, H. Mahdin, Pua Kidang, M. Santari, dll. Kemudian tempat penyelenggaraan kegiatan pekan (Pasar Malam) berlangsung di Komplek Juku Eja.
3. Sandro Rahim dan Sandro Ladeka beberapa dekade terahir ini adalah orang yang dipercayakan oleh masyarakat nelayan memimpin pelaksanaan acara ritual syukuran Mappanretasi.
4. Masry Abdulganie, Mohammad Jabir, Fadly Zour, Ismail, BT, M. Ikrunsyah, Musaid AN, Andi Amrullah, Hamsury, Abdul Azis Hasboel, Burhansyah, Machmud Mashur, Faisal Batennie dan lain-lain yang berjasa memberikan warna atraksi budaya setiap penyelenggaraan Mappanretasi. Salah satu gagasan adalah adanya pekan Mappanretasi, diadakan berbagai pegelaran budaya kesenian berbagai daerah untuk tampil mengisi pekan Mappanretasi. Kemudian telah dibakukannya naskah Prosesi Mappanretasi sejak tahun 1991. (Nama tersebut diatas sebagian masih dapat memberikan keterangan informasi Mappanretasi).
5. Abdul Gani Habbe, ulama yang telah berperanan mengubah unsur-unsur mistik Mappanretasi, seperti pembacaan mantera-mantera dalam bahasa bugis diganti dengan doa-doa yang diajarkan dalam agama Islam.

d. Deparpostel Kalsel 1990-1995.
Sejak ditetapkan Mappanretasi sebagai Even Wisata Nasional tahun 1991 dengan dimasukan agenda Visit Asean Year, Mappanretasi dilaksanakan setiap bulan april akan tetapi tanggalnya disesuaikan dengan pasang surut air laut dibibir Pantai Pagatan, seperti sekarang mana kala air laut surut pada pagi hari menjelang siang maka waktu ini sesuai untuk dilaksanakan acara ritual Mappanrtetasi maksudnya agar orang dapat berkumpul dibibir pantai.
Salah seorang yang serius mempromosikan Mappanretasi sampai ke Mancanegara adalah A. Khalik (1991) mantan Kakanwil Deparpostel Kalimantan Selatan. Sejak tahun 1991 Mappanretasi diselenggarakan dengan baik dengan melibatkan unsur pemerintah baik Propinsi, Kabupaten, maupun pihak sponsor dan masyarakat itu sendiri sebagai pelaku Mappanretasi. Acara Mappanretasi dikemas dengan melakukan berbagai pegelaran atraksi budaya sebelum acara inti Mappanretasi dilaksanakan.

F. KESIMPULAN
1. Bugis Pagatan adalah suku bangsa yang garis keturunan dari Sulawesi Selatan, kemudian mereka pada umumnya menjadi penduduk daerah Pagatan dengan mengembangkan adat istiadat persekutuan mereka, dan untuk selanjutnya disebut sebagai Bugis Pagatan.
2. Puanna Dekke adalah seorang bangsawa dari Wajo (Sulsel) yang telah berjasa membangun dan membentuk sistem pemerintahan di Pagatan dengan menobatkan Kapitan Laut Pulo Hasan Lapangewa sebagai Raja Pagatan Pertama. Kerajaan Pagatan adalah kerajaan kecil yang berdaulat kepada kerajaan Banjar yang lebih besar dan kerajaan Pagatan tidak hubungan pemerintahan dengan kerajaan Bugis yang ada di Sulawesi.
3. Mayoritas nelayan di Pagatan adalah suku bangsa Bugis yang hidup dan bermukim disepanjang pesisir Pantai Pagatan. Setiap habis musim ikan biasanya warga nelayan menyelenggarakan Adat Mappanretasi sebagi bentuk ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan yang telah memberikan rezki melalui hasil laut, sekaligus juga mappanretasi dijadikan ajang silaturrahim. Kemudian dengan kemampuan Mappanretasi mendatangkan pengunjung yang besar pada setiap tahun maka ditetapkan adat Bugis di Banua banjar ini sebagai salah satu even wisata Kalimantan Selatan.

- - -


DAFTAR PUSTAKA
1. Lontara Kerajaan Pagatan.
2. Prof. Dr. Mattulada, Disertasi LATOA, Yagyakarta 1985.
3. Faisal, Penggunaan Bahasa Bugis Dalam Dakwah Islam di Pagatan, Sepkripsi IAIN Banjarmasin, tahun 1991.
4. Andi Syaiful Oeding, Perubahan Sosial Sebuah Masyarakat Pantai: Pagatan 1950-1990, Sipkripsi UGM Yoyakarta taun 1993.
5. Faisal Batennie, Budaya Bugis di Bumi Banjar, B.post tahun 1991.
6. Faisal B dan Musaid AN. Naskah Prosesi Mappanretasi, Penata Adat, Pagatan 1991.


Juku Eja, 14 April 2005
*Penata Adat Pemerhati Budaya Bugis Pagatan









DINAMIKA BUDAYA MAPPANRETASI
A. Pengertian Mappanretasi.
Kata “Mappanretasi” bersal dari bahasa Bugis yang secara harpiah berarti “memberi makan laut”. Namun dalam hakekatnya Mappanretasi adalah ungkapan rasa syukur dan terimaksih warga nelayan Bugis Pagatan kepada Tuhan (Allah SWT) atas rezki yang diberikan dalam bentuk hasil laut berupa ikan, melalui doa syukuran bersama yang dilakukan dilaut semoga dapat memberikan berkah untuk kesejahteraan warga nelayan.


Tahun 1960-1970 terjadi perubahan sosial ekonomi yang penting di Pagatan yaitu mulai memudarnya peran kaum bangsawan dan menguatnya peran kelas menengah dalam kegiatan perekonomian melalui komuditas sektor perikanan, akibat kegiatan sektor perikanan yang semakin dominan para ponggawa semakin penting dalam perubahan sosial.
Semaraknya kegiatan perikanan dan semakin kokohnya posisi kelas menengah pada gulirannya membawa implikasi dalam sosial dan budaya. Keberlimpahan hasil perikanan bagi para nelayan disikapi dengan pembentukan simbol-simbol. Demikian pada setiap usianya musim ikan kembung (Rumah-rumah), para nelayan yang dipelopori Ponggawa dan Warga Nelayan Bugis Pagatan menyelernggarakan suatu bentuk upacara yang disebut “Mappanretasi”. Upacara yang berlangsung secara adat ini memiliki muatan relegius, karena ia dianggap sebagai maneifestasi serta uangkapan rasa syukur dan terimaksih kepada Tuhan (Allah SWT) atas rezki yang diberikan dalam bentuk hasil laut berupa ikan. Melalui upacara inipulah nelayan berdoa semoga tahun-tahun berikutnyab diberikan rezeki yang lebih baik lagi. Meskipun ucapaca Mappanretasi ini telah berlangsung jauh sebelumnya sehingga telah menjadi tradisi, akan tetapi penyelenggaraan masih dalam lingkup yang terbatas, khusus dalam lingkungan warga nelayan Bugis Pagatan.
Ketika Pagatan mengalami era Perikanan, yakni pada wakti hasil perikanan telah memberikan arti bukan hanya kepada para nelayan; upacara Mappanretasipun mengalami proliferasi. Sehingga jika sebelumnya upacara mappanretasi boleh dikata hanya milik nelayan, dalam perkembangan kemudian menjadi milik masyarakat nelayan pada umum. Begitulah jika atas kesepakatan para nelayan seluruh Indonesia yang berkumpul di Bogor pada tahun 1969, tanggal 6 April 1969 ditetapkan sebagai hari nelayan. Sementara di Pagatan (Kab, Kotabaru) tanggal 6 april ditetapkan sebagai Hari Nelayan daerah dengan upacara mappanretasi diangkat sebagai substansi acaranya dan terus dilangsung setiap tahun.