Kamis, 22 Juli 2010

BUGIS PAGATAN DAN BUDAYA MAPPANRETASI DI BUMI BANUA BANJAR

Oleh : Faisal Batennie,


A. PENDAHULUAN
Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Bugis Pagatan, bahwa setelah berhasil mendapatkan kesuksesan biasanya akan dirayakan dalam bentuk syukuran. Sehingga acara syukuran ini dapat kita temui dalam kehidupan masyarakat Bugis baik petani (Paggalung) ada acara Mappanre Galung, warga petani kebun (Paddare) ada acara Mappanre Dare, maupun nelayan (Pattasi) ada acara Mappanretasi. Acara tersebut dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki yang didapatkan untuk memenuhi kesejahteraan, sekaligus juga acara syukuran ini dijadikan sarana menjalin hubungan silaturrahim antara sesama dalam lingkungan sosial.
Peradaban Bugis Pagatan telah mewarnai ragam budaya di Bumi Banjar bahkan telah menjadi khasana budaya di Kalimantan Selatan, sebagai khasana budaya Kalimantan Selatan yang mempunyai potensi wisata budaya kiranya perlu perhatian pemerintah. Sebab ada kengenderungan budaya bugis Pagatan mulai memudar dari kehidupan generasi penerusnya akibat derasnya pengaruh budaya asing di era globalisasi ini.
Dalam kesempatan ini akan kemukakan peradaban sejarah tidak lain adalah cerita mengenai peradapan Bugis Pagatan diharapkan nantinya akan dapat dijadikan sebagai sebagai bahan pertimbangan untuk merancang pembangunan Pagatan sebagai kota berwawasan kepariwisataan dan pendidikan khususnya bagi pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu

B. PAGATAN DAN BUGIS PAGATAN
1. Pagatan adalah salah satu wilayah dibagian tenggara Kalimantan Selatan dulunya merupakan hutan belantara yang banyak terdapat pohon rotan dan damar. Masyarakat sekitar hutan menyebut daerah ini sebagai tempat pemagatan tempat mengambil rotan kemudian setelah dibuka pemukiman kemudian diberikan nama Pagatan.
2. Bugis Pagatan adalah salah satu orang banua etnis suku bangsa yang ada di kalimantan Selatan yang hidup dan bermukim di Pagatan. Etnis Bugis Pagatan berasal dari keturunan Bugis Wajo dan Bugis Bone di Sulawesi Selatan. Menurut Prof. Dr. Mattulada, Disertasi LATOA (Yogyakarta:1985) Perkampungan suku bangsa Bugis terdapat hampir semua pantai dan pelabuhan di Kepulauan Nusantara ini. Mereka pada umumnya menetap dan menjadi penduduk daerah itu sambil mengembangkan adat istiadat persekutuan mereka. Terdapatlah misilanya; Bugis Pagatan di Kalimantan Selatan, Bugis Johor di Malaysia, dan sebagainya




C. SEKILAS KERAJAAN PAGATAN
1. Berdirinya Kerajaan Pagatan.
Pagatan pada abad pertengahan 18 diperkirakan masih hutan belantara yang banyak terdapat pohon rotan dan pohon damar, potensi hutan ini kemudian dijadikan warga sekitarnya sebagai tempat pemagatan (mengambil rotan) dan kemudian oleh warga pengambil rotan menyebut daerah ini tempat pemagatan. Meskipun tempat pemagatan ini hutan belantara namun demikian secara politik masuk dalam wilayah kerajaan Banjar. Diawal abad 18 pedagang pedagang bugis dari Sulawesi Selatan telah mengenal daerah ini sebagai tempat yang cukup strategis untuk alur perdagangan antar pulau, dengan demikian diwilayah tersebut diduga telah ada perkampungan atau setidaknya ada pemukiman penduduk yang memungkinkan berlangsungnya perekonomian.
Pada pertengahan abad 18 itu pula datanglah saudagar Bugis yang berasal dari Wajo (Sulawesi Selatan) bernama Puanna Dekke, dan atas izin Penguasa Kerjaan Banjar Puanna Dekke mendirikan kerajaan Pagatan. Dimana sebelumnya Puanna Dekke menghadap Panambahan Batu Raja Banjar, mengutarakan masuk ketertarikannya untuk membangun pemukiman diwilayah tersebut, kemudian penambahan menyetujui permohonan dan keinginan Puanna Dekke dan inilah cikal bakal terbentuk sistem pemerintahan di Pagatan.
Dalam catatan lontara disebutkan pula bahwa pada saat Puanna Dekke memohon izin kepada Panambahan Batu atau Nataalam atau Penambahan Khairuddin Halilullah yang memerintah tahun 1761-1801, ditegaskan bila mana Puanna Dekke telah menanamkan sejumlah investasi biaya untuk membuka daerah (yang merupakan hutan belantara) tersebut maka ia berhak penuh atas wilayah itu dan dapat diwariskan kepada anak cucu dikemudian hari. Penegasan dari Penambahan inilah yang dipegang Puanna Dekke untuk mendirikan kerajaan Pagatan dan kewenangannya membentuk sistem pemerintahan dengan mengangkat Raja Pagatan yang pertama Hasan Pangewa yang merupakan cucu puanna Dekke sendiri.
Konon Hasan Pangewa pernah mendaptkan anugerah kehormatan dari Raja banjar, yaitu gelar Kapitan Laut Pulo. Anugerah ini didapatkan Hasan Panggewa atas keperkasaannya membantu kerajaan Banjar mengusir para pemberontak yang telah mengganggu keamanan kerajaan Banjar. Kemudian dalam kesempatan ini pula Hasan Pangewa menerima amanah Penambahan, kembali menegaskan bahwa Pagatan yang telah dibangun dipersilahkan untuk dikuasai dan diwariskan kepada anak cucu Puanna Dekke.
Kerajaan Pagatan adalah disatu pihak memiliki hak otonom dalam hal mengatur sistem pemerintahan kedalam, dipihak lain sebagaimana kerajaan-kerajaan kecil pada umumnya tetap berada dibawah daulat kerajaan Banjar. Kerajaan Banjar yang merupakan kerajaan besar di Kalimantan pada masa itu berfungsi sebagai pelindung terhadap kerajaan Pagatan. Oleh karena itu kerajaan Pagatan tidak ada hubungan pemerintahan dengan kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan, secara politis kerajaan Pagatan dianggap termasuk wilayah kerajaan Banjar.

2. Raja Pagatan Yang Berkuasa.
Diperkirakan Kerajaan Pagatan berlangsung dari tahun 1761- 1912. Beberapa orang raja yang pernah memerintah Pagatan yaitu :
Raja Pagatan I : Hasan Pangewa bergelar Kapitan Laut Polu,
Putra Hasan Pangewa belum dewasa yaitu Abdul Rachim maka diangkat pelaksana tugas yaitu Raja Bulo.
Raja Pagatan II : Abdul Rachim bergelar Aroeng Palewan. Selanjutnya digantikan putranya.
Raja Pagatan III : Arung Abdul Karim , kemudian digantikan putranya.
Raja Pagatan IV : Arung Abdul Jabbar sampai 1875.
Raja Pagatan V : Ratoe Aroeng Daeng Makao, anak perempuan dari Aroeng Palewan. Kemudian digantikan oleh putranya Abdurachim akan tetapi belum dewasa maka dipercayakan kepada kakak perempuannya Andi Tangkung.
Raja Pagatan VI : Andi Tangkung bergelar Petta Ratu kakak perempuan Aroeng Abdurachim.
Raja Pagatan VII : Aroeng Abdurachim (Andi Sallo).
Pada masa-masa akhir pemerintahan Kerajaan Pagatan terjadi kesulitan suksesi. Aroeng Abdurachim menginginkan Andi Katjong, putra tertuanya sebagai pengantinya jadi raja Pagatan VIII. Sementara Andi Tangkung menghendaki pula putranya Andi Iwang untuk menjadi raja Pagatan VIII setelah Aroeng Abdurachim. Melihat kenyataan ini setahun sebelum meninggal yakni pada 20 April 1907, Aroeng Abdurachim mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa Kerajaan Pagatan dan Kusan diserahklan kepada pemerintah Belanda. Maka setelah empat tahun (1908-1912) pelaksana pemerintahan Kerajaan Pagatan dan Kusan dibawah suatu kerapatan (Zelfbestuursraad) terhitung tanggal 1 Juli 1912 kerajaan Pagatan dan Kusan dilebur ke dalam pemerintahan langsung Hindia Belanda.

D. NELAYAN BUGIS PAGATAN
1. Profesi nelayan dan Musim Ikan.
Warga masyarakat yang bermukim disekitar bibir Pantai Pagatan adalah bugis Pagatan yang berprofesi sebagai nelayan. Berdasarkan faktor-faktor sosial ekonomi, sifat pekerjaan dan pengetahuan masyarakat nelayan dapat dibedakan dalam tiga golongan yaitu Pongawa, Jurumudi, Sawi. Pungawa darat adalah nelayan pemilik armada nelayan adalah mereka yang menyediakan modal dan alat penangkapan. Jurumudi adalah mereka yang akan memimpin operasi penangkapan ikan, sedangkan Sawi adalah mereka yang membantu jurumudi untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut.
Berdasarkan pembagian tersebut diatas maka sesungguhnya yang dapat disebut nelayan dalam pengertian sebenarnya adalah Jurumudi dan sawi, sebab merekalah yang langsung turun kelaut melakukan operasi penangkapan ikan serta memiliki teknis pengetahuan tentang keterampilan menangkap ikan dilaut. Sementara Ponggawa lebih cocok disebut sebagai pengusaha ikan sebab kegiatan mereka lebih pada proses pengolahan ikan sebagai suatu kegiatan produksi yang akan diperdagangkan baik didalam wilayah sendiri maupun diluar daerah.
Musim Ikan bagi para nelayan Bugis Pagatan juga disebut musim Barat yaitu berlangsung pada bulan Oktober-April karena pada waktu ini angin bertiup dari arah Barat kemudian membawa gerombolan ikan kembung (Rumah-rumah) mendekati dan menyisir pesisir laut di perairan tenggara Kalimantan Selatan yaitu mulai dari Tanjung Selatan sampai ke Pulau Laut. Kemudian pada bulan Mei – September berlangsung musim tenggara ini bagi nelayan adalah masa paceklik, karena agin tenggara yang bertiup membawa ikan keluar dari pesisir pantai untuk kembali berkembang biak ditengah laut dalam laut jawa sekitar Pulau Masa Lembu (Jawa Timur). Terdapatnya musim ikan dan musim paceklik ini tidak terlepas dari sifat biologis jenis ikan kembung tersebut untuk selalu bermigrasi sebagai siklus hidup ikan kembung.

2. Era Perikanan Pagatan (1960-1980)
Sebagai suatu wilayah pesisir, Pagatan sesungguhnya tidak pernah sepi dari kegiatan perikanan, sebab bagi masyarakat pesisir bugis Pagatan telah menjadikan nelayan sebagai mata pencaharian pokok untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan hidup. Hingga tahun 1950-an perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi, setelah sektor perkebunan yang dimiliki oleh para bangsawan bugis Pagatan mengalami kemerosotan, memasuki tahun 1960-an Pagatan mengalami era Perikanan.
Disamping karena merosotnya sektor perkebunan, semakin penting sektor perikanan juga disebabkan oleh semakin banyak nelayan dari Sulawesi yang datangkan oleh Para Punggawa, sebab nelayan dari selawesi lebih maju sarana dan prasarana alat tangkapnya yang kemudian ditiru oleh masyarakat setempat. Kemudian tidak terkecuali peranan petugas Dinas perikanan setempat yang turut pula memperkenalkan alat-alat baru. Kesemuanya itu bermuara pada meningkatnya hasil perikanan laut sehingga memacu semangat penduduk untuk bekerja sebagai nelayan.
Perkampungan nelayan dipesisir Pantai Pagatan di era perikanan berkembang pesat terutama di Kampoeng Pejala yang berupakan basis nelayan Bugis Pagatan. Namun memasuki tahun 1980-an para warga nelayan Pagatan mengalami penurunan produksi hal ini disebabkan kalah bersaing dengan nelayan yang datang dari luar terutama dari Jawa Timur. Nelayan Jawa Timur mengalami kemajuan pesat dalam pengetahuan dan teknologi penangkapan. Sementara nelayan Pagatan pengetahuan nelayan yang didapatkannya hanya pada pengalaman tidak ditunjang dengan pengembangan pengetahuan bagi nelayan akibatnya kalah bersaing dalam kegiatan oprasi penangkapan ikan.
Kemudian ikan yang diharapkan datang dari laut jawa menuju pesisir sudah terpotong peredaran disamping karena kerusakan habitat ikan dilaut juga karena terlebih dahulu dilakukan operasi dari nelayan dari Jawa dan hal ini berlangsung hingga sekarang, menyebabkan pekerjaan nelayan mulai ditinggal sebahagian besar masyarakat nelayan Bugis Pagatan.
Kemudian memasuki era reformasi tahun 2000 kehidupan warga nelayan semakin tidak menentu seiring tidak setabilnya perekonomian negara dan semakin melonjaknya harga BBM, mengakibatkan nelayan tidak dapat melakukan operasional karena pengeluaran operasional lebih besar dari pendapat hasil tangkapan ikan yang didapatkan. Hingga tahun 2006 setelah beberapa kali kenaikan BBM maka hampir 80 % nelayan di Pagatan tidak melakukan kegiatan lagi dilaut mereka lebih cenderung menjual armada dan alat tangkapnya atau mengudangkannya.

E. BUDAYA MAPPANRETASI
1. Pengertian Mappanretasi.
Mappanretasi adalah suatu acara ritual ungkapan rasa syukur nelayan Bugis Pagatan kepada Tuhan atas kesejahteraan yang didapatkan melalui hasil tangkapan ikan dilaut oleh nelayan. Acara ini dilaksanakan setiap tahun sekali pada bulan April mana kala Musim Ikan atau Musim Barat sudah mulai berahir. Pelaksanaan acara ritual styukuran Mappanretasi berlangsung ditengah laut dipimpin oleh sandro, digiring dan diikuti oleh kapal-kapal para nelayan. Setelah acara ritual syukuran dilaut selesai kemudian rumbongan sandro kembali kedarat untuk menjalin silaturrahim dengan para undangan yang hadir, sekalgus menerima ucapan selamat atas terlaksananya upacara Mappanretasi dari para undangan.
Selanjutnya penyelenggaraan Mappanretasi tidak saja menyajikan acara ritual syukuran Mappanrertasi, juga diadakan berbagai pegelaran atraksi budaya daerah baik atraksi budaya bugis Pagatan maupun budaya etnis suku bangsa lain yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu.

2. Kapan pertama kali Mappanrettasi
Tidak ada catatan yang dapat dijadikan bukti sejarah tentang kapan pertama kali acara Mappanretasi dilaksanakan. Namun yang pasti bahwa acara ini dilakukan setiap tahun sekali oleh masyarakat nelayan Bugis Pagatan, adapun waktu pelaksanaannya setiap bulan april dimana masa tertsebut kegiatan nelayan dilaut sudah mulai berkurang atau dengan kata lain musim ikan (Musim Barat Oktober-April) sudah berahir dan menunggu musim ikan tahun depan.
Pada masa pemerintahan Lasuke (1920-1955) Kepala Kampoeng Pejala penyelenggaraan Mappanretasi setiap tahun selalu memotong kerbau untuk disuguhkan kepada siapapun orang yang berkunjung menghadiri Mappanretasi. Rumah Lasuke dan rumah-rumah para ponggawa terbuka untuk siapapun, demikian juga perahu-perahu nelayan dipenuhi makanan yang akan disuguhkan bagi pengunjung yang berkenanan naik menumpang diatas perahu mengikuti acara ritual Mappanretasi.
Pada tahun 1960-1980 masa kejayaan masyarakat nelayan di Pagatan, setiap penyelenggaraan Mappaneretasi juga digelar berbagai pertunjukan baik itu perlombaan perahu nelayan maupun hiburan pada malam-malam menjelang pelaksaan Mappanretasi. Selanjutnya acara sukses digelar sehingga menarik perhatian pemerintah khususnya petugas pegawai perikanan yaitu Bapak Sukmaraga kemudian Bapak Masguel untuk meningkatkan penyelenggaraan Mappanretasi lebih terorganisasi. Oleh karena itu Mappanretasi kemudian ditetapkan waktunya yaitu 6 April bertepatan dengan hari Nelayan Nasional, kemudian penyelengaraan Mappanretasi digelar berbagai acara sebelumnya hingga hari puncak, maka dari itu kemudian penyelenggaraan Mappanretasi dikenal dengan nama Pesta Laut Mappanretasi.
Acara Mappanretasi setiap tahun mendapat kunjungan banyak wisatawan, sehingga pada tahun 1991 Mappanretasi ditetapkan sebagai Event Wisata Visit Indonesia Year 1991 dan Visit Asean Year 1992. Atas dukungan Kakanwil Deparpostel Kalsel Bapak A. Khalik, sebab beliau menilai Mappanretasi mempunyai daya tarik pengujung yang selalu membeludak setiap kali penyelenggaraan sampai sekarang ini, masih tetap dilestariakan bahkan selalu dikembangan dengan membumbuhi berbagai atraksi baik budaya maupun kesenian tradisional dan modern.

3. Prosesi Mappanretasi.
a. Penetapan waktu Mappanretasi.
Sesepuh Nelayan atau pemangku adat mengadakan pertemuan dengan melibatkan para Ponggawa, Pua Sandro dan Pua Imang untuk bermusyawarah untuk bermufakat mempersiapkan penyelenggaraan dan menetapkan waktu mappanretasi, acara ini berlangsung dikediaman Pambakala Kampoeng sekarang rumah Kepala Desa Wirittasi atau disekretarat Lembaga Adat Mappanretasi.
b. Pelaku Mappanretasi.
Dalam penyelenggaraan Mappanretasi ada dua unsur kepanitian ada yang sifatnya umum dan khusus. Panitia umum adalah menyiapkan penyelenggaraan pegelaran atraksi budaya Mappanretasi, sedangkan panitia khusus seksi Penata Adat mempersiapkan pelaksanaaan acara ritual syukuran Mappanretasi. Adapun mereka yang mempunyai peranan pada acara syukuran Mappanretasi, yaitu :
1. Pua Sandro, yang terdiri dari tiga orang berpakaian kuning tugasnya adalah memimpin berlangsung acara ritual Mappanretasi di laut.
2. Sesepuh Adat adalah para Kepala Desa di empat desa pesisir Pantai Pagatan yaitu Gusungnge, Wirittasi, Juku Eja, dan Pejala selaku pihak pelaksana Mappanretasi.
3. Penggowa, Juru Mudi dan Jurubatu yang mempersiapan pasilitas baik biaya penyelenggaraan maupun memandu sandro untuk sampai pada titik acara Mappenretasi dilaut.
4. Ibu-ibu nelayan juga turut ambil bagian untuk mendampingi Pua Sandro. Tugas mempersiapkan segala macam keperluan acara ritual mappanretasi kemudian mengaturnya sedemikian rupa.
5. Sepasang pengantin adat Bugis.
6. Sejumlah penari mappakaraja.
7. Penata Adat sebagai pemandu acara.
- Rangkaian acara Mappanretasi.
1. Acara pemberangkatan Rombongan Sandro dari rumah Kepala Kampoeng menuju panggung adat tempat berkumpulnya para undangan, diarak dengan menggunakan perahu Pejala dipandu oleh Juru Mudi dan Juru Batu.
2. Pua Sandro tiba didermaga panggung adat disambut oleh Sesepuh nelayan para ponggwa kemudian segera naik kepanggung adat untuk mengambil perlengakapan acara ritual Mappanretasi. Disini dilaksanakan acara penyerahan olo sandro dari sesepuh adat kepada sandro.
3. Selanjutnya Sandro segera turun kelaut membawa olo sandro diiringi Sesepuh Adat, Ponggawa, Juru Mudi, Juru Batu, dan Para Undangan dengan menggunakan perahu pejala melaju ketengah laut untuk melaksanakakan acara ritual Mappanretasi.
4. Upacara inti Mappanretasi berlangsung dilaut ditandai dengan pemotongan ayam hitam (Manu Tolasi) kemudian darahnya ditaburkan didalam air laut sekitar perahu sandro berlabuh. Setelah diadakan acara doa bersama menadai selesainya prosesi acara ritual Mappanretasi.

4. Mereka Yang Mengembangkan Mappanretasi
a. Pembakala Suke Bin Laupe.
Lasuke adalah Kepala Kampoeng Wirittasie Tahun 1920-1955. Sebagai Kepala kampoeng bagi para nelayan di Pesisir Pantai Pagatan, konon dirumah Lasuke dilaksanakan penyelenggaraan Mappanretasi setiap tahunnya memotong kerbau untuk disuguhkan kepada para tamu yang hadir dalam acara Mappanretasi. Bentuk penyelenggaraan Mappanretasi setelah melaksanakan acara ritual dilaut kemudian naik dan berkumpul dirumah Kepala Kampong Lasuke.

b. Pambakala Saing.
Setelah Lasuke wafat digantikan oleh Lasaing 1955-1970, pada jaman Lasaing teknologi perikanan alat tangkap ikan mulai berkembang seiring meningkatnya kesejahteraan nelayan pada masa ini ada petugas perikanan yang mendampingi nelayan yaitu Menteri Sukmaraga. Dengan adanya petugas perikanan ini Mappanretasi dilaksanakan secara kepanitiaan dengan mengelar. Sehingga Mappanretasi pada saat diberikan nama Pesta Laut sebab panitia disamping melaksanakan acara ritual Mappanretasi juga mengadakan berbagai acara seperti hiburan dan olah raga. Sekaligus juga memperingati hari nelayan yang jatuh pada setiap tanggal, 6 April oleh karena itu acara puncak Mappanretasi dilaksanakan setiap tanggal 6 april disesuaikan hari nelayan nasional.

Kemudian mereka yang juga telah berjasa adalah :
1. Bapak Sukmaraga petugas perikanan, yang pernah memberikan gagasan pelaksanaan Mappanretasi disesuai dengan hari perikanan nasional pada setiap 6 April. Kemudian hari perikanan ini dirayakan berbagai kegiatan kesenian sehingga kemudian dikenal dengan nama perayaan Pesta Laut mappanretasi. Bapak Masguel petugas perikanan yang mengantikan Bapak Sukmaraga yang telah memasuki masa pensiun. Penyelenggaraan Mappanretasi kemudian lebih terorganisasi melelaui pembentukan kepenitiaan.
2. Takoh-tokon pada permulaan penyelengaraan Mappanretasi dalam bentuk kepenitiaan tahun 1965- 1980 adalah : Pembakal Saing, Zainuddin S, H. Nakip, Nurdin BT, Abdul Syukur, Masgoel, H. Mahdin, Pua Kidang, M. Santari, dll. Kemudian tempat penyelenggaraan kegiatan pekan (Pasar Malam) berlangsung di Komplek Juku Eja.
3. Sandro Rahim dan Sandro Ladeka beberapa dekade terahir ini adalah orang yang dipercayakan oleh masyarakat nelayan memimpin pelaksanaan acara ritual syukuran Mappanretasi.
4. Masry Abdulganie, Mohammad Jabir, Fadly Zour, Ismail, BT, M. Ikrunsyah, Musaid AN, Andi Amrullah, Hamsury, Abdul Azis Hasboel, Burhansyah, Machmud Mashur, Faisal Batennie dan lain-lain yang berjasa memberikan warna atraksi budaya setiap penyelenggaraan Mappanretasi. Salah satu gagasan adalah adanya pekan Mappanretasi, diadakan berbagai pegelaran budaya kesenian berbagai daerah untuk tampil mengisi pekan Mappanretasi. Kemudian telah dibakukannya naskah Prosesi Mappanretasi sejak tahun 1991. (Nama tersebut diatas sebagian masih dapat memberikan keterangan informasi Mappanretasi).
5. Abdul Gani Habbe, ulama yang telah berperanan mengubah unsur-unsur mistik Mappanretasi, seperti pembacaan mantera-mantera dalam bahasa bugis diganti dengan doa-doa yang diajarkan dalam agama Islam.

d. Deparpostel Kalsel 1990-1995.
Sejak ditetapkan Mappanretasi sebagai Even Wisata Nasional tahun 1991 dengan dimasukan agenda Visit Asean Year, Mappanretasi dilaksanakan setiap bulan april akan tetapi tanggalnya disesuaikan dengan pasang surut air laut dibibir Pantai Pagatan, seperti sekarang mana kala air laut surut pada pagi hari menjelang siang maka waktu ini sesuai untuk dilaksanakan acara ritual Mappanrtetasi maksudnya agar orang dapat berkumpul dibibir pantai.
Salah seorang yang serius mempromosikan Mappanretasi sampai ke Mancanegara adalah A. Khalik (1991) mantan Kakanwil Deparpostel Kalimantan Selatan. Sejak tahun 1991 Mappanretasi diselenggarakan dengan baik dengan melibatkan unsur pemerintah baik Propinsi, Kabupaten, maupun pihak sponsor dan masyarakat itu sendiri sebagai pelaku Mappanretasi. Acara Mappanretasi dikemas dengan melakukan berbagai pegelaran atraksi budaya sebelum acara inti Mappanretasi dilaksanakan.

F. KESIMPULAN
1. Bugis Pagatan adalah suku bangsa yang garis keturunan dari Sulawesi Selatan, kemudian mereka pada umumnya menjadi penduduk daerah Pagatan dengan mengembangkan adat istiadat persekutuan mereka, dan untuk selanjutnya disebut sebagai Bugis Pagatan.
2. Puanna Dekke adalah seorang bangsawa dari Wajo (Sulsel) yang telah berjasa membangun dan membentuk sistem pemerintahan di Pagatan dengan menobatkan Kapitan Laut Pulo Hasan Lapangewa sebagai Raja Pagatan Pertama. Kerajaan Pagatan adalah kerajaan kecil yang berdaulat kepada kerajaan Banjar yang lebih besar dan kerajaan Pagatan tidak hubungan pemerintahan dengan kerajaan Bugis yang ada di Sulawesi.
3. Mayoritas nelayan di Pagatan adalah suku bangsa Bugis yang hidup dan bermukim disepanjang pesisir Pantai Pagatan. Setiap habis musim ikan biasanya warga nelayan menyelenggarakan Adat Mappanretasi sebagi bentuk ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan yang telah memberikan rezki melalui hasil laut, sekaligus juga mappanretasi dijadikan ajang silaturrahim. Kemudian dengan kemampuan Mappanretasi mendatangkan pengunjung yang besar pada setiap tahun maka ditetapkan adat Bugis di Banua banjar ini sebagai salah satu even wisata Kalimantan Selatan.

- - -


DAFTAR PUSTAKA
1. Lontara Kerajaan Pagatan.
2. Prof. Dr. Mattulada, Disertasi LATOA, Yagyakarta 1985.
3. Faisal, Penggunaan Bahasa Bugis Dalam Dakwah Islam di Pagatan, Sepkripsi IAIN Banjarmasin, tahun 1991.
4. Andi Syaiful Oeding, Perubahan Sosial Sebuah Masyarakat Pantai: Pagatan 1950-1990, Sipkripsi UGM Yoyakarta taun 1993.
5. Faisal Batennie, Budaya Bugis di Bumi Banjar, B.post tahun 1991.
6. Faisal B dan Musaid AN. Naskah Prosesi Mappanretasi, Penata Adat, Pagatan 1991.


Juku Eja, 14 April 2005
*Penata Adat Pemerhati Budaya Bugis Pagatan









DINAMIKA BUDAYA MAPPANRETASI
A. Pengertian Mappanretasi.
Kata “Mappanretasi” bersal dari bahasa Bugis yang secara harpiah berarti “memberi makan laut”. Namun dalam hakekatnya Mappanretasi adalah ungkapan rasa syukur dan terimaksih warga nelayan Bugis Pagatan kepada Tuhan (Allah SWT) atas rezki yang diberikan dalam bentuk hasil laut berupa ikan, melalui doa syukuran bersama yang dilakukan dilaut semoga dapat memberikan berkah untuk kesejahteraan warga nelayan.


Tahun 1960-1970 terjadi perubahan sosial ekonomi yang penting di Pagatan yaitu mulai memudarnya peran kaum bangsawan dan menguatnya peran kelas menengah dalam kegiatan perekonomian melalui komuditas sektor perikanan, akibat kegiatan sektor perikanan yang semakin dominan para ponggawa semakin penting dalam perubahan sosial.
Semaraknya kegiatan perikanan dan semakin kokohnya posisi kelas menengah pada gulirannya membawa implikasi dalam sosial dan budaya. Keberlimpahan hasil perikanan bagi para nelayan disikapi dengan pembentukan simbol-simbol. Demikian pada setiap usianya musim ikan kembung (Rumah-rumah), para nelayan yang dipelopori Ponggawa dan Warga Nelayan Bugis Pagatan menyelernggarakan suatu bentuk upacara yang disebut “Mappanretasi”. Upacara yang berlangsung secara adat ini memiliki muatan relegius, karena ia dianggap sebagai maneifestasi serta uangkapan rasa syukur dan terimaksih kepada Tuhan (Allah SWT) atas rezki yang diberikan dalam bentuk hasil laut berupa ikan. Melalui upacara inipulah nelayan berdoa semoga tahun-tahun berikutnyab diberikan rezeki yang lebih baik lagi. Meskipun ucapaca Mappanretasi ini telah berlangsung jauh sebelumnya sehingga telah menjadi tradisi, akan tetapi penyelenggaraan masih dalam lingkup yang terbatas, khusus dalam lingkungan warga nelayan Bugis Pagatan.
Ketika Pagatan mengalami era Perikanan, yakni pada wakti hasil perikanan telah memberikan arti bukan hanya kepada para nelayan; upacara Mappanretasipun mengalami proliferasi. Sehingga jika sebelumnya upacara mappanretasi boleh dikata hanya milik nelayan, dalam perkembangan kemudian menjadi milik masyarakat nelayan pada umum. Begitulah jika atas kesepakatan para nelayan seluruh Indonesia yang berkumpul di Bogor pada tahun 1969, tanggal 6 April 1969 ditetapkan sebagai hari nelayan. Sementara di Pagatan (Kab, Kotabaru) tanggal 6 april ditetapkan sebagai Hari Nelayan daerah dengan upacara mappanretasi diangkat sebagai substansi acaranya dan terus dilangsung setiap tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar