Selasa, 20 Juli 2010

LAGENDA TANAH BUMBU

LAGENDA DATU MABRUR DAN PULAU HALIMUN,


Munculnya peradaban sosial budaya di Wilayah Tanah Bumbu dan Pulau Laut telah memiliki latar belakang sejarah yang sama, oleh karena itu dalam perkembangan peradaban kedua wilayah sejak lama telah terjalin hubungan yang baik dan harmanonis. Adapun kemudian terjadi pemisahaan sistem pemerintahan tidak lain hanya untuk mempercepat laju perkembangan pembangunan dan pemerataan dikarenakan luasnya wilayah.

Sebagai daerah yang serumpun yang dalam era reformasi ini telah dilakukan pemekaran dalam wilayah provinsi Kalimantan Selatan tentunya akan menarik kita akan memahami latar belakang sejarah kedua daerah tersebut, untuk dipersembahkan kepada generasi berikutnya, sebagai bahan kajian dan pemikiran untuk mengetahui perkembangan sejarah dan peradaban di kedua daerah, yaitu Kotabaru mewakili wilayah Pulau Laut dan Pagatan mewakili wilayah Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan.

Kedua wilayah yang serempun telah memiliki kesamaan lagenda sejarah diawal-awal terjadinya peradaban, yaitu seperti cerita Pulau Halimun, Gunung Jambangan dan Sungai Kukusan Muara Pagatan.


A. DATU MABRUR DAN PULAU HALIMUN

Dalam catatan sejarah Istilah Datu dikenal dalam tingkatan sosial dalam masyarakat Melayu seperti di Sumatera, Malaysia, dan Kalimantan (Banjar). Konon masyarakat Banjar memberikan gelar Datu kepada orang yang Alim dan Saleh, Kepala Adat, Orang yang dituakan, serta Pahlawan yang memiliki kesaktian yang mandraguna. (Idwar Saleh: 1978)

Diwilayah Tanah Bumbu dan Pulau Laut juga ada bebera ceritera rakyat tentang keberadaan Datu yang memilik kesaktian mandra guna, diantaranya adalah Datu Mabrur. Datu Mabrur mempunyai tiga saudara dan ketiga saudaranya telah berkeluarga. Diantara saudaranya ada yang kawin dengan Putri Jawa, Puteri Bali, dan adapula dengan orang Sumatera. Sementara Datau Mabrur belum berkeluarga maka memutruskan untuk melakukan pengembaraan, hingga membawanya samapi di Muara Pagatan di Wilayah Tanah Bumbu. Di Muara Pagatan tepatnya Muara Sungai Kukukusan Datu Mabrur memtuskan untuk melakukan pertapaan.

Setelah dalam pertapaan Datu Mabrur berhasil memunculkan Pulau lengkap dengan gunung yang elok dan cantik kemudian dikenal dengan Sabak Halimun ada juga menyebutnya Pulau Halimun sebab dikatakan demikian sebab Pulau Halimun sebab bisa hilang dan bisa muncul. Kemudian Datu Mabrur berniat untuk berkeluarga dan berhasil mempersunting seorang putri dari Pulau Dewata (Bali), dari hasil perkawinan tersebut melahirkan keturunan 7 orang anak terdiri dari 6 anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Yang masing-masing keturunannya tersebut bernama,
1. Datu Belang Ilat.
2. Datu Karang Kabunan.
3. Datu Karang Baingsang.
4. Datu Karang Kintang.
5. Datu Karang Jangkar.
6. Datu Ning Kurung, (perempuan) dan
7. Data.

Seperti hal itu juga seorang pertapa yang sakti mandra guna bernama Datu Mabrur setalah berhasil membangun pemukiman dan berkeluarga. Kemudian Datu Mabrur membangun peradaban yang berlandaskan Idiologi Agama Hindu sesuai agama yang diyakini. Diawali dengan pengaturan pemerintahan di Pulau Halimun dengan memberdayakan anak-anaknya terlibat dalam pemerintahan Pulau Halimun. Konon pemerintahan di Pulau Halimun Datu-datu yang memegang kekuasaan berada dalam alam gaib tak nampak oleh manusia biasa.
1. Datu Belang Ilat diangkat menjadi Tumenggung.
2. Datu Karang Kabunan diberi tugas untuk mengurus perkebunan dan segala macam tanam-tanaman supaya menjadi subur.
3. Datu Karang Baingsan dipercayakan untuk mengurusi segala hasil laut seperti ikan dan sejenisnya.
4. Datu Karang Jangkar ditugaskan mengurusi pelayaran.

Pernah suatu saat penguasaa Kerajaan Banjar berkunjung Pulau Halimun, karena adanya laporan perjalanan pelayaran pelaut dari Negeri India yang sedang melewati suatu tempat kemudian kapalnya kandas ditengah laut. Tapi yang mengheran nakhoda ditempat kandas seperti ada pulau yang ramai dan kedengaran orang melakukan kegiatan ritual dan aktivitas lainnya, sementara secara kasat tidak ada pulau dan manusia yang kelihatan, setalah kapal terlepas dari kandas kemudian melanjutkan perjalanan ke Bandarmasih dan hal ini disampaikan kepada penguasaan kerajaan.

Raja Banjar diantara Nakhodal India berhasil sampai ke Pulau Halimun tempat dimana kapal India tersebut kandas, tetapi semapai ditempat tersebut Pulau yang dimaksud juga tidak tampak. Kemudian Raja Banjar melaksanakan sholat meminta pertolongan Allah SWT, doanya dikabulkan dan Pulau Halimun muncul dengan eloknya namun, kemudian Raja dan pengikutNya berjalan-jalan mengelilingi Pulau halimun sudah sekian lama berjalan ternyata tidak melihat seorang manusiapun dipulau tersebut. Kemudia Raja sholat dan berdoa lagi alhasil kelihatanlah penduduk dipulau itu yang sedang melakukan berbagai aktivitas. Kemudia Raja bertanya pada salah seorang penduduk tentang siapa penguasa di Pulau ini, orang tersebut kemudian menjawab bahwa kami disini tidak mempunyai Raja hanya memeliki Tumenggung yang berkuasa didaerah ini. Raja Banjar minta diantarkan untuk bertemu dengan Tumenggung. Selanjutnya kedua pimpinan saling berkenalan satu dengan yang lain bahkan memperkenalkan agama yang masing-masing dianutnya.

Raja Banjar bahkan sempat menawarkan kepada tumenggeng dan masyarakat Pulau Halimun agar masuk dalam agama Islam. Tumenggungpun menerima dengan baik usulan Raja Banjar, namun sebelum itu Tumenggung meminta para Pendeta dan petinggi agama di Pulau Halimun untuk membahas usulan Raja Banjar. Sehingga menghasilkan kesepakan bahwa sebahagian masyarakat Halimun memelik Islam dan sebahagian lagi bertahan pada agama yang telah diyakini terutama para pendeta. Kemedian Tumenggung bertanya kepada pendeta yang bertahan pada keyakinan agamanya sebelumnya. Salah seorang Pendeta mengatakan bahwa kalau kami semuanya masuk dalam agama yang ditawarkan oleh Raja Banjar, maka Pulau Halimun tidak dapat dipertahankan lagi sebagai pulau yang gaib, keputusan ini dipahami dan dihormati Temunggung dengan baik. Tapi Tumenggung dan keluarganya menyatakan diri memeluk agama Islam, kemudian diadakanlah perjanjian dengan Raja Banjar. Temuenggung meminta kepada Raja Banjar agar dapat mengatur sistem pemerintahan di Pulau Halimun sebab selema ini Tumenggung mengaturnya hanya sistem kekeluargaan, hal ini disetujui oleh Raja Banjar.

Inilah latar belakang kemudian menjadikan lahirnya Negara Dibalik Sumpah di mana terbagai wilayah kekuasaan di Pulau Halimun menjadi dua wilayah kekekuasaan wilayah gaib dinyatakan sebagai Pulau Halimun dan wilayah yang tampak kemudian dinamakan Pulau Laut.



Pulau HalimunTerapung Ditengah Laut


B. SUNGAI KUKUSAN DAN GUNUNG JAMBANGAN

Sungai Kukusan adalah sebuah sungai yang alurnya dipadalam berasal dari kaki gunung meratus kemudian mengalir kehilir samapai dengan Selat Pulau Laut dan Laut Jawa. Sungai Kukusan telah membagi dua wilayah Pagatan wilayah dataran dengan potensi pertanian dan perkebunan dan wilayah pantai dengan potensi perekinan laut. Kemudian diapit alur laut jawa dan selat Pulau yang sangat strategis untuk jalur pelayaran yang sampai sekarang ramai dikunjungi baik belayaran samudera, lokal, dan pelayaran rakyat.

Sebagai mana telah diuraikan sebelumnya bahwa keberadaan Pulau Halimun buah hasil pertapaan Datu Mabrur kemudian dapat memculkan Pulau yang elok dan cantik. Kemudian asal mula keberadaan Datu Mabrur tidak diketahui dari mana asalnya, yang jelas bahawa beliau seorang pengembara membawanya samapai di Muara Sungai Kukusan (Sekarang Sungai Kusan terletak di Pagatan Tanah Bumbu).

Keberadaan Pulau Halimun tidak terlepas dengan buah hasil pertapaan seorang Datu Saklti Mandra Guna bernama Datu Mabrur, sebagaiaman persi cerita berikut ini :

Menurut catatan portopolio Sulaiman Najam: Keberadaan Pulau Halimun ini atas jasa Datu Mabrur dan 3 saudaranya, semula Datu Mabrur bermukim di Muara Sungai Kukusan salah satu wilayah di Pagatan. Hingga pada suatu hari Datu Mabrur duduk bertapa diatas batu besar muara sungai Kukusan yang kemudian batu besar tersebut mengantarkan datu Mabrur ketengah laut, bertahun-tahun Datu Mabrur terombang ambing diatas batu namun tidak mengurangi kekhusuan pertapaanya sehingga atas upaya pertapaan tersebut batu tempat pertapaanya tadi menjadi sebuah Pulau yang kemudian diberi nama dengan Pulau Halimun. Ketika kemunculan Pulau Halimun Datu Mabrur kemudian menjadikan sebagai tempat pemukiman bagi keluarganya. Pada suatu hari Datu Mabrur mendapat kunjungan dari sahabatnya yaitu Datu Pujung, dalam pertemuan istimewa ini Datu Mabrur kemudian meminta tolong kepada Datu Pujung agar mencarikan gunung di Pulau Jawa, agar nantinya Pulau Haliman menjadi Pulau yang indah dan elok. Datu Pujung dengan senang hati pula memenuhi keinginan sahabatnya kemudian didatangkannya sebuah gunung yang kemudian dikenal dengan gunung Jambangan.

Bambang (1981) Oleh karena merasa bosan tinggal sendirian di Kampun, Datu Mabrur meninggalkan kampun halaman dengan seorang diri dan akhirnya pada suatu tempat kemudian diketahui bernama Muhara Pagatan. Datu Mabrur duduk termenung kemudian melihat sebuah batu besar yang menarik perhatiannya. Kemudian batu besar tersebut diangkatnya diatas pundaknya yang kekar dan kuat menunuju ketengah laut, sesa,painya dilaut dalam kemudian melatekan batu tersebut. Selanjutnya Daru Mabrur naik diatas duduk bersemedi melakukan pertapaan. Setelah bertahun-tahun lamanya keadaan batu tersebut telah mengalami perubahan. Batu tersebut menjadi besar bentuknya karena telah ditumbuhi pasir dan segala benda-benda yang menyangkut dibatu tersebut yang menjadikan kemudian batu itu menjadi sebuah Pulau. Pada mulanya pulau itu bernama Sabak Halimun (penuh diliputi oleh awan) oleh sebab itu pulau tersebut tidak kelihatan.

Pada suatu hari di Sabak Halimun Datu Mabrur di Kunjungi oleh seorang Datu yang sakti mandraguna berasal dari Kerajaan Banjar bernama Datu Pujung. Kemudian kedua datu yang sakti ini menjalin persahabatan, sehingga pada suatu saat Datu Mabrur minta pertolongan Datu Pujung yang memiliki kesaktian dapat memikul beban seberat apapun dapat dipikul dengan cara berlari cepat. Untuk dapat mengambil mengambilkan sebuah gunung yang tinggi di pulau jawa yang akan diletakan sesuai dengan keinginan Datu Mabrur. Kemudian Datu Pujung Tampa berpikir secepat kilat membawakan gunung Datu Mabrur, belum sampai ketujuan yang dimaksudkan Datu Mabrur tiba-tiba gungung tersebut terjatuh dari pikulan Datu Pujung. Namun walaupun tempat jatuhnya tidak sesuai dengan kehendak Datru Mabrur ternyata kemudian Datu Mabrur meyakini bahwa tempat jatuhnya gunung tersebut posisinya lebih baik daripada dimaksudkan rencana sebelumnya. Gunung inil;ah kemudian dinamakan dengan Gunug Jambangan yang menjadi simbol Kotabaru yang terletak diselat Pulau Laut berhadapan dengan Muhara Pagatan.

Fahrurraji: (2002) Dilain riwayat juga diceritakan ketika Sultan Suriansyah memerintahkan Datu Pujung untuk mencari Kayu Ulin empat batang untuk tiang guru Mesjid yang akan didirikan di Kuin Kerajaan Banjar. Setelah Datu Pujung menerima titah Penembahan kemudian segara berangkat ke Timur , sampailah Datu di Muara Sungai Kukusan Pagatan akan tetapi setelah menulusuri hutan belantara tidak menemukan kayu yang dimaksud, hingga akhirnya Datu Pujung bertemu dengan seorang pertaba di Muara Sungai Kukusan yang bernama Datu Mabrur. Datu Pujung tinggal beberapa saat dengan Datu Mabrur di Muara Sungai Kukusan. Kemudian terjalinlah persahabatan yang baik antara kedua datu, hingga suatu hari Datu mabrur minta bantuan kepada Datu Pujung sahabatnya yang sakti mandra guna untuk mencarikan sebuah gunung yang indah di Pulau Jawa yang kelak akan diletakan di sekitar Sungai Kukusan. Tanpa banyak pikir Datu Pujungpun berangkat ke Pulau Jawa, karena menggunakan ilmu lari cepat sebantar saja sampai ketempat yang dituju, kemudian diambilnya sebuah gunung lalu diikatkannya diatas punggungnya dengan tali kemudian dengan cepat pula gunung itu dibawah ke Datu Mabrur, sesampai sekitar Muara Sungai Kukusan tali pengikat gunung putus dan gunung tersebut terjatuh di laut sekarang gunung tersebut dikenal dengan gunung Jambangan yang ada di Pulau Laut.

Hal ini pernah diceritakan ketika pasukan kerajaan Bone ingin menyerang Kerajaan Pagatan menjelang sebuh sebelum tiba di Pantai Pagatan ditengah perjalanan tiba-tiba pasukuan kerajaan bone dikejutkan dengan adanya suara ayam yang berbunyi pada hal ia tidak melihat adanya pulau tempat ayam berkokok. Sehingga atas kejadian tersebut pasukan Bone membantalkan untuk menyerang di Kerajaan Pagatan. Setiba di Kerajaan Pagatan yang ia tanyakan kenapa ada ayam berbunyi ditengah laut pada Arung (Raja) Pagatan. Kemudian Arung Pagatan secara diplomasi pula memberikan penjelasan, bahwa untuk memunculkan sebuah Pulau ditengah laut adalah hal yang muda bagi kami, yang terpenting adalah pasukan kerajaan Bone dipersilahkan dulu naik Kesoraja (Istana Raja) menikmati hidangan yang telah kami persiapkan untuk menjami Puang-Puang (Tuan-tuan). Setelah Arung Pagatan merasa sudah siang dan matahri bersinar tinggi kemudian pasukan kerajaan Bone di Persilahkan Pantai Pagatan untuk melihat Pulau yang telah dimunculkan Arung Pagatan. Atas diplomasi Arung Pagatan inilah kemudian pasukan Kerajaan Bone membantalkan niatnya menyerang Kerajaan Pagatan. Selanjutnya mengakui Kerajaan Pagatan sebagai kerjaan yang berdaulat sendiri yang tidak mempunyai hubungan pemerintahan dan hanya mempunyai hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Bone.

Sebenarnya Pulau Halimun kalau malam hari menjelang subuh selalu diselimuti dengan awan mega yang putih bersih yang menyelimuti dan membungkus Pulau Halimun, sehingga yang tampat hanya awan mega yang terapun diatas laut. Menjelang siang dan mata hari bersinar secara berlahan-lahan selimut awan mega menguap memunculkan Pulau Halimun yang indah, cantik dan elok.



Pulau Laut dipandang dari Muara Sungai Kukusan





C. MASA PEMERINATAHAN KERAJAAN

Keberadaan Datu Mabrur di Pulau Laut dan Tanah Bumbu terhadap perkembangan peradaban di Kotabaru tidak meninggal bukti-bukti sejarah tapi hanya merupa cerita yang menjadi mesteri hingga sekarang. Dalam catatan sejarah peradaban di Pulau Laut dan Tanah Bumbu yang mempunyai peranan penting adalah tentang keberadaan Kerajaan Banjar dan saudagar Bugis serta India.

Kemudian muncul peradaban orang Banjar dan peradaban orang Bugis sekitar abad ke 17-18 akan mewarnai peradaban di Pulau Laut dan Tanah Bumbu. Hal ini dikarenakan bahwa berkembangan peradaban Banjar mengingat maytoritas penduduk Kalimantan Selatan adalah orang Banjar dan merupakan penduduk asli, sementara keberadaan orang Bugis dan berkembangan peradabannya tidak lain kegigihannya membuka pemukiman-pemukiman baru di wilayah tak berpenguhi didaerah ini, kemudian mendapat restu oleh pihak penguasa untuk membangun dan mengembangkan peradannya ditempat yang baru tersebut. Dan yang lebih penting lagi bahwa kedua etnis ini ketika sejak awal membangun peradaban di Pulau Laut dan Tanah Bumbu mereka telah mempunyai ikatan persaudaraan dalam ajaran agama, yaitu mereka sama-sama pemeluk agama Islam yang kemudian mempunyai peranan penting menyebarkan agama Islam diwilayah ini.

Mengenai kapan masuk Agama Islam belum ada data yang pasti yang jelas pertengahan abad ke 18, adapun orang-orang yang membawa agama Islam ada yang datang dari Kerajaan Banjat dan ada yang datang dari saudagar Bugis serta ada yang datang dari sudagar India. Mereka yang datang dari Kerajaan Banjar adalah keturunan Raja Banjar dan kerabat kesultanan Banjar, sementara mereka yang datang dari Sulawesi adalah para saudagar-saudagar Bugis Wajo yang kemudian bermukim dan mendirikan pemerintahan sendiri didaerah ini.

Islam mengali perkembangan yang pesat di Pulau Laut dan Kotabaru, sebab para pendatang yang kemudian membangun pemukiman kemudian bembentuk pemerintahan sendiri dikarenakan pelayanan pemerinatah kerajaan Banjar sebagai Kerajaan Islam terbesar dinegeri ini hampir-hampir tidak mampu menjangkau kedua wilayah ini, sebab letak wilayah sangat berjauhan. Arus perhubungan yang dapat dilalui ketika itu hanya alur sungai dan laut, sementara akses jalan belum ada sebab umumnya kedua wilayah ini ketika kedatangan abad ke 17 masih merupakan wilayah hutan belantara. Oleh karena mereka yang kemudian dapat membangun pemukiman dengan komunitasnya kemudian membentuk pemerintahan sendiri sebagai cikal bakal berdirinya beberapa kerajaan kecil yang tentunya berdaulat dengan kerajaan yang lebih besar yaitu Kerajaan Banjar.


Andi Syaiful (1990) Dalam Kesultanan Bandarmasih sebenarnya juga terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang tersebar diwilyahah kekusaan Kesultanan Bandarmasih,seperi diwilyah Tanah Bumbu dan Pulau Laut. Namun kedudukan Kerajaan-kerjaan tersebut secara politik berdaulat dalam wilayah kekusaan Kesultanan Bandarmasih. Hanya karena pelayan pemerintahan tidak terjangkau oleh pelayanan Kesultanan maka ada beberapa kerjaan-kerajaan kecil tersebut diberikan wewenang untuk mengatur pemerintahan sendiri dalam kelompok komunitasnya, kemudian juga ada yang dengan sengaja berdiri karena adanya latar belakang perebutan kekusaan dari Kesultanan Banjar sendiri.

Adapun kerajaan-kerajaan kecil yang dibawah kekuasaan Kesultanan Bandarmasih yang ada di Wilyah Tanah Bumbu dan Pulau Laut adalah:

1. Kerajaan Pagatan.
2. Kerajaan Kusan.
3. Kerajaan Cenggal Manunggal dan Bangkalaan.
4. Kerajaan Cantung Sampanahan
5. Kerajaan Sebamban.
6. Kerajaan Batulicin
7. Kerajaan Pasir.
8. Kerajaan Kotabaru.

Peranan kerajaan-kerajaan tersebut diatas sangat penting dalam penyebaran agama Islam didaerah Pulau Laut dan Tanah Bumbu, sebab semua kerajaan yang ada dalam wilayah kekusaan Raja Banjar tersebut adalah kerajaan yang turut serta mengembangkan Dakwah Islamiyah. Ditunjang lagi dengan para saudagar-saudagar yang datang dari tanah Bugis dan India yang secara bersamaan masuk didaerah ini selanjutnya dapat menjalin kerjasama dengan pihak penguasa baik dalam perdangan maupun dalam penyebaran agama Islam.

Oleh karena itu kehadiran para pendatang seperti suku bangsa Bugis dan suku Bangsa India tidak terjadi konprontasi sebab diikat dengan satu keyakinan akidah yang sama yaitu Agama Islam. Oleh karena itu kemudian berkembangan peradaban suku Bangsa Bugis diberapa daerah pesisir di Pulau Laut dan Tanah Bumbu, yang berdampingan dengan budaya Banjar sehingga melahirkan corak budaya baru sebagai khsana budaya sekarang di Kalimantan Selatan dengan munculnya istilah Budaya Bugis di Bumi Banjar.



---o0o---






BAB II
KERAJAAN PAGATAN


A. PENDAHULUAN

Pertengahan abad 18 Pagatan masih merupakan hutan belantara, setelah kedatangan orang-orang Bugis Wajo membuka pemukiman diatas hutan rotan belantara, kemudian menjadikan Pagatan sebagai cikal bakal lahir dan berkembangnnya peradaban bugis Pagatan di Banua orang Banjar. Dalam sejarah Pagatan tercatat sebagai salah satu kerajaan kecil yang berdaulat pada kerajaan Banjar dan sebagai basis perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI.serta memiliki kedudukan yang strategis dalam jalur pelayaran. Jadi tidak mengherankan kalau kolonial Belanda dan pendudukan Jepang selalu ingin mengusai Pagatan dulu dikenal sebagai Ibukota Kalimantan Tenggara.

Orang Bugis Wajo yang telah berjasa membangun Pagatan, telah mengembangkan peradaban serta mengabdikan seluruh jiwa raganya membangun daerah ini sehingga dengan bangga mereka disebut sebagai orang Bugis Pagatan. Sebab sejak direstui penguasa Kerajaan Banjar untuk dijinkan membuka kampoeng dan bermukim, sejak itu pula Bugis Pagatan merasa sebagai sebagai orang Banua, sehingga peradaban yang telah dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah Kalimantan Selatan ditetapkan sebagai salah satu sektor wisata budaya andalan didaerah ini dengan dijadikannya Pagatan sebagai kota wisata budaya.



B. BUGIS PAGATAN

Bugis Pagatan adalah salah satu suku bangsa yang ada di Kalimantan Selatan yang sejak pertengahan abad 18 telah bermukim serta mengembagkan peradaban dan persekutuan di Pagatan (Kalimantan Selatan) yang terletak bagian Tenggara kepulauan Kalimantan. Suku Bugis yang pertama kali membangun Pagatan kemudian mengembangkan peradapan dan persekutuannya dulunya berasal dari Wajo (Sulawesi Selatan), Matulada (1985) menjelaskan suku bangsa Bugis dan Makasar sejak dulu terkenal sebagai salah satu bangsa yang suka mengembara mengarungi samudera sehinga dikenal sebagai pelaut tangguh dan ulung. Dengan perahu layar pinisi dan lambo mereka dapat mengarungi samudera Nusantara, ke Barat sampai ke Madagaskar, ke Timur samapi Irian dan Australia. Oleh karena itulah dihampir pantai dan pelabuhan laut dikepulauan Nusantara terdapat perkampungan Bugis. Mereka pada umumnya menetap dan menjadi penduduk daerah itu sambil mengembangkan adat istiadat persekutuan mereka. Terdapat sekarang ini suku Bugis Pagatan di Kalimantan Selatan, suku Bugis Johor di Malaysia, suku Bugis Pasir dan Kutai di Kalimantan Timur, dan lain sebagainya.

Lebih lanjut Matulada (1985) menjelaskan disamping menjadi pelaut dan nelayan suku Bugis juga mengenal pertanian (Tani) dan Perkebunan (Dare) semenjak dahulu. Tanah-tanah persawahan yang subur yang dikenal sebagai lumbung pada di Sulawesi Selatan adalah terdapat dinegeri-negeri Bugis itu. Seperti Sidenreng, Penrang, dan Wajo. Bahkan orang Bugis Wajo orang wajo juga terkenal sebagai pedagang yang ulet, sampai dengan jaman sekarang orang di Sulawesi percaya bahwa pedagang-pedangan Bugis yang banyak berhasil dalam perniagaannya, niscaya mempunyai titisan darah Bugis Wajo.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas tersebut tiga orang Bangsawan Bugis dari Wajo dan pengikutnya melakukan pelayaran dari Selat Makasar menuju kepulauan Kalimantan. Tiga orang saudagara yang masing masing membawa perahu layar beserta rombongannya adalah. Pua Janggo, La Pagala, dan Puanna Dekke sesampainya di Kalimantan Pua Janggo dan La Pagala masing-masing mampir di Tanggarong dan Pasir, sementara Puanna Dekke terus melakukan pelayaran menelusuri selat Pulau Laut menuju Laut Jawa. Akan tetapi sebelum keluar Laut Jawa Perahu Puanna Dekke dihadang badai yang dahsyat, sehingga ia berlindung di Muara Sungai Kukusan (Muara Pagatan). Badai yang dahsyat belum juga reda Puanne Dekke akhirnya membatalkan niat menuju laut jawa, kemudian malah tertarik untuk menyelusuri perairan sungai Kukusan.








Selama dalam pelayaran menyelusuri sungai Kukusan dia tidak melihat orang melakukan aktivitas dibantaran sungai atau melihat perkampungan pada hal waktu pelayaran sudah cukup lama. Tiba pada suatu tempat dia melihat sekelompok orang dibantaran sungai sedang mengambil rotan, kemudian dia menghampiri dan bertanya tempat apa nama daerah ini, orang tadi menjawab wilayah ini hutan rotan biasa kami ditempat ini melakukan pekerjaan pemagatan artinya mengambil dan mengumpulkan rotan.

Puanna Dekke tertarik atas tempat pemagatan tersebut dan berniat akan membangun perkampungan diwilayah ini. Tempat pemagatan walaupun hanya ditumbuhi hutan belantara bukan berarti tidak bertuan, akhirnya Puanna Dekke berusaha mencari tahu bahwa wilayah yang diinginkan tersebut ternyata masuk dalam kekuasaan Raja Banjar. Dalam catatan lontara Kapitan Latone (ditulis, 21 Agustus 1868) Setelah Punna Dekke( J.C. Nagtegaal menyebutnya Poewono Deka, 12 : 1939) Daerah yang menarik hatinya itu dibuka itu adalah termasuk wilayah kerajaan Banjar, maka dia pergi menemui sultan Banjarmasin.

Sebagai seorang pemimpin Matoa Dagang ( Zainal Abidin, 57 : 1983) tidak sulit buat Punna Dekke berlayar hingga bersandar ke Bandarmasih. Kemudian Puanna Dekke meghadap Panembahan Batu untuk mengutarakan keinginannya. Panembahan Batu kemudian memberikan restu dan ijin utuk membangun pemukiman sebagaimana yang dimaksud. (Lontara Latone) tertulis bahwa pada saat mohon ijin kepada panembahan, ditegaskan kepada Puanna Dekke untuk kesanggupnya menanamkan investasi untuk biaya pembangunan pemukiman baru di atas lahan hutan belantara tersebut, kemudian Puanna Dekke juga dapat menjamin keamanan perairan di Muara Pagatan yang selama ini sering digunakan para bajak laut untuk merompak di Selat Pulaut. Apabila kedua hal tersebut dapat diujudkan maka daerah yang diinginkankan silahkan untuk ditempat sebagai perkampungan warga orang Bugis yang dikemudian hari dapat dijaga dan diwariskan kepada anak cucu Puanna Dekke.

Kehormatan yang diberikan Panembahan ini yang kemudian menjadi semangat bagi pembagunan pemukiman baru, sampai akhirnya menjadi sebuah Kampung oleh Puanna Dekke memberinama Kampoung Pegatan ( asal kata dari tempat pemagatan). Kampoeng Pagatan dalam tatanan Puanna Dekke berkembangan sebagai salah satu Bandar yang strategis yang diapit oleh Laut Jawa dan di Belah oleh Sungai Kukusan (Sekarang Sungai Kusan), sehingga cepat mengalami kemajuan sebagai salah satu bandar yang penting di wilayah Kerajaan Banjar.

Kemudian Puanna Dekke mengundang saudaranya Pua Janggo dan La Pagala untuk membicarakan pemimpin mengatur pemerintahan internal di kampoeng Pagatan. Dalam perundingan tiga bersaudara ini akhirnya menyiapkan Hasan Panggawa sebagai calon raja Pagatan, Hasan Panggewa sendiri ketika itu masih berumur belia termasuk keturunan salah seorang raja Kampiri di Wajo.


C. KERAJAAN PAGATAN TAHUN 1961- 1912 M.

Nagtegaal (1983) menjelaskan bahwa pertengahan abad ke 18 datanglah pedagang Bugis dari Wajo (Sulawesi Selatan) bernama Poewono Deka, dan atas izin Sultan Banjarmasin kemudian mendirikan kerajaan Pagatan. J.C. Noorlander (190: 1983) menjelaskan dari gelar-gelar yang digunakan raja-raja Banjar ternyata yang bergelar Penambahan Batu (Sultan Banjarmasin) adalah Nata Alam atau Panembahan Kaharuddin Halilullah yang memerintah tahun 1761-1801. Maka berdasarkan data tersebutlah dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kerajaan Pagatan didirikan setelah tahun 1761.

Dengan terjalin hubungan baik Puanna Dekke dengan Panembahan Batu, dimana kepercayaan yang telah diberikan Panembahan kepada Puanna Dekke selalu ia jaga dengan baik, sehingga dalam mengatur Kerajaan Pagatan secara politis masuk dalam kedaulatan Kerajaan Banjar. Oleh karena itu kedudukan Kerajaan Pagatan hanya memiliki hak otonomi pengaturan pemerintahan kedalam, sebagaimana juga kerajaan-kerajaan kecil ketika itu yang tetap berada di bawah kedaulatan kerajaan yang lebih besar. Sebagai mana juga Kerajaan Banjar merupakan kerajaan besar yang ada di Nusantara pada saat itu berfungsi sebagai pelindung terhadap Kerajaan Pagatan.

Kerajaan Pagatan yang muncul pada pada pertengahan abad ke 18. yang diperkirakan berlangsung dari tahun 1861 sampai dengan 1912. Selama satu setengah abad terbagi 4 empat priode system pemerintah, yaitu :
1. Priode ke I Pra Kerajaan di Pimpin Puanna Dekke sebagai pendiri kerajaan Pagatan, dengan mengerahkan seluruh daya upaya beserta pengikutnya membabat hutan belantar, kemudian jadilah pemukiman baru yang kemudian diberi nama Kampoeng Pegatang, selanjutnya Puanna Dekke mempersiapkan cucunya untuk jadi Pemimpin kerajaan Pagatan. Sementara Puanna Dekke yang dikenal pendiri Kerajaan Pagatan tidak mau jadi Raja.

2. Priode ke II Puanna Dekke Memproklamirkan kerajaan Pagatan, dengan menobatkan cucunya bernama La Panggewa sebagai raja pertama di Kerajaan Pagatan.diperkirakan berlangsung dari tahun 1761-1861.

3. Priode ke II Kerajaan Pagatan mengalami perluasan wilayah kekuasaan dengan bergabung kerajaan Kusan, sehingga menjadi Kerajaan Pagatan Kusan. Berlangsung dari tahun 1861 – 1908.

4. Priode ke IV. Kerajaan Pagatan Kusan pada tahun 1908-1912 M telah mengalami perubahan pemerintahaan, kalau sebelumnya beerdaulat terhadap kerajaan Banjar, maka sejak tanggal, 1 Juli 1908 diserahkan kepada pemerintahan Hinda Belanda.

Andi Syaiful (1993) berpendapat bahwa kerajaan Pagatan diperkirakan berlangsung dari tahun 1761- 1912. dan Raja Pagatan yang pertama adalah bernama Hasan Pangewa/La Panggewa Kapitan Laut Pulo (Nategaal, 12-14) menjelaskan beberapa orang raja telah memerintahan Pagatan. Setelah pemerintahan Hasan Pangewa. dalam lontara


D. RAJA PAGATAN DAN KUSAN

1. Hasan Penggewa Raja Pagatan I (1761-1838)
Hasan Pengewa/ La Penggewa adalah Raja Pagatan yang pertama beliau cucu dari Punna Dekke pendiri Kerajaan Pagata. La Panggewa masih keturunan dari Raja Kampiri (Wajo), sejak kecil diboyong Puanne Dekke dari kampiri ke Pagatan, bahkan konon di Pagatanlah La Panggewa di khitan kemudian dinobatkan menjadi Raja Pagatan yang pertama. Mengingat umurnya masih belia maka untuk mengatur pemerintahan untuk sementara dipercayakan kepada pamannya Raja Bolo, sambil mendidik dan membimbing La Pangewa untuk bisa menjadi pemimpin dan mengatur pemerintahan setelah dewasa, atas gembelengan Puanna Dekke dan Raja Bolo La Pengewa menjadi orang perkasa,

Pada suatu peristiwa La Penggewa diutus oleh Raja Bolo untuk menghadap Raja Banjar dalam rangka menyampaikan bahwa selama ini dialur muara sungai Barito para perahu layar saudagar mengalami kesulitan untuk masuk berlayar ke Bandarmasih karena sering digangu oleh para bajak laut yang mengacaukan muara sungai tersebut. Kemudian oleh Panambahan menyambut baik kedatangan La Panggewa Cucu Puanna Dekke, serta diberikanlah kepercayaan La Panggewa memimpin laskar untuk mengusir para bajak laut di Muara Sungai Barito tersebut, atas kehormatan yang dipercayakan Panembahan tidak disia-siakan La Penggewa dan berhasil mengusir perompak tersebut dan lari berpindah ke Biajao. Atas keberhasilan La penggewa inilah kemudian Panembahan menganugerahkan gelar kehormatan kepada La Penggewa sebagai Kapitan Laut Pulo. Atas kesetiaan Puanne Dekke mengutus cucunya oleh Penambahan mengegaskan kembali kepada Kapitan Laut Pulo bahwa sabwa Pagatan yang telah dibangun Puanne Dekke dipersilahkan untuk dikuasai dan dikemudian hari dipersilahkan untuk diwariskan kepada keturunan Puanna Dekke. Sekembalinya dari kerajaan Banjar La Penggwa oleh Puanna Dekke dan Raja Bolo menyerahkan segala hak La Penggewa untuk memimpin dan mengatur pemerintahan kerajaan Pagatan tahun 1800, kemudian La Penggewa Kapitan Laut Pulo wafat tahun 1838 digantikan oleh putranya bernama Abdul Rahim.

2. Arung Pallewange Raja Pagatan II ( Tahun 1838 – 1855)
Abdul Rahim bin Hasan Pengewa dinobatkan menjadi raja Pagatan II pada tanggal 19 Juli 1838 kemudian bergelar Arung Pallewange, selama 26 tahun berkuasa kemudian wafat pada tanggal, 28 April 1855. selanjutnya digantikan oleh putranya Abdul Karim. Dalam catatan lontara bahwa keturunan Abdul Rahim ini kemudian yang banyak memimpin kerajaan Pagatan,

3. Arung La Mattunru Raja Pagatan III (Tahun 1855-1871)
Abdul Karim Bin Abdul Rahim dinobatkan menjadi raja Pagatan III tahun 1855 dan bergelar Arung La Mattunru, pada masa pemerintahannya terjadi perluasan wilayah kerajaan Pagatan dengan bergabung kerajaan Kusan tahun 1861, sehingga menjadi kerajaan Pagatan – Kusan. Kemudian Arung La Mattunru wafat tahun 1871 digantikan oleh putranya Abdul Djabbar.

4. Arung La Makkaraw Raja Pagatan IV (Tahun 1871-1875)
Abdul Djabbar Bin Abdul Karim dinobatkan jadi raja Pagatan tahun 1871 dan bergelar Arung La Makkaraw tidak lama berkuasa kemudian wafat tahun 1875, karena Arung La Makkaraw tidak mempunyai keturunan maka digantikan oleh Daeng Mankkaw putri dari Arung Pallewange.

5. Ratu Daeng Mankkaw Raja Pagatan V (Tahun 1875-1883)
Daeng Mankkaw Binti Abdul Rahim adalah raja Pagatan V yang dinobatkan menjadi raja tahun 1875 kemudian bergelar Ratu Daeng Mankkaw. Pada masa pemerintahan Ratu daeng Mankkaw didampingi oleh suaminya Pengeran Muda Aribillah. salah seorang raja Kerajaan Tanah Bumbu sebuah kerajaan kecil yang berada disebelah Utara Kerajaan Pagatan. Pengeran Muda Aribillah merupakan cucu dari Sultan Banjar Tamjidillah I yang telah mengadakan ikatan perkawinan dengan Ratu Daeng Makkao dari ikatan perkawinan inilah kemudian lahir Andi Tangkung dan Andi Sallo (Abdul Rahim).

Ratu Daeng Mankkaw wafat tahun 1883. Sementara anaknya bernama Abdul Rahim belum dewasa maka untuk pemerintahan kerajaan Pagatan dipercayakan kepada Kolonial Belanda, sementara pemangku kerajaan dipercayakan kepada kakaknya Andi Tangkung

6. Andi Tangkung Raja Pagatan VI ( Tahun 1883-1893)
Andi Tangkung memangku jabatan kerajaan Pagatan bergelar Petta Ratu yang berlansung sejak tahun 1883 dan berahir tahun 1893. Kemudian digantikan oleh Abdul Rahim’

7. Arung Abdul Rahim Raja Pagatan VII (Tahun 1893-1908)
Andi Sallo bergelar Arung Abdul Rahim naik tahta tahun 1893 dan berahir pada tanggal, 16 Juli 1908. Pada masa akhir kekuasaan Arung Abdul Rahim telah terjadi kemelut dalam kerajaan Pagatan Kusan. Peristiwa tersebut berawal perseteruan antara dua saudara antara Andi Sallo dan Andi Tangkung. Andi Tangkung mempersiapkan putranya bernama Andi Iwang sebagai penganti Arung Abdul Rahim pemangku kerajaan Pagatan Kusan, sementara juga Andi Sallo juga mempersiapkan putranya bernama Andi Kacong untuk mengantikan dirinya sebagai pemangku kerajaan Pagatan Kusan. Mencermati komplik internal ini akhirnya setahun sebelum wafatnya Arung Abdul Rahim, yakni pada tanggal, 20 April 1907. Arung Abdul Rahim mengeluarkan suatu pernyataan bahwa kerajaan Pagatan dan Kusan diserahkan kepada pemerintahan kolonial Belanda. Maka setelah empat tahun (1908-1912) pelaksanaan pemerintahan kerajaan Pagatan dan Kusan di bawah suatu kerapatan (zelfbestuusraad), terhitung tanggal, 1 Juli 1912 kerajaan Pagatan dan Kusan dilebur dalam pemerintahan langsung Hindia Belanda (Nategaal: 1983).

---o0o---


BAB III

KERAJAAN KUSAN


Dibagian Kalimantan Tenggara tepatnya diwilayah-wilayah tanah bumbu dalam sejarah pernah berdiri beberapa kerjaan diantaranya; Kerajaan Pagatan, Kerajaan Sebamban, Kerajaan Kusan, Kerajaan Batulicin, Kerajaan Cengal Manunggal dan Bangkalan, Kerajaan Cantung dan Sampanahan, Kerajaan Pasir, dan Kerajaan Pulau Laut. Konon kemunculan kerajaan-kerajaan diwilayah tanah bumbu tersebut tidak sertamerta melakukan pembangkangan terhadap kerajaan Banjar, justeru kerajaan-kerajaan yang ada diwilayah tanah bumbu tersebut berdaulat pada kerajaan Banjar yang merupakan salah satu kerajaan yang berpangaruh diwilayah Nusantara.

Keberadaan kerajaan-kerajaan diwilayah tanah bumbu memiliki keterikatan politik, yaitu disatu pihak memiliki hak otonomi dalam hal mengatur pemerintahan ke dalam wilayah kerajaannya sendiri, namun secara umum kedaulatannya dibawah pembinaan dan perlindungan dalam Kerajaan Banjar. Keterikan politik kerajaan-kerajaan diwilayah Tanah Bumbu dengan Kerajaan Banjar berlangsung hingga tahun 1787.


A. LATAR BELAKANG KERAJAAN KUSAN.

Keberadaan Kerajaan Kusan diletarbalakang berbagai peristiwa bersejerah, berawal dari peristiwa terjadinya perahara perebutan kekekusaan dalam dilingkungan keluarga Kerajaan Kayu Tangi sekitar tahun 1785. Yaitu ketika Sultan Tahmidubillah (Pengeran Muhammad) berkuasa di Kerajaan Kayu Tangi beliu mempunyai lima (5) orang anak satu perempuan dan empat laki-laki- yaitu:

1. Putri Lawiah,
2. Pangeran Abdullah,
3. Pangeran Rahmat,
4. Pangeran Amir,
5. Gusti Kusin.

Sekitar Tahun 1785 Sultan Tahmidubillah wafat, sebelum meninggal sultan telah berwasiat bahwa yang akan mengantikan nantinya memimpin Kerajaan Kayu Tangi adalah Putera ke Duanya yaitu Pengeran Abdullah. Mengingat ketika sultan wafat pengeran Abdullah belum cukup umur untuk dapat memimpin kerajaan Kayau Tangi, maka untuk mengisi kekosongan pemerintahan dipercayakan kepada Pangeran Nata Mangkubumi, Pangeran Mangkumi sendiri adalah suami dari Putri Talwiah kakak Pangeran Abdullah. Ketika Pengeran Nata Mangkubumi berkuasaa di Kerajaan Kayu Tangi kemudian mengeluarkan suatu pernyataan, bahwa dialah selamanya akan berkuasa di Kerajaan Kayu Tangi dan tidak akan menyerahkan kekuasaan pada pangeran Abdullah sebagai pewaris kerajaan. Sering dengan pernyataan tersebut terjadilah prahara dilingkungan kerajaan Kayu Tangi diiringan dengan peristiwa mengemparkan dengan meninggal secara tidak wajar Pangeran Abdullah dan Pangeran Rahmat. Untuk mempertahaan kekuasaannya Nata Mangkubumi melakukan persekutuan dengan Belanda.


B. BERDIRINYA KERAJAAN KUSAN

Dengan peristiwa tersebut di atas maka Pangeran Amir sebagai pewaris Kerajaan Kayu Tangi merasa terancam keselamatanya kemudian secara diam-diam meninggalkan Karajaan Kayu Tangi, menyeberang menyelusuri hutan menuju Kusan (Tanah Bumbu). Kemudian diwilayah kusaan akhirnya Pengeran Amir menyusun kekuatan dengan mendirikan Kerajaan Kusan tahun 1786, biliau sendiri dinobatkan sebagai raja Kusan dan bergelar Raja Kusan I.

Setelah merasa cukup mempunyai kekuatan serta dibantu dengan kekuatan Kerajaan Pagatan yang berdekatan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan Kusan. Pada tahun 1787 Pangeran Amir salah seorang putera mahkota yang disingkirkan datang menyerang Kerajaan Kayu Tangi dengan kekuatan 3000 lakskar. Pangeran Nata Negara (Nata Mangkubumi), raja yang menduduki tahta kerajaan Banjar (Kayu Tangi) pada waktu itu, amat takut lalu meminta bantuan Kompeni, Residen Walbeck mengirimkan bantuan balatentara dibawah pimpinan Kapten Christaffel Hofman. Sehingga atas persekutuan kerajaan Banjar dan Kompeni tersebut dapat mematahkan perlawanan balas dendam Pangeran Amir. Kemudian dengan kekalahan tersebut Pangeraman Amir ditawan selanjutnya dibuang di Ceylon pada tahun 1789.

Dengan kekalahan Pangeran Amir maka kekuasaan pemerintahan Kerajaan Kusan akhirnya diserahakan kepada Pangeran Musa adik Sultan Adam. Pangeran Musa menjadi Raja Kusan II, didampingi isterinya Ratu Salamah anak dari Sultan Sulaeman Raja Kayu Tangi II. Dari perkawinan Pangeran Musa dan Ratu Salamah dianugerahi keturunan sebanyak 7 orang yaitu. Pangeran Bendahara, Pangeran Panji, Pangeran Abdul Kadir, Pangeran Kasuma Indera, Pangeran Muhammad Nafis Pangeran Jaya Sumitra, dan Pangeran Saputra.
Kemudian Raja Kusan II wafat digantikan oleh puteranya Pangeran Muhammad Nafis bergelar Raja Kusan III, Pengeran Muhammad Nafis merupakan salah satu Raja Kusan yang sangat kherismatik dan berpengaruh karena disamping sebagai Raja biliau juga adalah seorang Ulama. Pada tahun 1840 Raja Kusan III wafat maka yang mengantikan adalah adiknya Pangeran Jaya Sumitra sebagai Raja Kusan IV sementara untuk jabatan mangkubumi Raja Kusan IV mempercayakan kepada saudaranya Pangeran Abdul Kadir.

Saat meletusnya Perang Banjar pada tahun 1859 dibawah kepemimpinan Pangeran Antasari yang telah berhasil menggalang kekuatan dengan pemuka-pemuka masyarakat diwilayah kedaulatan Kerajaan Banjar yang akan menentang Belanda yang telah merusak dan menginjak-injak aturan tatacara dan kehormatan Sultan Banjar. Seruan Pangeran Antasari ini didengar dan dipatuhi masyarakat banjar termasuk Pangeran Jaya Sumitra dan Adiknya yang mendukung seruan Pengeran Antasari. Dukungan Pengeran Jaya Sumitra terhadap Pangeran Antasari tercium Belanda, untuk menghindari penangkapan Belanda terhadap dirinya maka Pengeran Jaya Sumitra dan Keluarga pindah ke Salino, sementara pemerintahan kerajaan Kusan diserahkan kepada Arung Abdul Rahim Raja Pagatan. Pada saat ini Kerajaan Pagatan menjadi Kerajaan Pagatan dan Kusan.


---o0o---



BAB IV

KERAJAAN PULAU LAUT


A. BERDIRINYA KERAJAAN PULAU LAUT

Cikal bakal berdirinya kerajaan Kotabaru tidak terlepas dengan keberadaan Kerajaan Kusan, setelah Pecahnya Perang Banjar tahun 1850 Pengeran Antasari yang merupakan tokoh perjuangan yang menentang kolonial Belanda yang ingin menduduki wilayah Nusantara. Dalam perlawan melawan Belanda Jaya Sumitra yang merukan Raja Kusan mendukung perjuangan Pangeran Antasari hal ini tercium oleh Belanda. Sebelum Belanda melakukan penyerangan terhadap Jaya Sumitra sebagai seorang Raja yang memiliki pemahaman strategi, kemudian terlebih dahulu ia menghindar meninggal wilayah kekusaannya kemudian meyebaran ke Selat Pulau Laut dan mendarat di Salino Pulau Laut. Kemudian uran wilayah kekuasaan Kerajan Kusan diserahkan dengan sahabatnya Raja Pagatan.


B. RAJA-RAJA KERAJAAN PULAU LAUT

1. PANGERAN JAYA SUMITRA RAJA PULAU LAUT I th. 1840

Ketika sampai di Pulau Laut Raja Jaya Sumitra kemudian dan pengikutnya mengatur pemerintahan di Pulau Laut dengan mendirikan Kerajaan Pulau, kemudia Jaya Sumitra sendiri dinobatkan sebagai Raja Pulau Laut I. Adapun pusat pemerintah Kerajaan Pulau Laut berpusat di Sigam. Setelah sekian lama memimpin Pulau Laut hingga uzur Sultan Jaya Sumitra Raja Pulau Laut I, kemudian digantikan dengan adiknya Pangeran Abdul Kadir sebagai Raja Pulau Laut II.


2. PANGERAN ABDUL KADIR RAJA PULAU LAUT II th. 1873

Pada Masa pemerintahan Sultan Abdul Kadir Raja Pulau Laut II sekitar tahun 1870, telah banyak berdatangan pengunsi-pengunsi dari Sulawesi yang kemudian diterima dan mendiami pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah kekuasaan Kerajaan Pulau Laut. Meraka yang datang dari Sulawesi itu umumnya dari Sulewesi Selatan suku bangsa Bandar dan Suku bangsa Bugis Bone. Keberadaan dua suku bangsa ini tidak diterima dengan baik oleh pihak penguasa Kerajaan Pulau Laut dan diberikan hak yang sama untuk tinggal dan membangun pemikiman yang hingga saat ini mereka hidup secara berkelompok sesuai dengan komunitasnya. Perkempungan mereka masih dapat ditemui saat ini di Tanjung Saloka, Pulau Marabatuan, Pulau Mardapan, Pulau Karayaan dan Pulau Kalambau, bahkan berapa wilayah daratan di Pulau Laut sendiri. Mereka semua hidup rukun dibawah kepemimpinan Kerajaan Pulau Laut. Tahun 1873 Sultan Abdul Kadir Raja Pulau Laut II meninggal dunia dan dimakamkam di kampung Sigam. Kemudian setalah Sultan wafat d digantikan oleh putranya yang bernama Pangeran Brangta Kusuma kemudian dinobatkan sebagai Raja Pulau Laut III.


3. PENGERAN BRANGTA KUSUMA RAJA PULAU LAUT III th. 1873-1881.

Sultan Berangta Kusuma Raja Pulau Laut III mempersunting Putri Intan Jumantan Putri dari Pengeran Kusuma Indra. Dari perkawinan ini kemudian melahirkan keturunan 4 orang anak laki-laki dan 5 perempuan yaitu:
a. Pangeran Amir Husin.
b. Pengeran Muhammad Seman.
c. Pengeran Abdurrahman.
d. Putri Amas.
e. Pengeran Asmail.
f. Putri Mas Mirah.
g. Putri Ratna.
h. Putri Mulik.
i. Putri Bungsu.

Masa pemerintahan Raja Pulau Laut III kemudian pusat Kerajaan Pulau Laut dipindahkan dari Sigam ke Gunung Balinkar. (Governement Besluit tanggal, 21 Desember 1873. No. 37).




4. P. AMIR HUSIN KUSUMA RAJA PULAU LAUT IV th. 1881-1890.

Pada masa pemerintahan Sultan Amir Husin Kusuma sebagai Raja Pulau Laut IV pusat pemerintahan kerajaan Pulau Laut kemudian dipindahkan dari Kaki Gunung Balingkur kesebelah selatan Gunung Belingkar pesisir pantai menghadap ke Selat Laut Makkasar.
Sultan Amir Husin Kusuma dalam perjalannya melaksanakan ibdah haji di Tanah Suci kemudian wafat di Mekkah, sebelum keberangkatannya ke Tanah Suci bahwa yang akan mengantikan kedudukannya nanti adalah putra sulungnya bernama Pengeran Muhammad Kusuma sebagai Raja Pulau Laut V.


5. P. MUHAMMAD KUSUMA RAJA PULAU LAUT V th. 1900-1905.

Masa pemerintahan Sultan Muhammad Kusuma sebagai Raja Pulau Laut V dimasa pemerintahannya adalah masa-masa sulit dikarenakan mulai muncul pengaruh kolonial Belanda menanamkan pengaruhnya diseluruih wilayah Kerajaan yang ada di Nusantara tidak terkecuali Kerajaan Pulau Laut. Masa Pemerintah Sultan Muhammad Kusuma adalah detik-detik akhir berahirnya pemerintahan sistem kerajaan dikarenakan dominanya pengaruh dan kekuatan Kolonial belanda. Sampai akhirnya kolonial menghapuskan sistem pemerintahan Kerajaan Pulau Laut tahun 1903, namun Sultan tetap memangku jabatan Kerajaan Pulau Laut hingga tahun 1995.



--o0o—





BAB V

KERAJAAN CANTUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar