JANGAN LUPAKAN SEJARAH
DAN PERADAPAN DI PULAU LAUT-KOTABARU
Oleh: Faisal Batennie *)
Sejarah merupakan gambaran peradaban masa lalu yang dapat menjadi landasan pembangunan kini dan masa akan datang. Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai sejarah bangsanya. Sementara masyarakat yang bermartabat adalah masyarakat yang dapat memahami jiti diri peradaban bangsanya. Kalau ingin menjadi bangsa yang besar maka pahami sejarah bangsa sendiri, sementara kalau ingin memiliki jati diri yang kokoh, maka pahami peradaban dan filosufis bangsamu sendiri. “Kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi yang akan menghargai sejarah dan peradaban bangsa kita”.
Pulau Laut nan menajubkan indah dan elok memiliki legenda yang menarik untuk diceritakan, namun sayang hanya sebahagian masyarakat sekarang mahami lagenda itu. Sejarah Pulau Laut sebanranya dapat dijadikan landasan pembangunan yang berbasis daerah dan memiliki potensi untuk menata masa kini dan masa akan datang dalam meujudkan kesejahteran masyarakat dan kemajuan daerah, namun sayang banyak diantara kita tidak tahu peristiwa tersebut. Filosofis peradapan di Pulau Laut sebanarnya cermin jati diri yang masyarakat sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilalai-nilai kearipan sebagai bangsa yang bermartabat. Namun sayang terkadang hal tersebut kita lupakan, dan bangga dengan budaya modern, peradaban asing yang belum tentu sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa kita sendiri.
Berikut ini kami mencoba mengambarkan kembali Sejarah dan Peradaban di Pulau Laut – Kotabaru.
A. Sejarah Pulau Laut.
Menurut Lagenda Pulau Laut dulunya dibangu oleh Datu Mabrur dari sebuah batu Besar diletakan di ditengah laut. Diatas batu itu datu Mabrur melakukan pertapaan sehingga menjadi sebuah Pulau yang kemudian dinamakan dengan Pulau Sabak Halimun atau ada juga menyebutkan Pulau Halimun. Di Pulau Sabak Halimun kemudian Datu Mabrur bermukim dan mengangkat anaknya Datu Belang Ilat sebagai Temenggung untuk mengatur pemerintahan di Pulau Sabak Halimun. Kemudian Raja Banjar Kerajaan Islam yang menguasai wilayah kalimantan, menyebut Pulau Sabak Halimun yang gaib itu sebagai Pulau Laut.
Hal ini diceritakan ketika saudagar China yang kandas perahunya di Sabak Halimun pada hal ia tidak melihat ada pulau namun ada mendengar aktivitas manusia yang melakukan kegiatan disekitar perairan dimana kapal tersebut kandas. Hal ini kemudian dilaporkan kepada Penguasa Raja Banjar. Kemudian Raja Banjar diantar saudagar China mencari tahu mesteri tempat kapal China tersebut kandas. Sampai tempat tujuan tetapi tidaj melihat ada pulau, kemudian Raja sholat dan berdoa, sehingga muncullah sebuah Pulau yang menajubkan. Kemudian sebagai seorang Raja yang bijak dia menemui penguasa di Pulau tersebut. Singkat cerita Raja Banjar bertememu dengan seorang temenggung yang memimpin pemerintahan di Pulau Sabak Halimun. Kemudian Raja Banajar memperkenalkan diri bahwa dia adalah seorang Raja dari Kerajaan Banjar yang merupakan salah satu kerajaan Islam yang ada di Nusantara. Kemudian Temenggung tertarik dengan kabijakan dan tatakrama Raja Banjar, sehingga temenggung menyatakan diri masuk Islam dan berdaulat dengan Kerajaan Banjar. Kemudian temenggung menyampaikan kepada para pendeta Sabak Halimun tentang maksud dan niat itu, para pendeta tidak menghalangi niat dan maksud Temenggung, namun mereka meminta kepada Temenggung bahwa para pendeta Sabak Halimun akan tetap keyakinan selama ini, dan akan selalu memelihara Pulau Sabak Halimun, peristiwa ini kemudian dikenal dengan “Negara di Balik Sumpah”, dimana terbagi duanya kekuasaan Pulau Sabak halimun. Pulau yang gaib dipelihara oleh para pendeta Sabak Halimun dan Pulau Laut di pimpin oleh Temenggung yang berdaulat pada Kerajaan Banjar.
Pengaruh peradaban di Pulau Laut dan Tanah Bumbu yang dirasakan hingga sekarang dan masih ada bukti-bukti sejarah yang dapat dipelajari adalah. Pengaruh peradapan budaya Banjar dan Pengaruh peradaban budaya Bugis. Pengaruh Peradaban budaya banjar disebarkan melalui keturunan raja-raja banjar dalam alim ulama dibanua ini. Kemudia pengaruh budaya bugis diperkenalkan oleh para saudagar-saudagar bugis yang seringkali melintasi dan melakukan perniagaan diwilayah Pulau Laut.
Wakil Periseden M.H. Yusuf Kalla, Gubernur Kalimantan Selatan H. Rudy Arifin
Menggunakan Busana Kebesaran Adat Pesisir Sedang berbincang-bincang dengan Penulis H. Faisal Batennie tahun 2006.
B. Latar Belakang Kerajaan Pulau Laut.
Keberadaan Kerajaan Pulau Laut diletarbalakang berbagai peristiwa bersejerah, berawal dari peristiwa terjadinya perahara perebutan kekekusaan dalam dilingkungan keluarga Kerajaan Kayu Tangi sekitar tahun 1785. Yaitu ketika Sultan Tahmidubillah (Pengeran Muhammad) berkuasa di Kerajaan Kayu Tangi beliu mempunyai lima (5) orang anak satu perempuan dan empat laki-laki- yaitu:
1. Putri Lawiah,
2. Pangeran Abdullah,
3. Pangeran Rahmat,
4. Pangeran Amir,
5. Gusti Kusin.
Sekitar Tahun 1785 Sultan Tahmidubillah wafat, sebelum meninggal sultan telah berwasiat bahwa yang akan mengantikan nantinya memimpin Kerajaan Kayu Tangi adalah Putera ke Duanya yaitu Pengeran Abdullah. Mengingat ketika sultan wafat pengeran Abdullah belum cukup umur untuk dapat memimpin kerajaan Kayau Tangi, maka untuk mengisi kekosongan pemerintahan dipercayakan kepada Pangeran Nata Mangkubumi, Pangeran Mangkumi sendiri adalah suami dari Putri Talwiah kakak Pangeran Abdullah. Ketika Pengeran Nata Mangkubumi berkuasaa di Kerajaan Kayu Tangi kemudian mengeluarkan suatu pernyataan, bahwa dialah selamanya akan berkuasa di Kerajaan Kayu Tangi dan tidak akan menyerahkan kekuasaan pada pangeran Abdullah sebagai pewaris kerajaan. Sering dengan pernyataan tersebut terjadilah prahara dilingkungan kerajaan Kayu Tangi diiringan dengan peristiwa mengemparkan dengan meninggal secara tidak wajar Pangeran Abdullah dan Pangeran Rahmat. Untuk mempertahaan kekuasaannya Nata Mangkubumi melakukan persekutuan dengan Belanda.
Dengan peristiwa tersebut maka Pangeran Amir sebagai pewaris Kerajaan Kayu Tangi merasa terancam keselamatanya kemudian secara diam-diam meninggalkan Karajaan Kayu Tangi, menyeberang menyelusuri hutan menuju Kusan (Tanah Bumbu). Kemudian diwilayah kusaan akhirnya Pengeran Amir menyusun kekuatan dengan mendirikan Kerajaan Kusan tahun 1786, biliau sendiri dinobatkan sebagai raja Kusan dan bergelar Raja Kusan I.
Setelah merasa cukup mempunyai kekuatan serta dibantu dengan kekuatan Kerajaan Pagatan yang berdekatan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan Kusan. Pada tahun 1787 Pangeran Amir salah seorang putera mahkota yang disingkirkan datang menyerang Kerajaan Kayu Tangi dengan kekuatan 3000 lakskar. Pangeran Nata Negara (Nata Mangkubumi), raja yang menduduki tahta kerajaan Banjar (Kayu Tangi) pada waktu itu, amat takut lalu meminta bantuan Kompeni, Residen Walbeck mengirimkan bantuan balatentara dibawah pimpinan Kapten Christaffel Hofman. Sehingga atas persekutuan kerajaan Banjar dan Kompeni tersebut dapat mematahkan perlawanan balas dendam Pangeran Amir. Kemudian dengan kekalahan tersebut Pangeraman Amir ditawan selanjutnya dibuang di Ceylon pada tahun 1789.
Dengan kekalahan Pangeran Amir maka kekuasaan pemerintahan Kerajaan Kusan akhirnya diserahakan kepada Pangeran Musa adik Sultan Adam. Pangeran Musa menjadi Raja Kusan II, didampingi isterinya Ratu Salamah anak dari Sultan Sulaeman Raja Kayu Tangi II. Dari perkawinan Pangeran Musa dan Ratu Salamah dianugerahi keturunan sebanyak 7 orang yaitu. Pangeran Bendahara, Pangeran Panji, Pangeran Abdul Kadir, Pangeran Kasuma Indera, Pangeran Muhammad Nafis Pangeran Jaya Sumitra, dan Pangeran Saputra.
Kemudian Raja Kusan II wafat digantikan oleh puteranya Pangeran Muhammad Nafis bergelar Raja Kusan III, Pengeran Muhammad Nafis merupakan salah satu Raja Kusan yang sangat kherismatik dan berpengaruh karena disamping sebagai Raja biliau juga adalah seorang Ulama. Pada tahun 1840 Raja Kusan III wafat maka yang mengantikan adalah adiknya Pangeran Jaya Sumitra sebagai Raja Kusan IV sementara untuk jabatan mangkubumi Raja Kusan IV mempercayakan kepada saudaranya Pangeran Abdul Kadir.
Saat meletusnya Perang Banjar pada tahun 1859 dibawah kepemimpinan Pangeran Antasari yang telah berhasil menggalang kekuatan dengan pemuka-pemuka masyarakat diwilayah kedaulatan Kerajaan Banjar yang akan menentang Belanda yang telah merusak dan menginjak-injak aturan tatacara dan kehormatan Sultan Banjar. Seruan Pangeran Antasari ini didengar dan dipatuhi masyarakat banjar termasuk Pangeran Jaya Sumitra dan Adiknya yang mendukung seruan Pengeran Antasari. Dukungan Pengeran Jaya Sumitra terhadap Pangeran Antasari tercium Belanda, untuk menghindari penangkapan Belanda terhadap dirinya maka Pengeran Jaya Sumitra dan Keluarga pindah ke Salino, sementara pemerintahan kerajaan Kusan diserahkan kepada Arung Abdul Rahim Raja Pagatan.
C. Kerajaan Pulau Laut
Masa pemerintahan Kerajaan Pulaut diperkirakan berlangsung sikatr tahun 1840- 1905, adapun Raja Pulau Laut yang perna berkuasa adalah;
1. Pengeran Jaya Sumitra
Pengeran Jaya Sumitra dikenal pendiri Kerajaan Pulau Laut, kemudian, dan beliu sendiri dinobatkan sebagai Raja Pulau Laut I, Pusat pemerintahan setelah di Salino dipindahkan ke Sigam. Raja Pulau Laut I wafat digantikan dengan adiknya Pengeran Abdul Kadir.
2. Pengeran Abdul Kadir
Pada Masa pemerintahan Sultan Abdul Kadir Raja Pulau Laut II sekitar tahun 1870, telah banyak berdatangan pengunsi-pengunsi dari Sulawesi yang kemudian diterima dan mendiami pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah kekuasaan Kerajaan Pulau Laut. Meraka yang datang dari Sulawesi itu umumnya dari Sulewesi Selatan suku bangsa Bandar dan Suku bangsa Bugis Bone. Keberadaan dua suku bangsa ini tidak diterima dengan baik oleh pihak penguasa Kerajaan Pulau Laut dan diberikan hak yang sama untuk tinggal dan membangun pemikiman yang hingga saat ini mereka hidup secara berkelompok sesuai dengan komunitasnya. Perkempungan mereka masih dapat ditemui saat ini di Tanjung Saloka, Pulau Marabatuan, Pulau Mardapan, Pulau Karayaan dan Pulau Kalambau, bahkan berapa wilayah daratan di Pulau Laut sendiri. Mereka semua hidup rukun dibawah kepemimpinan Kerajaan Pulau Laut. Tahun 1873 Sultan Abdul Kadir Raja Pulau Laut II meninggal dunia dan dimakamkam di kampung Sigam. Kemudian setalah Sultan wafat d digantikan oleh putranya yang bernama Pangeran Brangta Kusuma kemudian dinobatkan sebagai Raja Pulau Laut III.
3. Pengeran Brangta Kusuma.
Sultan Berangta Kusuma Raja Pulau Laut III mempersunting Putri Intan Jumantan Putri dari Pengeran Kusuma Indra. Dari perkawinan ini kemudian melahirkan keturunan 4 orang anak laki-laki dan 5 perempuan yaitu:
a. Pangeran Amir Husin.
b. Pengeran Muhammad Seman.
c. Pengeran Abdurrahman.
d. Putri Amas.
e. Pengeran Asmail.
f. Putri Mas Mirah.
g. Putri Ratna.
h. Putri Mulik.
i. Putri Bungsu.
Masa pemerintahan Raja Pulau Laut III kemudian pusat Kerajaan Pulau Laut dipindahkan dari Sigam ke Gunung Balinkar. (Governement Besluit tanggal, 21 Desember 1873. No. 37).
4. Pangeran Amir Husin Kusuma
Pada masa pemerintahan Sultan Amir Husin Kusuma sebagai Raja Pulau Laut IV pusat pemerintahan kerajaan Pulau Laut kemudian dipindahkan dari Kaki Gunung Balingkur kesebelah selatan Gunung Belingkar pesisir pantai menghadap ke Selat Laut Makkasar.
Sultan Amir Husin Kusuma dalam perjalannya melaksanakan ibdah haji di Tanah Suci kemudian wafat di Mekkah, sebelum keberangkatannya ke Tanah Suci bahwa yang akan mengantikan kedudukannya nanti adalah putra sulungnya bernama Pengeran Muhammad Kusuma sebagai Raja Pulau Laut V.
5. Pangeran Muhammad Kusuma
Masa pemerintahan Sultan Muhammad Kusuma sebagai Raja Pulau Laut V dimasa pemerintahannya adalah masa-masa sulit dikarenakan mulai muncul pengaruh kolonial Belanda menanamkan pengaruhnya diseluruih wilayah Kerajaan yang ada di Nusantara tidak terkecuali Kerajaan Pulau Laut. Masa Pemerintahan Sultan Muhammad Kusuma adalah detik-detik akhir berahirnya pemerintahan sistem kerajaan dikarenakan dominanya pengaruh dan kekuatan Kolonial belanda. Sampai akhirnya kolonial menghapuskan sistem pemerintahan Kerajaan Pulau Laut tahun 1903, namun Sultan tetap memangku Kerajaan Pulau Laut hingga tahun 1905.
D. Pemerintahan Kolonial Belanda
Setelah berahirnya Pemerintahan Kerajaan Pulau Laut Kolonial Belanda Kemudian berkuasa, dengan memberlakukan Staatsblad 1903 No. 179 pada tanggal, 1 Januari 1905. menyatakan pengahapusan Kerajaan Pulau dan langsung masuk kedalam wilayah pemerintahan Kolonial Belanda.
Dimasa kekuasaan Kolonial Belanda telah terjadi berbagai peristiwa perlawan rakyat menentang kolonial Belanda diantaranya, baik perjkuangan masa pergerakan merebut kemerdekaan maupun perlawanan mempertahanakan kemerdekan yang di Proklamsikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal, 17 Agustus 1945 di Jakarta. Kemudian baru pada tanggal 27 Desember 1947 diadakan konfrenasi Meja Bundar Pemerintah Kerajaan Belanda Mengakui Kemerdekaan dan Kedaulatan Republik Indonesia.
E. Terbentuknya Kabupaten Kotabaru.
Terbentuknya pemerintahan Kabupaten Kotabaru berdasarkan pada Surat Keputusan Manteri Dalam negeri RI No. C 17/15/3 tanggal, 29 Juni 1950 tentang pembentukan wilayah pemerintahan yaitu Kabupaten-kabupaten daerah-daerah Swapraja dalam propinsi Kalimantan Selatan. Maka daerah Kalimantan Tenggara diubah menjadi Daerah Kabupaten Kotabaru dengan Ibukota Kotabaru, kemudian diangkatlah M. Yamani sebagai akting Kepala Daerah Kabupaten Kotabaru. Setelah itu keluarlah Peraturan Pemerintah tanggal 30 Juni 1950 sebagai penganti Undang-Undang No. 2 Tahun 1950 tentang pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara dan Dewan pemerintahannya untuk seluruh wilayah Indonesia. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kalimantan tanggal 14 Agustus 1950 No. 186/OPH/92/14 , maka pada tanggal 29 Maret 1951 di Kotabaru diadakan Pembentukan dan pelantikan Perwakilan Perwakilan Rakyat Sementara Kabupaten Kotabaru dengan ketuannya A.. Asysikin Noor yang beranggotakan sebanyak 20 orang.
Mengingat situasi ketika itu belum memungkinkankan dibentuknya Dewan Pemerintahan Daerah yang refresentatif, maka dibentuklah Dewan Pemerintahan Sementara yang beranggotakan 3 orang yaitu; Muchtar Hamzah, Usman Dunurung, dan Ali Kumala Noor.
M. Yamani sebagai kepala Daerah Kotabaru berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kalimantan tanggal 3 Agustus 1950 No. 161/OPB/17/93 diperbaharui pada tanggal 14 Agustus 1950 tentang penghapusan segala Akting Kepala-Kepala Daerah di Kalimantan Selatan dan Timur. Pada tahun 1951 M. Yamani dipindahkan kedaerah lain sebagai pengantinya diangkat A. Rasyid sebagai kepala Daerah Kabupaten Kotabaru.
Adapun wilayah Kabupaten Kotabaru menurut Undang-Undang Daerah No. 3 Tahun 1953, tentang pembentukan Daerah Otonomi Kalimantan Selatan menyatakan bahwa wilayah Kotabaru meliputi Kewedanaan-kewedanaan Pulau Laut, Tanah Bumbu dan Pasir. Kemudian dengan Undang-Undang No. 27 Tahun 1959 menetapkan Undang-Undang Darurat No. 3 Tahun 1953 menyatakan bahwa Wilayah Kabupaten Kotabaru dipisahkan dengan Kewedanaan Pasir.
SELAMAT HARI JADI KOTABARU
1 Juni 1950-1 juni 2008
*Penulis Sekretaris LP2M AKPB Kotabaru
sejarah pulau laut sangatlah perlu diketahui oleh kita masyarakat kalim,antan selatan khususnya masyarakat generasi muda kabupaten kotabaru.. agar budaya kotabaru tidak hilang oleh arus zaman sekarang.... terikasih udah bikin blog tentang sejarah pulau laut yang sekarang kita kenal kab. kotabaru....semoga tulisan ini bermanfaat buat kita semua.. amien.
BalasHapuspa ceritan juga dong tentang sarang jana yang katanya lebih rame jar kotanya bagi yg pernah kesana.... ceritakan ya pa..
BalasHapusAlhamdulullah sejarah Kotabaru sdh dipublikasikan semoga masyarakat mengetahui sejarah pulau laut.
BalasHapusPulau di balik sumpah ada makna di balik namanya..
Saya salah satu masyarakat Ktb yg setiap thn ikut melaksanakan penggantian kelambu Sigam yg dulu di motori Dinas Kebydayaan dan Pariwisata serta alm Kai Anggut..
Salam hormat saya tuk pa Syaiful Battenie..
BalasHapus